Iqtishodia
Mengamalkan Ekonomi Pancasila
Spirit gotong royong bisa membuat semua yang sebelumnya tidak mungkin terjadi menjadi mudah diwujudkan.
OLEH Osmaleli (Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB University)
Sejak bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaannya pada tahun 1945, kajian tentang ekonomi menjadi menarik untuk dilakukan hingga sekarang. Persoalan tentang konsep ekonomi yang harus dianut oleh Indonesia menjadi perdebatan yang serius di kalangan ekonom Indonesia, terutama ketika sudah dikaitkan dengan tiga hal.
Hal pertama yaitu ideologi ekonomi yang akan dipilih oleh Pemerintah Indonesia untuk merancang pembangunan perekonomian ke depan. Hal kedua, landasan ekonomi Indonesia pascakemerdekaan Republik Indonesia. Hal ketiga, arah dan visi pembangunan perekonomian Indonesia (Hastangka, 2012).
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keragaman budaya, bahasa, agama dan kearifan lokal, sebelum kemerdekaan pun sudah memiliki adat istiadat dan kearifan lokal yang sudah melekat di setiap sendi kehidupannya mereka, seperti adat istiadat di Minangkabau, Mandailing, Jawa, Bugis, Sunda, dan lainnya.
Adat istiadat dan kearifan-kearifan lokal inilah yang menjadi cikal bakal dari Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah hidup berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia.
Menurut Mubyarto dalam Kompas, 2003, ekonomi Pancasila adalah ekonomi pasar yang mengacu pada ideologi Pancasila. Artinya, mekanisme bekerjanya (sistem) ekonomi Pancasila didasarkan pada data-data riil ekonomi Indonesia dan tindakan pelaku-pelaku ekonomi yang moralistik, sosio-nasionalistik, dan sosio-demokratik.
Ekonomi Pancasila bukanlah ekonomi normatif tetapi ekonomi positif sekaligus normatif karena menggambarkan secara rill perilaku nyata manusia Indonesia yang merupakan homo socius, homo ethicus, sekaligus homo economicus dalam sistem ekonomi yang berdasar atas asas kekeluargaan (Hastangka, 2007). Dasar moral ekonomi pancasila mengedepankan gotong royong, kebersamaan, kemanusiaan, dan kekeluargaan.
Menurut Mubyarto, 2003, ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi sejalan, sesuai dan setia pada asas-asas pancasila. Menurut Mubyarto dalam bukunya yang berjudul Revolusi Menuju Sistem Ekonomi Pancasila, 2004, ekonomi Pancasila bukanlah sistem ekonomi baru yang masih dicari-cari tetapi harus diciptakan untuk menggantikan sistem ekonomi yang kini dianut oleh bangsa Indonesia.
Bibit-bibit sistem ekonomi Pancasila sudah ada dan sudah dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama pada masyarakat pedesaan dalam bentuk usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Filsafat ilmu tidak mesti ditemukan dalam dunia pengetahuan barat sebagaimana kini mendominasi di pendidikan modern. Sebaliknya, filsafat yang digali dari dalam diri manusia Indonesia patut untuk dirujuk.
Pendidikan tidak harus menduplikasi apa yang berkembang di negara maju. Sebaliknya kesesuaian dengan jati diri bangsa patut untuk dijadikan sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bukan untuk mencari perbedaan dari filsafat ilmu lain tetapi landasan filosofi pancasila memang menjadi sikap dasar masyarakat Indonesia.
Hari ini, apakah sudah ada yang menerapkan konsep ekonomi Pancasila? Jawabannya sudah, konsep ini sudah diterapkan oleh Rumah Kopi Ranin.
Hasil diskusi dengan Pramono, sebagai pemilik Kopi Ranin menyampaikan bahwa ekonomi Pancasila adalah ekonomi kebahagiaan. Rumah Kopi Ranin menjalani usaha dengan semangat gotong royong yang menjadi saripati Pancasila.
Pada awal mula berdiri, Kopi Ranin mengalami kesulitan untuk mendapatkan green bean yang berkualitas dari keluarga pekebun. Namun, dengan semangat untuk membantu keluarga pekebun memiliki keterampilan dan pengetahuan tentang kualitas, akhirnya bisa terlaksana beberapa pelatihan. Sehingga pekebun tidak hanya menjadi buruh dengan menjual produk mentah buah kopi, tetapi menghasilkan kopi green bean yang bagus.
Sejak awal kopi dikenal di Indonesia pada masa Belanda, petani hanya diperlakukan untuk melakukan pekerjaan di kebun tanpa kesempatan untuk mengetahui hasil akhir dari produknya. Petani kemudian menjadi identik dengan pekerja kasar dan buruh.
Dengan spirit gotong royong dalam membagi pengetahuan dan keterampilan tentang kualitas, kehidupan pekebun kopi berubah dari buruh menjadi pengusaha karena mereka bisa menghasilkan produk olahan berkualitas. Menariknya lagi, pekebun kopi yang tidak memiliki lahan kini sangat mengapresiasi program pemerintah berupa reforma agraria dengan skema perhutanan sosial.
Dampaknya para petani yang awalnya kapasitas keterampilannya kurang termanfaatkan karena tidak punya lahan menjadi petani bisa bekerja untuk dirinya sendiri. Dengan diberikan hak akses pada lahan kapasitas, mereka menjadi terpakai dan bisa menjadi petani yang berdaulat. Masih banyak sekali kapasitas rakyat dengan berbagai keterampilan pertanian, perikanan, peternakan, dan kerajinan selama ini tidak termanfaatkan karena belum diberikan akses lahan, modal, kemudahan izin, dan informasi pasar.
Spirit gotong royong bisa membuat semua yang sebelumnya tidak mungkin terjadi menjadi mudah diwujudkan. Kunci dari spirit gotong royong adalah mampu mendahulukan kepentingan sebagian besar orang dan menolong yang memerlukan.
Tentu saja istilah mendahulukan perolehan profit menjadi kurang relevan, karena yang didahulukan adalah nilai yang lebih besar manfaatnya bagi sebagian besar orang.
Sesuai hasil diskusi dengan Pramono, tim Kopi Ranin sudah merasakan bahwa mulai tumbuh di masyarakat kesadaran untuk mengonsumsi produk yang dihasilkan oleh sebuah proses produksi yang memiliki dampak sosial ataupun konservasi alam. Ketika disampaikan bahwa produk yang ditawarkan adalah dihasilkan oleh pekebun kopi rumah tangga, para pelanggan memberikan apresiasi lebih.
Artinya pola konsumsi hari ini, bukan lagi didasarkan oleh harga paling murah yang ditawarkan. Tetapi juga pada aspek value yang diberikan oleh sebuah produk.
Aspek traceability atau ketelusuran dari produk mulai diperhatikan oleh masyarakat. Traceability bukan saja bermakna tentang asal usul daerah penghasil, melainkan juga masyarakat ingin mengapresiasi lebih sebuah produk yang memiliki dampak sosial lebih luas.
Pola konsumsi hari ini bukan lagi didasarkan oleh harga paling murah yang ditawarkan
Konsumen juga mulai memilih produk untuk dipakai yang ikut menyelamatkan atau mengonservasi lingkungan, termasuk bila ikut melestarikan kebudayaan. Konsumen yang tercerahkan menyadari bahwa mengonsumsi barang dan jasa yang menciptakan kemiskinan dan kerusakan lingkungan akan ikut membuat dirinya terpapar oleh negative vibes atau energi kerusakan.
Spirit gotong royong juga termasuk mendahulukan kepentingan makhluk selain manusia. Spirit gotong royong yang merupakan saripati dari Pancasila tersebut bisa ditumbuhkan melalui proses pendidikan yang benar dan laku spiritual.
Rasionalitas yang diasah melalui pendidikan yang selama ini dominan diajarkan terasa belum mampu membedakan kesenangan dan kebahagiaan. Kesenangan sifatnya diperoleh dari luar diri seperti kekayaan materi dan bermacam stimulan indrawi. Sedangkan, kebahagiaan lebih pada aspek di dalam diri, seperti rasa syukur dan perasaan berkelimpahan termasuk perasaan cinta kasih.
Ekonomi pancasila dalam pengertian ekonomi kebahagiaan kiranya bisa menjadi interpretasi yang lebih mudah diterima oleh sebagian besar generasi muda saat ini.
Pertanyaannya apakah mungkin konsep ekonomi pancasila sebagai bagian dalam kurikulum di setiap kampus di Indonesia dan dilakukan praktek langsung oleh masyarakat Indonesia? Tentu jawabannya bisa, tinggal masyarakat Indonesia bisa saling terbuka dan mampu adaptif.
Inilah salah satu tantangan dari sudut pandang filsafat ilmu. Masyarakat Indonesia sendiri harus mampu adaptif dengan tujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berkeadilan, menyejahterahkan, dan berkelanjutan bagi kehidupan seluruh makhluk hidup di bumi.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.