Iqtishodia
Perencanaan Keuangan dan Kualitas Hidup Generasi Sandwich
Persiapan dana masa depan tidak hanya bisa dilakukan dalam bentuk tabungan tunai.
Oleh Della Permata Sari (Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB); Aisyah Nur’aeni (Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB); Drian Bias Muliawati (Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB); Monica Aulia Pratiwi (Mahasiswa Departemen Manajemen FEM IPB); Lukytawati Anggraeni (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB)
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan generasi sandwich menjadi perhatian penting dalam konteks perubahan demografi dan sosial. Generasi sandwich merujuk pada generasi orang dewasa yang merawat orang tua mereka yang lanjut usia sambil juga memiliki tanggung jawab terhadap anak-anak mereka sendiri.
Mirip dengan roti sandwich yang terjepit antara dua lapisannya. Generasi ini berada dalam posisi “terjepit” di antara perawatan orang tua yang memerlukan waktu dan perhatian ekstra serta kebutuhan dan tanggung jawab terhadap anak-anak mereka.
Fenomena generasi sandwich akan semakin meningkat karena faktor demografi di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia pada 2022 mencapai 275,7 juta orang, mengalami peningkatan sebesar 1,13 persen dibandingkan tahun sebelumnya (BPS, 2022).
Namun, yang menarik perhatian adalah perbandingan antara penduduk usia produktif dan usia non-produktif, yang menurut Sensus Penduduk 2020 mencapai 52,25 persen dan 47,75 persen. Persentase penduduk kategori lansia juga mengalami peningkatan dari 7,18 persen pada 2000, meningkat menjadi 7,60 persen pada sensus 2010, meningkat menjadi 10,70 persen pada sensus 2020, dan pada 2025 diperkirakan sebesar 12,50 persen (BPS, 2002; BPS, 2011; BPS 2021).
Hal tersebut dipengaruhi peningkatan angka harapan hidup Indonesia, yang mana pada 2022 mencapai 69,9 tahun untuk laki-laki dan 73,8 tahun untuk perempuan (BPS, 2023). Hal ini tentunya akan mendorong peningkatan jumlah generasi sandwich yang perlu menjadi menjadi perhatian kita bersama.
Generasi sandwich banyak ditemui di negara berkembang seperti Indonesia yang dikenal mempunyai nilai-nilai kekerabatan dan kekeluargaan yang sangat kuat. Salah satunya saat seorang anak setelah dibesarkan orang tuanya sudah selayaknya berbakti kepada orang tuanya. Tanda bakti sering dimaknai sebagai membantu, bahkan menopang kehidupan ekonomi orang tuanya.
Oleh karena itu, fenomena ini sering dijelaskan sebagai tradisi kekeluargaan, bukan dianggap sebagai isu sosial. Padahal, generasi sandwich menghadapi tantangan dan perkembangan yang berkaitan dengan perawatan orang tua dan tanggung jawab mereka terhadap anak-anak. Artinya, penting bagi mereka untuk mendapatkan dukungan, merencanakan perencanaan keuangan, dan menjaga keseimbangan hidup agar dapat mengatasi peran ganda ini dengan baik.
Permasalahan generasi sandwich
Keberadaan generasi sandwich memberikan dampak positif bagi keluarga, seperti kedekatan emosional dengan orangtua dan anak serta rasa kepuasan dalam memberikan dukungan. Namun, peran ganda generasi sandwich dalam merawat orang tua serta anak dapat terkendala faktor keuangan. Kondisi itu mendorong mereka untuk bekerja dalam durasi yang lebih lama atau melakukan berbagai aktivitas/pekerjaan agar dapat memenuhi kebutuhan finansial keluarga, dengan batasan waktu istirahat yang terbatas.
Permasalahan keuangan ini akan berdampak kepada kondisi kesehatan generasi sandwich tidak hanya fisik, tapi juga kesehatan mental karena berada dalam tekanan untuk terus-menerus menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Kompleksitas masalah peran ganda ini dapat berdampak pada penurunan kesehatan, peningkatan tingkat stres, dan kesulitan mencapai keseimbangan hidup, terutama bagi pekerja wanita. Menurut American Psychological Association pada tahun 2007, sekitar 40 persen wanita generasi sandwich memiliki tingkat stres yang sangat tinggi.
Berbagai permasalahan dapat muncul akibat adanya fenomena generasi sandwich.
Bahkan, berbagai permasalahan dapat muncul akibat adanya fenomena generasi sandwich, seperti kasus pembunuhan berencana yang terjadi di Magelang. Pelaku meracuni keluarganya karena merasa terbebani dengan kewajiban menanggung ekonomi ayah, ibu, dan kakaknya.
Peningkatan beban pengasuhan akan sejalan dengan kenaikan angka harapan hidup penduduk Indonesia sehingga diperlukan memerlukan perencanaan keuangan yang baik karena persentase penduduk lansia yang tinggal bersama dalam bentuk keluarga besar, baik tinggal bersama maupun tiga generasi mencapai 64,62 persen (BPS, 2017).
Kajian di Kabupaten Bogor
Dengan merujuk pada temuan tersebut, salah satu langkah yang dapat diambil adalah melibatkan perencanaan keuangan sejak awal untuk mengatasi tantangan finansial yang dihadapi. Kelompok Riset Sosial Humaniora dari Tim Program Kreativitas Mahasiswa IPB University tengah melakukan penelitian terkait isu tersebut dengan fokus pada tema "Urgensi Perencanaan Keuangan untuk Mengurangi Beban Pengasuhan dan Meningkatkan Kualitas Hidup pada Pekerja Wanita".
Penelitian ini dipusatkan di Kabupaten Bogor. Daerah ini dipilih karena memiliki tingkat dependency ratio yang tinggi dibandingkan dengan kabupaten atau kota lainnya. Penelitian ini berupaya membandingkan tingkat literasi keuangan, beban pengasuhan, dan kualitas hidup antara generasi sandwich dan generasi non-sandwich, khususnya pada pekerja wanita.
Survei dilakukan terhadap 60 pekerja pekerja wanita di Kabupaten Bogor, yang terdiri atas generasi sandwich (30 orang) dan non-sandwich (30 orang). Sebagian besar responden generasi sandwich (53,33 persen) tinggal bersama orang tua atau mertua, sedangkan generasi non-sandwich hanya sebesar 13,33 persen.
Generasi sandwich harus membagi waktu untuk merawat orang tua mereka yang fisiknya semakin rentan sekaligus menyiapkan kebutuhan anak-anak yang masih kecil. Beban yang ditanggung tidak hanya terkait tenaga dan waktu dalam pengasuhan, tapi juga beban finansial. Secara rata-rata, generasi sandwich mengeluarkan Rp 1,2 juta per bulan untuk biaya hidup orang tua mereka.
Sedangkan generasi non-sandwich hanya mengeluarkan Rp 560 ribu per bulan, uang tersebut sebagai bentuk bakti mereka kepada orang tua bukan untuk menanggung biaya hidup secara keseluruhan. Tingginya tanggungan untuk membiayai orang tua dan anak membuat generasi sandwich kesulitan untuk mengelola keuangan mereka. Terbukti, sebanyak 46 persen responden merasa tidak dapat menutupi pengeluaran dari pemasukan yang mereka miliki.
Hasil riset juga menunjukan bahwa literasi keuangan generasi sandwich lebih rendah 1,65 persen daripada generasi non-sandwich. Hal ini akan menimbulkan risiko bagi generasi sandwich karena kurangnya kemampuan untuk menyusun perencanaan keuangan yang baik dan mengambil keputusan keuangan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Selain itu, beban pengasuhan yang ditanggung generasi sandwich 16,25 persen lebih tinggi yang mengindikasikan bahwa generasi sandwich memiliki beban finansial, fisik, dan emosional yang lebih berat daripada non-sandwich.
Beban finansial yang ditanggung oleh mereka secara rata rata sebesar Rp 945 ribu per bulan baik untuk orang orang tua, anak, maupun mertua mereka. Mereka lebih sering mengalami kelelahan secara fisik dan mengalami stres yang lebih sering dalam lima hari kerja. Hal tersebut berimplikasi pada kualitas hidup generasi sandwich yang lebih rendah sebesar 5,92 persen dibandingkan generasi non-sandwich.
Beban pengasuhan memiliki dampak negatif yang signifikan, menunjukkan bahwa semakin tinggi beban pengasuhan yang harus ditanggung oleh seorang generasi sandwich, semakin besar kemungkinan kualitas hidup mereka mengalami penurunan. Generasi sandwich, yang merangkap peran merawat orang tua dan anak-anak, seringkali dihadapkan pada tantangan ganda yang mencakup tanggung jawab finansial, emosional, dan fisik.
Beban pengasuhan yang berlebihan dapat mengakibatkan stres, kelelahan, dan ketidakseimbangan dalam kehidupan sehari-hari. Penurunan kualitas hidup bisa terjadi karena kesulitan dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan keluarga yang berbeda, memicu ketegangan dalam hubungan, dan menyebabkan dampak negatif terhadap kesejahteraan pribadi. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mengatasi beban pengasuhan dengan strategi yang bijaksana guna meningkatkan kualitas hidup generasi sandwich.
Riset ini menemukan bahwa literasi keuangan, beban pengasuhan, dan pendidikan memainkan peran penting pada kualitas hidup. Kemampuan individu dalam memahami dan mengelola keuangan dengan bijaksana memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk kualitas hidup seseorang.
Dengan memahami aspek-aspek keuangan, individu dapat membuat keputusan yang cerdas terkait pengeluaran, investasi, dan perencanaan masa depan. Keberanian untuk membuat keputusan finansial yang tepat dapat membantu mencegah masalah keuangan yang serius dan memberikan rasa aman finansial.
Selain itu, kemampuan untuk mengelola keuangan dengan baik juga membuka pintu untuk peluang investasi yang dapat meningkatkan kekayaan seseorang. Dengan demikian, peningkatan kualitas hidup dapat dicapai melalui pemahaman dan pengelolaan keuangan yang bijaksana, memberikan stabilitas ekonomi yang mendukung kehidupan yang lebih baik dan memuaskan.
Urgensi perencanaan keuangan
Beban peran ganda generasi sandwich dapat diatasi dengan perencanaan keuangan keluarga yang baik. Namun, kenyataannya, banyak dari mereka masih memiliki literasi keuangan yang relatif rendah.
Pemahaman yang terbatas tentang manajemen keuangan dapat menjadi hambatan yang signifikan dalam mengatasi tantangan finansial yang melekat pada situasi ini. Oleh karena itu, penting untuk memberdayakan generasi sandwich melalui peningkatan literasi keuangan agar mereka dapat mengelola secara efektif aspek finansial yang terkait dengan tugas rumah tangga ganda yang mereka hadapi.
Dengan kurangnya perencanaan keuangan, generasi sandwich sangat rentan akan risiko keuangan yang merugikan. Tantangan ini tentu perlu menjadi perhatian khusus dari berbagai pihak. Peningkatan perencanaan keuangan dapat menjadi langkah awal bagi generasi sandwich untuk mengelola beban pengasuhan sekaligus meningkatkan kualitas hidup mereka.
Analisa strategi peningkatan perencanaan keuangan dilakukan dengan metode importance performance analysis (IPA). Metode ini digunakan untuk menganalisis perencanaan-perencanaan keuangan yang dibutuhkan oleh generasi sandwich dengan memetakan antara kebutuhan dan kepentingan dalam lingkup keuangan keluarga.
Hasil analisis menunjukan bahwa responden belum memahami dan mengakses produk-produk perbankan yang seharusnya menjadi pilar utama dalam perencanaan keuangan mereka. Produk-produk perbankan seperti tabungan, deposito, giro, asuransi, dana pensiun maupun investasi dapat dijadikan alat untuk mengelola keuangan mereka.
Pemahaman produk perbankan memungkinkan seseorang untuk membuat keputusan bijaksana dalam hal finansial. Banyak produk perbankan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda seperti tabungan perencanaan, kredit konsumsi, hingga asuransi.
Selain itu, generasi sandwich juga merasa kesulitan untuk memisahkan dana masa depan dalam bentuk tabungan atau aset lainnya. Kesulitan tersebut didasari karena banyaknya pengeluaran untuk anak dan orang tua dibandingkan dengan penghasilan yang mereka miliki.
Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukan oleh The Transamerica Center for Retirement Studies yang menemukan bahwa 33 persen wanita hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup dasar. Kesulitan untuk menyisihkan dana tabungan ini akan memberikan risiko besar untuk kesejahteraan finansial di masa mendatang.
Padahal, cadangan dana selain dapat digunakan untuk tabungan masa depan, dapat pula dimanfaatkan untuk kejadian yang tak terduga seperti kehilangan pekerjaan, kecelakaan, hingga bencana yang dapat memengaruhi stabilitas finansial.
Persiapan dana masa depan tidak hanya bisa dilakukan dalam bentuk tabungan tunai. Banyak produk perbankan yang dapat digunakan untuk investasi. Instrumen investasi seperti obligasi, saham, emas, maupun properti dapat menghasilkan pertumbuhan dana yang lebih baik daripada hanya menyimpan di rekening tabungan.
Sumber pendapatan pasif dapat diperoleh dari investasi, misalnya pendapatan sewa dari properti atau deviden dari saham dan obligasi. Uang tersebut dapat menjadi pendapatan tambahan untuk mengatasi beban keuangan yang timbul akibat menanggung peran ganda. Selain itu, investasi menciptakan fondasi keuangan yang lebih kuat bahkan dapat diwariskan pada generasi sebelumnya agar tidak terjebak pada kondisi finansial yang sama pada masa depan.
Berdasarkan kasus yang dihadapi oleh generasi sandwich, ada beberapa rekomendasi perencaan keuangan yang dapat diterapkan. Pertama, edukasi mengenai pemahaman tentang produk perbankan seperti tabungan, deposito, giro, asuransi, dana pensiun dan investasi. Masing-masing produk perbankan memiliki fungsi yang berbeda yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan tujuan finansial mereka.
Generasi sandwich dapat memulai investasi sebagai sumber pendapatan mereka.
Kedua adalah pemisahan dana untuk masa depan dengan cara memprioritaskan kebutuhan dengan mengidentifikan pengeluaran agar dapat menyisihkan dana. Dana ini dapat digunakan untuk rencana spesifik seperti pendidikan anak hingga pensiun. Selain itu, penyisihan dana dapat digunakan untuk kebutuhan mendesak maupun keadaan darurat.
Penyisihan dana tidak hanya dalam bentuk tabungan. Generasi sandwich dapat memulai investasi sebagai sumber pendapatan mereka. investasi yang konsisten dapat memberikan keuntungan seiring dengan waktu. Walaupun penghasilan terbatas, pekerja wanita dapat memulai investasi sedikit demi sedikit.
Dengan meningkatkan literasi keuangan, pekerja wanita dari generasi sandwich dapat melakukan langkah-langkah perencanaan keuangan yang bijaksana. Pemanfaatan produk keuangan, penyisihan dana masa depan, hingga investasi dapat menciptakan kestabilan finansial. Ini dapat mengurangi beban pengasuhan dan tingkat stres, sehingga peningkatan kualitas hidup generasi sandwich bersama keluarga tercinta dapat terwujud.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.