Geni
Fenomena Kios Mini yang Segalanya Tersedia
Menjual barang dengan harga terjangkau merupakan hal yang harus dilakukan untuk menggaet pelanggan.
Musik dangdut mengalun sayup dari arah sebuah toko kelontong. Seorang pria paruh baya berkaus singlet tampak berjaga di warung serbaada tersebut. Ia tampak menikmati musik sambil melayani para pembeli.
Waktu sudah hampir pukul sembilan malam, tapi toko "Makmor Jaya (Bersaudara)" yang berlokasi di Jalan Pejaten Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, itu tak kunjung sepi. Malah, pembeli datang setiap beberapa menit sekali.
Beragam pula barang yang mereka beli. Seorang pria membeli air minum dalam galon, seorang anak datang bersama orang tuanya membeli es krim, ada pula pelanggan yang membeli beras dan sabun cuci piring. Seorang pengemudi ojek daring membeli rokok.
Uniknya, tertera sebuah kertas berwarna kuning mencolok di etalase tempat sang penjual berjaga. Kertas penanda itu berisi pemberitahuan bahwa warung tidak melayani pembeli yang ngebon alias berutang.
Sibuk betul pria penjaga warung meladeni para pembeli, tetapi dengan cekatan semuanya dia layani. Di sela jual-beli, Republika berkesempatan menanyainya terkait aktivitasnya. Edi Suwarno, nama pria yang berusia 48 tahun itu.
Dengan ramah, Edi mengiyakan bahwa toko kelontong yang dia jaga adalah Warung Madura. Tentunya, warung dimiliki serta dikelola oleh orang dari etnis Madura. Edi memberitahukan ciri khas lain, yakni ada beras yang disimpan di dalam etalase kaca, serta jam operasional sepanjang hari. "Warung Madura pasti buka 24 jam. Kalau tidak, bukan Warung Madura," ucapnya yakin.
Fenomena Warung Madura belakangan jadi cukup viral, setelah seorang kreator konten menyoroti banyaknya Warung Madura di berbagai kota yang berdekatan dengan minimarket. Jumlah warung yang cukup signifikan menunjukkan keuletan warga Madura selama merantau.
Selain itu, harga murah dari barang yang dijual di Warung Madura serta jam buka sepanjang hari juga menjadi nilai plus tersendiri. Namun, Edi mengatakan bahwa tidak semua Warung Madura saling terhubung. Dia mengatakan, cukup banyak Warung Madura di bilangan Pasar Minggu, tapi dia tidak mengenal semua penjaga atau pengelolanya.
Pemilik Warung Madura disebutnya berbeda-beda. Memang, ada juga beberapa gerai yang dimiliki oleh satu orang, seperti warung yang dia jaga. "Tulisannya kan 'Makmor Jaya (Bersaudara)'. Kalau adik lihat ada di tempat lain tulisan Bersaudara, tim kita itu," ujar Edi dengan logat Madura yang kental.
Pria asal Sumenep itu menyampaikan, total ada enam Warung Madura yang juga dimiliki oleh pemilik "Makmor Jaya (Bersaudara)". Akan tetapi, sang pemilik tidak berada di Jakarta, melainkan berdomisili di Madura. "Sudah ada kepercayaannya," kata dia.
Artinya, sang pemilik menyerahkan "Makmor Jaya (Bersaudara)" yang sudah buka hampir dua tahun itu untuk dikelola. Edi menjaga warung bergantian dengan seorang pegawai lain, yang juga bertugas untuk berbelanja.
Agar barang-barang yang dijual di warungnya bisa dijual ke konsumen dengan harga lebih murah, Edi mengaku mencari-cari lokasi pemasok barang dengan harga miring. Menurut dia, perlu beberapa kali mencari untuk mendapat yang benar-benar murah dengan mengandalkan jaringannya.
Edi mengatakan, menjual barang dengan harga terjangkau merupakan hal yang harus dilakukan untuk menggaet pelanggan. Hal itu menjadi hal yang lumrah bagi pedagang, mengambil sedikit untung, selama transaksi terus berputar.
Namun, antara "Makmor Jaya (Bersaudara)" dan "warung cabang" lain rupanya membeli barang secara grosir untuk dijual kembali dari sumber yang berbeda-beda. "Belanja masing-masing, pengelolaan juga masing-masing," tutur Edi.
Tak Ada Persaingan
Meski Edi menyebut Warung Madura pasti buka 24 jam, rupanya ada juga yang tidak demikian. Republika kemudian menelusuri sepanjang bilangan Pasar Minggu dan menemukan Warung Madura yang tidak buka 24 jam, yakni salah satu yang berlokasi di Jalan Siaga Raya.
Pemiliknya adalah suami istri, yang enggan disebutkan namanya. Sang istri, perempuan berhijab yang berasal dari Kangean, Sumenep, Madura, menyebut toko kelontong tersebut hanya buka sampai pukul 10 atau 11 malam.
Warung Madura tersebut sudah ada cukup lama, bahkan pemiliknya kini sudah memiliki KTP Jakarta. Dengan bangga, dia menyebut lebih baik belanja di Warung Madura. "Lebih murah daripada beli di supermarket. Di sini juga sudah banyak Warung Madura," ujarnya.
Pernyataan demikian menunjukkan tak ada sentimen persaingan antara satu Warung Madura dan Warung Madura lainnya. Memang betul ketika Republika melakukan wawancara di beberapa Warung Madura lain, tak ada yang mencemaskan soal itu.
Jika dicermati, hampir semua Warung Madura yang dijumpai Republika berada tak jauh dari minimarket. Ada yang bersebelahan, berhadap-hadapan, atau yang dalam jarak beberapa ratus meter, mereka tetap eksis meski "dikepung" beberapa minimarket dari arah berbeda.
Selain itu, ada juga jarak yang cukup dekat antara satu Warung Madura ke Warung Madura lainnya. Hal ini ditanggapi dengan kalem oleh salah satu penjaga Warung Madura lain yang juga berlokasi di Jalan Siaga Raya, Pejaten.
Perempuan 36 tahun bernama Tola'inna itu menyebut tak pernah memusingkan perkara persaingan, atau kekhawatiran barang jadi tak laku karena gerainya bersebelahan dengan minimarket. "Pasti ada rezekinya masing-masing," kata Tola'inna.
Memang betul ungkapan Tola'inna. Karena, saat disambangi Republika, warung bernama "Toko Barokah 1" itu juga cukup ramai didatangi pengunjung yang bergantian. Tola'inna menyampaikan, dini hari justru akan banyak pembeli, yang rata-rata merupakan pedagang, seperti tukang bubur, tukang nasi uduk, atau tukang ketoprak.
Tola'inna mendapat kepercayaan dari sang pemilik yang tinggal di Madura untuk mengelola warung tersebut. Dia menjaga warung bergantian dengan sang suami. Uniknya, untuk mendapat barang dagangan dengan harga murah, terkadang Tola'inna juga berburu di TikTok Live atau sejenisnya.
Selama menjaga warung 24 jam tersebut, terkadang Tola'inna menghadapi juga pelanggan yang mengesalkan. Pernah juga ada pembeli yang mengambil rokok, tapi tak membayar. Namun, dia berusaha menghadapi semua dengan baik.
Terkait moto "kiamat tetap buka, tapi setengah hari", Tola'inna hanya tertawa dan menyebutnya sekadar candaan di media sosial. Meskipun tahu Warung Madura sempat viral, Tola'inna merasa biasa saja. "Yang penting halal, yang penting telaten, harus ditekuni kalau berdagang," ucapnya.
Warung Madura pasti buka 24 jam. Kalau tidak, bukan Warung Madura.EDI SUWARNO, Penjaga warung Madura, Makmor Jaya (Bersaudara).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
UMKM Menyambut Gulita Ekonomi Dunia
Resiliensi UMKM dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal
SELENGKAPNYAUMKM Naik Kelas dengan Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan
UMKM di Indonesia merupakan bagian penting dari sistem perekonomian nasional.
SELENGKAPNYAAnggaran Belanja Rp 2.000 Triliun Menanti UMKM
Sebanyak 40 persen belanja pemerintah diarahkan untuk UMKM.
SELENGKAPNYA