Iqtishodia
Kebijakan Pertanian Uni Eropa dan Catatan Bagi Indonesia
Komisi Eropa telah menetapkan tujuan kebijakan umum pertanian 2023-2027.
OLEH Dedi Budiman Hakim (Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB dan InterCAFE IPB)
Media Financial Times edisi online 30 Oktober 2023 membuat tulisan berjudul “Australia and EU fail to reach free trade deal”. Negosiasi selama lima tahun tidak membuahkan hasil yang diharapkan dalam upaya meningkatkan akses pasar bagi produk Australia ke pasar Uni Eropa (UE).
Pihak Australia menganggap UE tidak siap membuka keran impor daging sapi dan kambing dari Australia. Ada kalimat yang menarik dan perlu digarisbawahi dari pernyataan Menteri Pertanian Australia Murray Watt: “It’s very protectionist market when it comes to agriculture and they weren’t prepared to budge enough for it to be in our interest.”
Kita masih ingat dan mungkin tidak akan lupa kebijakan UE atas ekspor CPO Indonesia. Budi daya kelapa sawit yang dianggap mengganggu ekosistem alam (kehilangan biodiversitas) mendapat hambatan untuk masuk ke pasar Eropa.
Produktivitas CPO per hektare jauh di atas produktivitas minyak substitusinya, misalnya rapeseed/canola, jagung, dan bunga matahari. Bentangan alam yang luas dan intensitas matahari menjadikan Indonesia dan negara-negara di khatulistiwa memiliki keuntungan komparatif dibandingkan dengan di Eropa.
Pun demikian pula produksi daging sapi dan kambing Australia. Dengan sistem penggembalaan yang sangat luas dengan pakan yang tersedia melimpah, biaya produksi daging sapi dan kambing pasti akan murah.
Dengan jarak ekspor yang jauh dari Australia ke pasar Uni Eropa, harga daging sapi dan kambing Australia masih dapat bersaing dengan daging sapi atau kambing Uni Eropa.
Secara teoritis, konsumen Uni Eropa akan diuntungkan dengan adanya impor daging sapi dan kambing yang relatif murah. Namun, hambatan perdagangan yang dikenakan pemerintah atas barang impor akan menghilangkan potensi manfaat bagi konsumen (consumer’s surplus). Artinya, konsumen tidak mendapatkan barang yang harga yang lebih murah/rendah.
The Common Agricultural Policy
Penulis yang pernah lama mengenyam studi di Eropa dan pernah berkunjung ke Komisi Eropa di Brussel, Belgia, memahami sekali kebijakan perlindungan petani. Bagi negara-negara Eropa, pertanian tidak hanya sebatas petani/peternak yang mendiami wilayah perdesaan.
Jika petani terpaksa pindah ke perkotaan atau beralih peran, Eropa akan kehilangan keindahan alam
Kata pertanian dalam bahasa Inggris adalah agriculture yang mengandung makna culture atau budaya di wilayah perdesaan. Artinya, ada interaksi sosial antara masyarakat yang menciptakan sistem, tata nilai, dan kelembagaan juga interaksi antarmasyarakat dengan lingkungannya yang menghasilkan landscape perdesaan.
Bagi negara-negara Eropa yang cenderung industrialis, perlindungan terhadap petani adalah suatu keniscayaan. Jika petani terpaksa pindah ke perkotaan atau beralih peran, Eropa akan kehilangan keindahan alam/landscape dan juga peran pertanian sebagai pemasok kebutuhan primer masyarakat UE.
Daya tarik Eropa bukan gedung-gedung yang menjulang tinggi, bukan jalan yang panjang dan mulus, melainkan keindahan alam perdesaan dan gedung-gedung tua bersejarah. Petani adalah perdesaan, dan perdesaan adalah pertanian. Dengan demikian, perlindungan terhadap petani berarti juga mempertahankan panorama alam dan sistem nilai juga kebudayaan.
Komisi Eropa telah menetapkan tujuan kebijakan umum pertanian (The Common Agricultural Policy) 2023-2027. Pertama, pendapatan petani yang adil. Kedua, daya saing. Ketiga, rantai pasok pangan. Keempat, perubahan iklim. Kelima, lingkungan.
Keenam, landscape. Ketujuh, regenerasi petani. Kedelapan, wilayah perdesaan. Kesembilan, pangan dan kesehatan. Adapun yang kesepuluh, pengetahuan dan inovasi.
Memperhatikan dari semua tujuan yang akan dicapai, terlihat jelas bahwa pembangunan pertanian memiliki dimensi yang sangat luas. Tidak hanya sebatas petani sebagai pelaku utama, juga dimensi iklim, lingkungan, landscape, kesehatan, dan pengetahuan, termasuk inovasi. Bagaimana penerus petani sekarang sudah jauh dipikirkan (antisipatif).
Dukungan pendapatan bagi petani menjadi pilar utama sejak diberlakukannya kebijakan ini. Bukan produksi yang menjadi target kebijakan karena mungkin dengan produksi yang meningkat, harga akan turun sesuai dengan karakter produk pertanian yang rendah elastisitas permintaannya.
Hal ini berbeda dengan kebijakan pertanian di Indonesia yang tidak ada kebijakan tertulis meningkatkan pendapatan petani. Dengan struktur insentif yang memadai, petani dapat tetap mempertahankan budi daya pertanian/peternakan yang secara tidak langsung dapat menekan proses migrasi atau pindah ke sumber pendapatan lainnya, menekan potensi peningkatan kemiskinan, dan penting dicatat adalah mempertahankan ekologi dan landscape perdesaan.
Pertanyaannya, mengapa Uni Eropa mempertahankan kebijakan dukungan pendapatan petani? Kebijakan proteksi yang sangat kuat terhadap petani refleksi dari kebijakan umum yang bersifat welfare state.
Negara berkewajiban meningkatkan kesejahteraan semua warga walaupun memiliki dampak trade off. Tidak semua akan mendapatkan manfaat positif yang linear atau asimetris.
Kebijakan proteksi perdagangan sesungguhnya dari kacamata neoklasik hanya akan mengalokasikan sumber daya yang tidak efisien. Cenderung berpihak kepada petani/peternak.
Pembayar pajak (tax payers) berkorban atas kebijakan ini. Namun, pilihan ini harus diambil untuk mengurangi kesenjangan pendapatan antara petani/peternak dengan sektor modern lainnya, misalnya industri dan jasa.
Pertanian dapat menjaga keseimbangan sosial dan alam yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi
Pendapatan petani di Uni Eropa di bawah pendapatan rata-rata secara keseluruhan. Sebagai contoh, di tahun 2017, rata-rata pendapatan petani kurang dari 50 persen dibandingkan pendapatan sektor lainnya (Mondelaers et al, 2018).
Sangat wajar petani/peternak mendapatkan perlindungan dari ketidakstabilan harga. Ketidakadaan struktur insentif, baik berupa proteksi perdagangan internasional dan instrumen keuangan, akan menghambat tercapainya tujuan-tujuan lainnya.
Dapat dipahami bahwa pertanian memiliki fungsi yang luas dan beragam (multifunctionality). Pertanian tidak hanya sebatas pemasok kebutuhan utama atau primer masyarakat. Pertanian dapat menjaga keseimbangan sosial dan alam yang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi (jasa lingkungan).
Lesson learned
Pertanian tidak hanya sebatas hubungan struktural antara petani sebagai manajer usahatani dan input pertaniannya lainnya dengan produksi pertanian dalam arti luas. Pertanian memiliki dimensi sosial, interaksi antara petani dan petani atau masyarakat di sekitarnya, petani dengan kelembagaan terkait, serta interaksi dengan alam lingkungan.
Tidak ada atau tidak cukupnya struktur insentif yang diterima petani akan berdampak terhadap perubahan struktur sosial dan peran pertanian sebagai penyedia jasa lingkungan akan berkurang atau punah dengan sendirinya.
Perlu ada kemauan politik untuk menetapkan standar hidup layak petani baik dari segi luas pengusahaan/jumlah ternak dan pendapatannya. Indeks nilai tukar pertanian tidak dapat dijadikan tolok ukur kesejahteraan petani.
Perlu ada kemauan politik untuk menetapkan standar hidup layak petani
Nilai tukar hanya menggambarkan rasio harga yang diterima dan harga barang yang dibeli. Padahal, dalam sistem pemasaran pertanian, struktur pasarnya cenderung oligopsoni di mana petani terbatas dalam mendapatkan harga terbaik dan bahkan sangat rentan atas gejolak di pasar. Apalagi, pada saat panen besar atau produksi meningkat, harga akan jatuh yang akan menekan pendapatan usahataninya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.