Internasional
Jepang Buang Limbah Nuklir, Bencana Menanti?
Negara-negara tetangga menentang pembuangan air pendingin PLTN Fukushima ke laut.
TOKYO -- Kerusakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Fukushima, Jepang, akibat gempa bumi pada 2011 lalu berbuntut panjang. Rencana Jepang membuang lebih dari satu juta metrik ton air bekas radioaktif yang telah diolah dari PLTN Fukushima pada Kamis (24/8/2023) menimbulkan geger diplomatik.
Rencana ini terus menuai protes dan kecaman dari negara tetangga, termasuk dari komunitas nelayan Jepang sendiri. Rencana yang telah disetujui dua tahun lalu oleh pemerintah Jepang tersebut, dipandang sangat penting untuk menonaktifkan pembangkit listrik tenaga nuklir, yang hancur akibat tsunami pada Maret 2011.
Air yang akan dibuang adalah cairan yang telah digunakan untuk menjaga reaktor tetap dingin. Air tersebut, telah disimpan di lokasi sejak bencana dan operator PLTN Tokyo Electric Power Co (Tepco) kehabisan tempat untuk menyimpannya.
Perdana Menteri Fumio Kishida mengatakan pada Selasa (22/8/2023), bahwa ia telah meminta Tepco untuk "dengan cepat mempersiapkan" pembuangan air dan mengharapkan "pelepasan air akan dimulai pada Kamis, 24 Agustus 2023, jika kondisi cuaca memungkinkan".
Jepang mengatakan bahwa pelepasan air tersebut aman, karena telah didukung oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Badan pengawas nuklir PBB memberikan lampu hijau untuk rencana tersebut, setelah melakukan inspeksi pada bulan Juli.
IAEA juga mengatakan bahwa rencana pembuangan air tersebut telah memenuhi standar internasional dan bahwa dampaknya terhadap manusia dan lingkungan "dapat diabaikan".
Namun, beberapa negara tetangga, terutama Cina, telah menyatakan skeptisisme atas keamanan rencana tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Wang Wenbin menuduh Jepang pada hari Selasa berencana untuk "secara sewenang-wenang membuang air yang terkontaminasi nuklir".
"Lautan adalah milik bersama seluruh umat manusia, bukan tempat bagi Jepang untuk secara sewenang-wenang membuang air yang terkontaminasi nuklir," kata Wenbin.
Peringatan Wenbin ini, seraya menegaskan bahwa Beijing akan mengambil "langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi lingkungan laut, keamanan pangan, dan kesehatan masyarakatnya".
Para aktivis Korea Selatan juga memprotes rencana tersebut, meskipun Seoul telah menyimpulkan dari studinya sendiri bahwa pembuangan air tersebut memenuhi standar internasional, dan mengatakan bahwa mereka menghormati penilaian IAEA.
Pada hari Selasa (22/8/2023), pemerintah Korea Selatan mengatakan bahwa tidak ada masalah ilmiah atau teknis dengan rencana tersebut, meskipun itu tidak berarti bahwa mereka mendukung upaya Jepang membuang air itu ke laut.
Air bekas pendingin pembangkit nuklir tersebut setara dengan lebih dari 500 kolam renang ukuran Olimpiade. Jumlah itu juga termasuk air tanah dan hujan yang telah merembes ke dalam kontainer. Air tersebut telah diencerkan dan disaring untuk menghilangkan zat radioaktifnya.
Meskipun diakui, masih ada beberapa jejak tritium-nya, yakni sebuah isotop hidrogen yang sulit dipisahkan dari air, menurut Tepco, yang mengatakan bahwa air tersebut akan diencerkan hingga di bawah tingkat tritium yang disetujui secara internasional sebelum dibuang ke Pasifik.
Air tersebut akan dilepaskan ke laut, di lepas pantai timur laut Jepang, dengan kecepatan maksimum 500.000 liter (sekitar 110.000 galon) per hari. Kelompok pemerhati lingkungan Greenpeace mengatakan bahwa proses penyaringan tersebut cacat. Dan sejumlah besar bahan radioaktif justru akan tersebar dan bertahan di laut dalam beberapa dekade mendatang.
Namun Tony Hooker, seorang ahli nuklir dari Universitas Adelaide di Australia, menepis argumen tersebut sebagai upaya "menakut-nakuti". Tritium telah dilepaskan (oleh pembangkit listrik tenaga nuklir) selama beberapa dekade tanpa ada bukti dampak lingkungan atau kesehatan yang merugikan," kata Hooker kepada kantor berita AFP.
Larangan makanan laut
Cina melarang impor makanan laut dari 10 prefektur di Jepang, termasuk Fukushima dan ibukota Tokyo. Impor makanan laut dari prefektur lain diperbolehkan, tetapi harus lulus uji radioaktivitas dan memiliki bukti bahwa makanan laut tersebut diproduksi di luar 10 prefektur yang dilarang.
Hong Kong, merupakan pasar terbesar kedua untuk ekspor makanan laut Jepang setelah Cina, pada hari Selasa (22/8/2023), menyebut pembuangan tersebut tindakan "tidak bertanggung jawab". Cina menegaskan bahwa mereka akan mengaktifkan kontrol impor untuk melindungi keamanan pangan dan kesehatan masyarakat.
Pelepasan tersebut menimbulkan "risiko yang tidak mungkin untuk keamanan pangan dan polusi yang tidak dapat diperbaiki serta perusakan lingkungan laut," tulis Kepala Eksekutif Hong Kong, John Lee, di Facebook.
Orang-orang di Korea Selatan juga prihatin, dengan menyuarakan protes dan penolakannya. Ratusan orang berkumpul di Seoul awal bulan ini untuk menunjukkan penolakan mereka terhadap rencana tersebut.
Hal ini juga menjadi perhatian pegiat industri perikanan Jepang, yang mana bisnisnya mulai pulih lebih dari satu dekade setelah bencana nuklir. "Tidak ada satu pun dari pelepasan air yang bermanfaat bagi kami," kata nelayan generasi ketiga, Haruo Ono, 71 tahun, yang saudara laki-lakinya terbunuh pada tahun 2011, kepada AFP di Shinchimachi, 60 kilometer (40 mil) di sebelah utara PLTN.
James Brady dari konsultan risiko Teneo mengatakan bahwa meskipun kekhawatiran keamanan China mungkin tulus, ada aroma geopolitik dan persaingan ekonomi dalam tanggapannya. "Sifat multifaset dari masalah pelepasan air limbah Fukushima membuatnya cukup berguna bagi Beijing untuk berpotensi dieksploitasi," kata Brady.
Beijing dapat "meningkatkan tekanan ekonomi pada poros perdagangan, memperburuk perpecahan politik dalam negeri internal pada masalah ini di Jepang ... dan bahkan berpotensi memberikan tekanan untuk meningkatkan hubungan diplomatik antara Seoul dan Tokyo".
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
G30S dan Kandasnya Ambisi Bom Nuklir Sukarno
Indonesia sempat mengejar kemampuan membuat bom atom pada 1960-an.
SELENGKAPNYASetelah 78 Tahun, Ancaman Nuklir Masih Menghantui
Sekjen PBB tak sebut nama AS dalam peringatan bom atom Hiroshima.
SELENGKAPNYA