Sains
Perubahan Iklim dan Nyamuk yang Kian Hidup Makmur
Nyamuk bisa menjadi satu-satunya spesies yang mendapat manfaat dari perubahan iklim
Krisis iklim diduga menjadi salah satu penyebab ukuran nyamuk saat ini yang dianggap menjadi lebih besar. Nyamuk bisa menjadi satu-satunya spesies yang mendapat manfaat dari perubahan iklim.
Karena cuaca yang lebih hangat dan basah yang menyertai pemanasan global, melahirkan lingkungan yang ideal bagi hewan jenis serangga tersebut. Para ahli penyakit yang ditularkan oleh nyamuk khawatir bahwa ketika suhu global terus meningkat, cuaca yang lebih hangat dan lebih lembap akan menjadi hal biasa di tempat-tempat baru.
Sehingga menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat berkembang biak yang sempurna bagi populasi nyamuk. Ketika suhu memanas dan nyamuk bermigrasi, jangkauan nyamuk yang lebih luas dan masa hidup lebih lama memberi mereka peluang besar untuk menyebarkan penyakit di wilayah-wilayah baru di dunia.
Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang paling memprihatinkan di Amerika Serikat (AS) berasal dari Aedes aegypti, yang diketahui menularkan virus demam berdarah, virus demam kuning, virus chikungunya, dan virus Zika. Perubahan iklim adalah salah satu isu yang paling disorot dan mungkin bermuatan politis.
Hal ini diperkirakan akan membawa suhu yang lebih tinggi di wilayah yang sebelumnya beriklim sedang, cuaca yang lebih ekstrem, dan peningkatan banjir. Itu semua merupakan faktor yang mendorong peningkatan populasi nyamuk yang lebih besar dan lebih banyak berkeliaran untuk jangka waktu yang lebih lama.
Suhu rata-rata global saat ini, telah meningkat sekitar dua derajat fahrenheit (16,6 Celsius) sejak akhir 1800-an, dengan sebagian besar peningkatan terjadi selama 50 tahun terakhir. Akibatnya, jumlah uap air di atmosfer meningkat sekitar satu hingga dua persen setiap dekade, menurut PBB.
Dr Photini Sinnis, wakil direktur Johns Hopkins Malaria Research Institute, mengatakan faktor utama bagi nyamuk dan umur panjangnya adalah kelembapan. Ketika gas rumah kaca memengaruhi atmosfer, suhu di bumi meningkat, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan penguapan dari sumber air di darat, termasuk danau dan sungai.
Udara hangat pun menampung lebih banyak uap air. Peningkatan uap air di atmosfer merupakan bagian dari putaran umpan balik karena uap air menyerap dan melepaskan kembali panas, menjadikannya gas rumah kaca yang paling melimpah.
Peningkatan kapasitas untuk menahan uap air memicu kejadian cuaca ekstrem, termasuk angin topan dan banjir bandang. Hal ini didukung oleh data, karena dalam lima tahun terakhir terjadi rata-rata 18 kejadian cuaca buruk setiap tahunnya, naik dari rata-rata 13 kejadian per tahun pada dekade antara tahun 2010 dan 2020.
Ketika bencana cuaca besar seperti badai ekstrem menjadi lebih sering terjadi akibat perubahan iklim, kondisi kehidupan yang ideal bagi nyamuk akan menjadi lebih umum. Hal ini dapat meningkatkan risiko yang ditimbulkan serangga ini terhadap masyarakat.
Ketika air hujan akibat badai besar terkumpul di tempat sampah, ember, dan genangan air, tempat tersebut dapat menjadi sarang nyamuk, yang bertelur sekitar 100 telur sekaligus. Umur nyamuk jantan biasanya tujuh hingga 14 hari, tetapi nyamuk betina, yang merupakan satu-satunya nyamuk yang mengisap darah dan menularkan penyakit, hidup rata-rata enam pekan.
Variasi yang menjadi perhatian khusus AS adalah Aedes aegypti, yang diketahui menularkan virus demam berdarah, virus demam kuning, virus chikungunya, dan virus Zika. Varietas ini juga diketahui menyebabkan rasa gatal yang lebih tidak nyaman dibandingkan jenis lainnya.
Deteksi keberadaan manusia
Para ilmuwan dari Rockefeller University telah menemukan bahwa neuron yang mengirimkan informasi aroma ke otak nyamuk diaktifkan oleh lebih dari satu bahan kimia bau badan manusia. Menurut Dr Sinnis, aedes dapat hidup di daerah perkotaan.
Nyamuk bisa bertelur di genangan air sementara, ban bekas, atau semacamnya. Dan mereka beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan manusia. “Jadi tempat yang terdapat banyak manusia dan cukup hangat serta lembap sangat disukai nyamuk,” kata dia, seperti dilansir dari Daily Mail, Selasa (3/10/2023).
Selama dua dekade terakhir, wabah demam berdarah telah terdeteksi di seluruh AS. Sepanjang tahun ini, lebih dari 500 kasus terkait dengan perjalanan internasional dan 433 kasus demam berdarah yang ditularkan secara lokal telah dilaporkan di AS.
Tahun lalu, jumlah kasus melampaui 2.200. Namun pada satu dari 20 kasus, penyakit ini dapat menyebabkan pendarahan dan kegagalan organ.
Selain nyeri sendi dan melumpuhkan tulang, infeksi ini juga dapat menyebabkan demam tinggi mendadak, sakit kepala, nyeri di belakang mata, dan ruam kulit. Demam berdarah bisa mematikan jika berkembang menjadi demam berdarah dengue (DHF) dan sindrom syok dengue (DSS), yang dapat menyebabkan pendarahan hebat dan kerusakan organ.
Namun, situasi seperti itu jarang terjadi. Kurang dari satu persen kasus demam berdarah berakibat fatal. Demam kuning menimbulkan risiko wabah yang tinggi di 40 negara, umumnya di wilayah tropis Afrika dan Amerika Tengah dan Selatan, tetapi tidak di Amerika Serikat.
Nyamuk beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan manusia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Seberapa Penting Kehadiran Bursa Karbon untuk Lingkungan?
Dengan bursa karbon, korporasi dapat membuat komitmen pengurangan karbonnya menjadi lebih bernilai.
SELENGKAPNYAMasjid Ramah Lingkungan di Kota Kampus
Masjid Pusat Cambridge mengusung konsep go-green dan hemat energi.
SELENGKAPNYAMemulai Gaya Hidup Ramah Lingkungan dari Rumah
Mulai berbelanja bahan makanan tanpa kemasan, misalnya beras dengan langsung bawa wadahnya,
SELENGKAPNYA