Internasional
Pimpinan Hizbullah, Hamas, Jihad Islam Bertemu. Apa yang Dibahas?
Hizbullah telah terlibat baku tembak setiap hari dengan pasukan Israel.
Oleh KAMRAN DIKARMA
BEIRUT -- Kelompok perlawanan Palestina mendapatkan angin setelah bertemu dengan pemimpin Hizbullah. Pertemuan tersebut membahas strategi yang akan dilakukan untuk memenangkan pertempuran melawan Israel.
Pertemuan antara Kepala Pemimpin Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah, Wakil Ketua Hamas Saleh al-Arouri, dan Ketua Jihad Islam Ziad al-Nakhala disiarkan lewat keterangan tertulis dari Hizbullah pada Rabu (25/10/2023) tanpa menyebutkan kapan pertemuan tersebut dilakukan.
Sebagai bagian dari aliansi regional yang didukung Iran, Hizbullah yang bersenjata lengkap telah terlibat dalam baku tembak setiap hari dengan pasukan Israel. Pertempuran terjadi di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon sejak kelompok Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober.
"Sebuah penilaian dilakukan terhadap posisi internasional yang diambil dan apa yang harus dilakukan oleh pihak-pihak dalam Poros Perlawanan untuk mewujudkan kemenangan nyata bagi perlawanan di Gaza dan Palestina serta menghentikan agresi brutal," kata Hizbullah.
Ia mengatakan akan ada kesepakatan untuk melanjutkan koordinasi ini lebih lanjut. Saat ini, Israel terus menargetkan para pejabat, pemimpin, dan pejuang dari kelompok ini secara massif.
Dalam serangan Israel terbaru ke kelompok ini, Hizbullah mengumumkan pada Rabu bahwa dua pejuangnya telah syahid. Situasi ini terus meningkatkan jumlah korban tewas di jajaran para pejuang militan Palestina menjadi 40 orang pejuang sejak dimulainya konflik ini.
Hizbullah dinilai memiliki kekuatan militer yang kuat di kawasan. Tidak kurang, pengakuan tersebut disampaikan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant yang menyebut Hizbullah 10 kali lebih kuat dari Hamas. “Hizbullah 10 kali lebih kuat dari Hamas,” ujar Gallant dalam pertemuan tertutup dengan pejabat senior pemerintah Israel, dilaporkan lembaga penyiaran publik Israel, KAN, Kamis (19/10/2023).
Lembaga riset pertahanan asal Israel, Institute for National Security Studies (INSS), mengungkapkan, kelompok Hizbullah Lebanon memiliki sekitar 200 ribu roket dan 100 ribu anggota yang siap bertempur. Hal itu diungkap ketika militer Israel dan Hizbullah terlibat konfrontasi di wilayah perbatasan Israel-Lebanon.
“Persenjataan mereka yang luas mencakup sekitar 150 hingga 200 ribu roket, bom mortir, dan rudal, yang ratusan rudalnya memiliki presisi tinggi dan daya rusak yang sangat tinggi,” kata INSS dalam laporannya, dikutip laman Al Arabiya, Senin (23/10/2023).
INSS mengungkapkan, Hizbullah memiliki sekitar 40 ribu roket tipe Grad dengan jangkauan pendek 15-20 kilometer, sekitar 80 ribu roket jarak menengah-jauh yang mampu menempuh jarak hingga 100 kilometer, serta sekitar 30 ribu roket dan rudal jarak jauh yang mampu menempuh jarak 200-300 kilometer. Selain itu, Hizbullah memiliki beberapa ratus proyektil Fatah 110, yakni rudal balistik berbahan bakar padat jarak pendek yang dikembangkan dan diproduksi oleh Iran.
Menurut INSS, Fatah 110 membawa sekitar 500 kilogram bahan peledak, dilengkapi dengan mekanisme navigasi berbasis GPS yang tepat dan memiliki akurasi tinggi serta potensi destruktif. Selain itu, INSS menyebut Hizbullah memiliki rudal permukaan ke udara C802 berkualitas tinggi buatan Cina dan Yakhont buatan Rusia. Yakhont adalah rudal anti-tank Kornet canggih yang mampu meluncurkan bom mortir. Hizbullah juga disebut mempunyai rudal antipesawat jenis SA-17 dan SA-22 yang mampu menghantam drone maupun helikopter.
Laporan INSS mengenai kekuatan persenjataan Hizbullah belum diverifikasi secara independen. INSS mengatakan, jumlah pasukan reguler dan cadangan Hizbullah diperkirakan mencapai antara 50 hingga 100 ribu personel.
Gencatan senjata
Kekuatan politik tertentu di Barat telah terbukti tidak mampu menghasilkan resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB yang menyerukan gencatan senjata dan penyelesaian konflik Israel-Palestina, bahkan setelah muncul laporan bahwa ribuan anak-anak Gaza gugur dibantai Israel di Jalur Gaza, kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova. "Ini adalah hal yang paling jelas dan sederhana yang harus dilakukan dalam situasi ini, Barat menolak hanya untuk menghasilkan pernyataan, resolusi, dokumen dengan seruan terpadu untuk gencatan senjata," kata Maria Zakharova, Selasa (25/10/2023).
Ia mengomentari data Unicef yang mengonfirmasi bahwa sudah lebih dari 2.300 anak-anak telah gugur di Jalur Gaza sejak konflik meningkat. Zakharova mengatakan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk menyetujui resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB terkait masalah ini. "Dan bahkan angka-angka ini tidak dapat memaksa kekuatan politik tertentu di Barat untuk sadar dan menyadari apa yang sedang terjadi," kata diplomat itu.
Menurut Unicef, lebih dari 2.300 anak telah meninggal dan lebih dari 5.300 lainnya mengalami luka-luka di Jalur Gaza selama 18 hari sejak konflik itu berkobar. Di mana akar masalahnya telah lama membara dan dibiarkan meningkat menjadi serangan kekerasan yang baru. Menurut sebuah pernyataan dari organisasi tersebut, lebih dari 400 anak terbunuh atau terluka setiap hari dalam serangan penembakan yang tak henti-hentinya di daerah kantong tersebut.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Hamas Bebaskan Tawanan Lansia, Pejabat Israel Kebakaran Jenggot
Sosok Yocheved Lifshitz sempat viral saat pelepasan dirinya bersama pejuang Hamas menunjukkan gestur menyejukkan.
SELENGKAPNYAHamas Bebaskan Sandera, Israel Lipatgandakan Tahanan Palestina
Jumlah tahanan Palestina kini telah meningkat menjadi lebih dari 10.000 orang.
SELENGKAPNYAApakah Anak-Anak Gaza yang Gugur Termasuk Syuhada?
Setiap anak mukallaf (belum baligh) yang meninggal, statusnya ahli surga.
SELENGKAPNYA