Medika
Menakar Akurasi Deteksi Diabetes Via Suara
Tim mengidentifikasi perbedaan fitur vokal antara pria dan wanita dengan diabetes tipe dua.
Cara paling umum dan akurat untuk mendiagnosis diabetes, termasuk pradiabetes dan diabetes tipe dua, adalah melalui tes darah. Namun, penelitian baru menunjukkan bahwa diabetes tipe dua juga dapat dideteksi melalui suara seseorang.
Dilansir Verywell Health, Rabu (8/11/2023), para peneliti dari Klick Labs telah menciptakan alat kecerdasan buatan (AI) yang dapat menentukan apakah seseorang menderita diabetes tipe dua hanya dengan menggunakan enam hingga 10 detik suaranya. Kemudian, dikombinasikan dengan informasi kesehatan dasar seperti usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan.
Model AI ini memiliki akurasi 89 persen dalam mendiagnosis diabetes tipe dua pada wanita dan 86 persen akurat pada pria. Yan Fossat, wakil presiden Klick Labs dan peneliti utama studi tersebut, mengatakan kepada Verywell, visi Klick Labs adalah menciptakan metode pemeriksaan yang mudah, nyaman, dan meringankan beban dan biaya terkait tes darah saat ini.
“Pemeriksaan berbasis suara sangat mudah diakses dibandingkan dengan tes darah standar. Alat penyaringan suara dapat diterapkan di luar laboratorium atau kantor dokter, dan menggunakan telepon seluler masyarakat,” ujar Fossat.
Untuk penelitian ini, Fossat dan rekannya merekrut 267 peserta di India. Mereka mencatat bahwa 192 peserta (79 perempuan dan 113 laki-laki) tidak menderita diabetes. Kemudian, 75 orang lainnya (18 perempuan dan 57 laki-laki) sebelumnya telah didiagnosis menderita diabetes.
Semua peserta menggunakan aplikasi ponsel pintar untuk merekam diri mereka mengucapkan frasa tetap enam hingga 10 detik hingga enam kali sehari selama dua pekan. Para peneliti menganalisis 18.465 rekaman yang dikumpulkan untuk mendengarkan 14 “karakteristik akustik”.
Jaycee Kaufman, seorang ilmuwan peneliti di Klick Labs dan penulis pertama studi tersebut, mengatakan kepada Verywell bahwa tim tersebut mengidentifikasi perbedaan fitur vokal antara pria dan wanita dengan diabetes tipe. Misalnya, Kaufman mengatakan nada suara dan variabilitas nada dipengaruhi pada wanita.
Sementara, kekuatan atau intensitas suara dan variasi kekuatan dipengaruhi pada pria. “Kami percaya perbedaan ini mungkin berasal dari fakta bahwa pria dan wanita mengalami komplikasi diabetes tipe dua secara berbeda, yang pada akhirnya berdampak berbeda pada suara mereka,” kata Kaufman.
Menurut dia, secara khusus, pria mungkin mengalami lebih banyak kelemahan otot yang berhubungan dengan diabetes tipe dua. Sedangkan, wanita mungkin mengalami lebih banyak edema.
Menurut Kaufman, peneliti lain juga telah menggunakan suara untuk memprediksi penyakit neurodegeneratif, seperti Alzheimer dan Parkinson. Kaufman menyampaikan, produksi suara adalah proses rumit yang melibatkan efek gabungan dari sistem peredaran darah, sistem pernapasan, sistem otot, sistem saraf, dan sistem lain di dalam tubuh. “Apa pun yang memengaruhi sistem ini mungkin berdampak pada suara, yang menjadi motivasi penelitian ini,” ujar Kaufman.
Lalu, mengapa diabetes dapat memengaruhi suara Anda? Orang yang hidup dengan diabetes, berpotensi mengalami kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik.
Dalam beberapa kasus, kerusakan saraf menyebabkan masalah suara seperti kelumpuhan pita suara bilateral. Dalam kondisi ini, baik pita suara maupun kotak suara bisa lumpuh sebagian atau seluruhnya.
Diabetes tipe dua juga dikaitkan dengan masalah kesehatan lainnya, seperti kelemahan otot dan pembengkakan. Menurut Kaufman, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pembengkakan bisa memengaruhi suara.
“Neuropati perifer dapat merusak saraf di laring mengakibatkan suara serak atau ketegangan vokal, dan kelemahan otot mungkin terlihat pada otot pita suara atau sistem pernapasan,” kata Kaufman. “Selain itu, pembengkakan yang terkait dengan edema dapat memengaruhi kualitas elastis dan getaran pita suara sehingga dapat memengaruhi nada.”
Apakah Akurat?
Priya Jaisinghani, MD, ahli endokrinologi dan spesialis pengobatan obesitas di NYU Langone Health, mengatakan, faktor lain dapat memengaruhi keakuratan tes diagnostik yang mengandalkan suara atau rekaman suara. Misalnya, perubahan suara yang berasal dari gangguan inflamasi dan infeksi, penyakit saraf seperti miastenia gravis, cedera saraf yang menyebabkan kelumpuhan pita suara, iritasi akibat merokok atau refluks asam, kondisi psikologis atau somatik dan stres vokal.
“Mungkin juga ada perubahan suara yang perlu diselidiki lebih lanjut atau dibedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, etnis, paparan faktor lingkungan, dan demografi sosial ekonomi melalui pengujian lebih lanjut,” kata Jaisinghani.
Kaufman menambahkan, masuk akal untuk mempertimbangkan bahwa kerusakan vokal dapat memengaruhi keakuratan tes. “Di antara langkah kami selanjutnya, kami berencana mengeksplorasi pengaruh penyakit, merokok, dan kerusakan vokal terhadap kemanjuran tes tersebut,” ujarnya.
Karena penelitian ini didasarkan pada sampel terbatas orang-orang dari India, Steven Malin, PhD, FACSM, seorang profesor metabolisme dan endokrinologi di Departemen Kinesiologi dan Kesehatan di Universitas Rutgers, mengatakan, saat ini diperlukan penelitian tambahan di berbagai negara dan dengan kelompok peserta yang beragam.
Terutama karena penyakit berbeda antarras dan etnis. Menurut Malin, keterbatasan penelitiannya adalah datanya berasal dari non-perokok sehingga tidak bisa digeneralisasikan untuk orang yang merokok.
Data tersebut juga tidak berlaku untuk orang yang mengalami perubahan bicara karena faktor lain, seperti gangguan neurologis atau bicara. Meski, di sisi lain, Malin tidak dilibatkan dalam penelitian tersebut.
Mungkin juga ada perubahan suara yang perlu diselidiki lebih lanjut atau dibedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan etnis.
PRIYA JAISINGHANI MD, Ahli endokrinologi dan spesialis pengobatan obesitas di NYU Langone Health.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Secangkir Teh dan Menurunnya Risiko Diabetes
Teh hijau, mengurangi risiko diabetes sebesar 28 persen dibandingkan dengan peserta yang tidak rutin meminumnya.
SELENGKAPNYAPerceraian Tingkatkan Risiko Amputasi Kaki Penderita Diabetes
Perceraian dapat menyebabkan perubahan pada cara seseorang merawat diri dan perubahan pada pola makan.
SELENGKAPNYAZumba dan Permen untuk Tekan Diabetes pada Anak
Peningkatan angka kasus diabetes pada anak telah memicu kekhawatiran banyak pihak.
SELENGKAPNYAMinum Air Putih untuk Cegah Diabetes
Mereka yang minum lebih dari satu liter air putih per hari memiliki penurunan risiko diabetes tipe dua
SELENGKAPNYA