Iqtishodia
Tanah Abang, UMKM, dan Social Commerce
Pedagang harus terus didorong untuk memanfaatkan kemajuan teknologi.
OLEH Muhamad Hermansyah (Alumnus Departemen Manajemen FEM IPB)
Ali Mutasowifin (Dosen Departemen Manajemen FEM IPB)
Berkembangnya industri digital telah melahirkan istilah baru, yaitu social commerce, yakni perpaduan antara media sosial dan e-commerce. Hadirnya social commerce seperti Tiktok Shop langsung melejit dalam waktu singkat, yang kemudian dituding telah merugikan para pedagang yang selama ini berjualan secara luring.
Para pedagang di Pusat Grosir Tanah Abang yang sering dikunjungi para pejabat, misalnya, mengeluhkan turunnya penjualan toko mereka sejak Tiktok Shop beroperasi. Keluhan itu kemudian ditanggapi pemerintah dengan merevisi Permendag 50 Tahun 2020 menjadi Permendag 31 Tahun 2023. Salah satu poin revisi adalah melarang media sosial melayani transaksi dan pembayaran di platformnya seperti e-commerce.
Dalam aturan baru tersebut, penyelenggara media sosial menyediakan fitur, menu, dan atau fasilitas tertentu untuk pedagang melakukan penawaran barang dan atau jasa. Dengan demikian, platform tersebut hanya boleh mempromosikan barang dan jasa tanpa dapat melakukan transaksi.
Apakah kebijakan pemerintah ini tepat atau tidak, apakah setelah ini Pasar Tanah Abang dan pasar-pasar sejenis akan kembali ramai, akan perlu diuji oleh waktu. Namun, tidak sedikit pula suara pedagang, afiliator, content creator, juga para pelanggan yang mengaku selama ini terbantu dengan adanya social commerce dan dirugikan oleh beleid pelarangan social commerce.
Banyak yang meyakini, alih-alih melarang, pemerintah seharusnya mendorong para pedagang yang belum terbiasa dengan ranah digital agar dapat lebih memanfaatkan kemajuan teknologi. Data Kemenkop UKM (2022) menunjukkan, jumlah UMKM di Indonesia per Mei 2022 mencapai 65 juta lebih. Namun, dari angka tersebut, hanya sedikit yang telah mampu memanfaatkan digitalisasi dalam usaha mereka, salah satunya dalam bertransaksi secara daring, yakni sekitar 20,76 juta unit atau kurang lebih 31,9 persen UMKM.
UMKM yang terhubung dengan ekosistem digital per Juni 2023 baru sekitar 2 juta UMKM, yakni yang memanfaatkan dan terintegrasi dengan ekosistem social commerce, khususnya Tiktok Shop (Pradana 2023). Berdasarkan survei yang dilakukan DSInnovate (2023), UMKM yang telah memanfaatkan platform social commerce menunjukkan beberapa manfaat ketika menggunakan social commerce Tiktok Shop dan Instagram Shop.
Manfaat bagi penjual
Manfaat tersebut di antaranya adalah peningkatan omzet (19,4 persen), diikuti oleh peluang pemasaran yang lebih luas (17,6 persen), mendapatkan lebih banyak konsumen (13,1 persen), peningkatan jumlah pesanan baru (9,5 persen), dan kemudahan dalam memasarkan produk (9,3 persen). Manfaat-manfaat tersebut dirasakan UMKM dengan mengoptimalkan fitur shopping yang ada pada laman social commerce, seperti live streaming dan creative content marketing, yang juga disertai dengan interaksi dan feedback yang diberikan secara langsung kepada konsumen tanpa perlu mengeluarkan biaya lebih.
Aktivitas perdagangan elektronik melalui media sosial bisa menjadi solusi untuk menumbuhkan iklim digital di kalangan pengusaha kecil dan menengah. Hal itu juga bisa menjadi solusi UMKM yang terkendala biaya untuk melakukan aktivitas bisnis secara luring. Penggunaan social commerce dengan basis aplikasi digital media sosial menjadi salah satu kelebihan yang bisa dijadikan UMKM untuk lebih adaptif dengan sistem perdagangan daring.
Fitur perdagangan sosial yang terintegrasi dengan akun pengguna media sosial membuat pelaku usaha tidak perlu penyesuaian yang rumit dan memakan waktu lama (Masyukrilla 2023). Bahkan, bisa dikatakan aktivitas menjajakan produk dagangan menjadi sesuatu yang menyenangkan seperti berselancar di dalam media sosial. Hal itu diperkuat oleh pengalaman publik terhadap aktivitas jual beli di media sosial yang ternyata juga sangat tinggi.
Tidak kurang dari 86 persen responden survei mengaku pernah berbelanja secara daring melalui media sosial (Populix 2022). Jika potensi tersebut dapat dimanfaatkan, maka UMKM akan memiliki kontribusi yang optimal untuk pertumbuhan ekonomi nasional yang sejalan dengan salah satu poin dari 17 poin Tujuan Global, yaitu pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi yang tersusun dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG’s).
Jika potensi UMKM dan social commerce dapat dimaksimalkan, maka akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, terbukanya berbagai kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua (Bappenas 2015).
Kunci keberhasilan transaksi daring
Bertransaksi secara daring merupakan salah satu ciri kemajuan teknologi informasi yang dapat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam bertransaksi secara daring, kepercayaan merupakan salah satu hal yang berpengaruh penting bagi konsumen (Rosdiana et al. 2019). Ini terutama berlaku untuk produk yang melibatkan pengalaman di mana konsumen tidak dapat mencoba sebelum membeli dan tidak dapat dikembalikan (Daroch et al. 2021).
Bertransaksi secara daring merupakan salah satu ciri kemajuan teknologi informasi
Hal ini membuat pembelian semacam itu berisiko dan memaksa konsumen untuk lebih bergantung pada informasi yang tersedia untuk menumbuhkan kepercayaan. Studi terdahulu menunjukkan bahwa membangun kepercayaan konsumen adalah poin utama pembelian secara daring (Cheung i. 2008; Sia et al. 2009). Karena transaksi online tidak dilakukan secara tatap muka, pembeli biasanya membutuhkan kepercayaan dan informasi yang berguna untuk lebih memahami toko dan produk.
Salah satu sumber informasi yang mudah didapatkan dari social commerce merupakan informasi dari pengguna lain, baik penjual atau konsumen lain yang didapatkan melalui interaksi. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu, yang menyebutkan bahwa semakin banyak informasi dibagikan, semakin banyak interaksi dan pertukaran, sehingga situs perdagangan sosial akan berkembang pesat (Robert et al. 2008).
Konsep social commerce didasarkan pada komunikasi jaringan dan dalam komunikasi ini orang berbagi pengetahuan dan informasi yang berasal dari pengalaman mereka sebelumnya (Ghahtarani et al. 2020). Hal inilah yang mengarahkan kepada proses online trust (kepercayaan daring) yang didapatkan dengan social interaction (interaksi sosial) yang mengarahkan konsumen untuk memiliki rasa percaya pada sebuah produk yang ingin dibeli. Kondisi itu memacu konsumen menuju kepada purchase intention (minat beli).
Menurut Goh dan Lin (2012), purchase intention untuk merek terkait dapat meningkat dengan adanya keterlibatan atau interaksi konsumen dalam komunitas di media sosial. Untuk mencapai keberhasilan dan kegiatan transaksional, pemasar perlu pula mengembangkan pemahaman mengenai bagaimana niat konsumen untuk melakukan pembelian (purchase intention).
Niat beli konsumen memiliki urgensi penting yang memengaruhi konsumen untuk melakukan keputusan pembelian (Solihin 2020). Hal ini menjadi krusial dalam menilai dampak dan keefektifan social commerce terhadap minat beli konsumen, khususnya kepada pengguna dan penjual ditinjau dari faktor social interaction dan online trust social commerce di Indonesia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.