Medika
Kembali Mengakrabi Masker dari Ganasnya Polusi
Saat ini banyak anak terkena batuk dan pilek tidak kunjung sembuh, tetapi tanpa demam mengarah ke alergi karena polutan.
Polusi udara, saat ini menyebabkan berbagai kekhawatiran luas di masyarakat. Banyaknya dampak kesehatan yang mungkin muncul akibat polusi, membuat sebagian orang kini mulai kembali mengakrabi masker untuk melindungi diri.
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Prof Tjandra Yoga Aditama, berpendapat masker bukan utama untuk mencegah polutan udara, melainkan yang paling penting pemerintah dan masyarakat mencari sumber polusi lalu mengendalikannya. Tjandra melalui pesan elektroniknya berpendapat walau tidak sepenuhnya mencegah polutan udara selain mencegah penularan penyakit lain, masker setidaknya dapat membantu.
Menurut dia, semakin bagus mutu masker maka lebih baik perlindungannya. Namun, belum ada bukti ilmiah dengan angka pasti semisal masker N95, masker bedah, atau dua dan tiga lapis masker, akan menurunkan dampak polusi hingga sekian persen. "Akan sangat tergantung dari kadar polusi di tempat seseorang sedang berada, embusan angin, mungkin kelembapan, dan lainnya," kata Tjandra yang juga direktur pascasarjana Universitas YARSI itu.
Lebih lanjut, terkait hal yang bisa dilakukan masyarakat demi mencegah terkena polutan udara, yakni sedapat mungkin membatasi aktivitas fisik berat di daerah polusi udara sedang tinggi, misalnya di jalan macet dan lainnya. "Tentu hal ini tidak mudah dilakukan, tetapi setidaknya perlu jadi perhatian kalau dimungkinkan," ujar Tjandra.
Sementara itu, terkait alat air purifier atau pemurni udara untuk mencegah polutan, seperti halnya masker, tren yang satu ini juga masih memerlukan bukti ilmiah yang valid terlebih dulu. Menurut dia, efektivitasnya juga akan sangat tergantung dari seberapa besar polusi udara di dalam ruangannya, bagaimana ventilasi ruangan itu dan lainnya.
Oleh karena itu, Tjandra mengajak masyarakat tidak cepat mengambil kesimpulan sebelum ada data ilmiah yang jelas. Kemudian, untuk masyarakat yang mempunyai penyakit kronik pernapasan dan ada obat yang harus rutin dikonsumsi, maka sebaiknya ingat untuk mengonsumsinya sesuai aturan yang ada.
Selain itu, apabila ada perburukan dan keluhan tambahan semisal serangan asma, disarankan segera berkonsultasi ke petugas kesehatan atau setidaknya menggunakan obat yang memang sudah dianjurkan untuk mengatasi perburukan keluhan. Lalu, dengan sedang adanya polutan di udara maka orang-orang tidak menambah polusi lain masuk ke paru dan saluran napas. "Janganlah merokok dan jangan membakar, serta upayakan jangan melakukan kegiatan yang menambah polusi udara di sekitar kita," kata Tjandra.
Sementara itu, sebagai saran pada pemerintah, Tjandra menekankan pentingnya identifikasi secara lebih jelas tentang apa saja yang menjadi penyebab polusi udara sekarang ini dan melakukan tindakan nyata di lapangan untuk mengatasi penyebabnya. "Kemacetan lalu lintas tentu punya peran amat penting, dan perlu penanganan segera," demikian kata dia.
Membantu Lindungi Anak
Polusi udara khususya di Jakarta menjadi masalah selama beberapa waktu terakhir, dan sejumlah wilayah di Jakarta tercatat masuk dalam kategori sangat tidak sehat. Presiden Joko Widodo pada Senin (14/8), menggelar rapat terbatas dengan sejumlah menteri hingga gubernur membahas permasalahan polusi ini.
Presiden kemudian menginstruksikan sejumlah langkah untuk mengatasi polusi udara, seperti penerapan bekerja dari rumah hingga rekayasa cuaca. Pakar kesehatan anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, dr Bernie Endyarni Medise SpA (K) MPH, mengatakan masker bisa membantu melindungi anak dari dampak polusi, khususnya di Jakarta yang belakangan memasuki kategori tidak sehat.
"Bukan masker yang kayak dulu, tetapi masker untuk hindari polusi. Kan partikelnya lebih besar, kalau virus kan partikelnya kecil sehingga menggunakan masker yang khusus," kata dia dalam acara yang digelar untuk memperingati Hari Anak Nasional, di Jakarta, Selasa (15/8/2023). Bernie mengatakan, saat ini banyak anak terkena batuk dan pilek tidak kunjung sembuh, tetapi tanpa demam mengarah ke alergi karena polutan.
Selain masker, dia juga menyarankan anak sebisa mungkin tidak terlalu banyak mengunjungi daerah-daerah dengan kategori tingkat polusi yang tinggi. Kemudian, anak-anak juga disarankan tercukupi kebutuhan gizinya, cukup istirahat, serta mendapatkan stimulasi demi perkembangannya.
"Tetapi memang anak butuh outdoor, jadi kita gunakan masker jadi salah satu cara. Stimulasi harus terus dilakukan supaya dia bisa berkembang, kasih sayang jangan sampai terlewat," kata dia. Bernie juga menyarankan agar anak-anak dilengkapi imunisasinya.
Menurut dia, rata-rata penyakit, seperti tetanus dan difteri bisa dicegah dengan imunisasi sehingga program imunisasi sangat penting. "Kita sudah ada beberapa vaksin yang tersedia dan bahkan disediakan gratis oleh pemerintah. Kalau bisa orang tua jangan sampai skip. Kadang-kadang, seperti tetanus, difteri, campak. Difteri itu mematikan, bisa menghambat saluran pernapasan sehingga anak bisa meninggal dunia," ujar dia.
Kemudian, terkait perlu tidaknya anak kembali menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ), Bernie berpendapat perlunya pemerintah melihat dampaknya dalam jangka panjang. "Apa yang harus dilakukan supaya anak-anak bisa bersekolah. Jadi, mungkin di situ perlunya kebijakan pemerintah. Apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi polusi," kata Bernie.
Terkait penanganan batuk, dalam kesempatan berbeda, Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof Tjandra Yoga Aditama, menyarankan mereka yang batuk untuk banyak minum air karena air membantu mengencerkan dahak. Sehingga mudah dikeluarkan dan jalan napas menjadi bersih.
Apabila pasien batuk ingin mengonsumsi obat, sebaiknya pilih sesuai kebutuhan, mengingat obat batuk yang dijual bebas terdiri atas tiga jenis, yakni pengencer dahak (mukolitik), pengeluar dahak (ekspektoran), dan penekan batuk kering (antitusif).
"Kalau dahak berwarna kuning atau hijau, itu menunjukkan adanya tanda radang atau infeksi. Kalau batuk disertai keluhan sesak, atau setidaknya napas berat, mungkin diperlukan pelega napas atau bronkodilator. Kalau keluhan batuk berkepanjangan, segera berkonsultasi ke petugas kesehatan," kata Tjandra menyarankan.
Anak tetap butuh outdoor, jadi kita gunakan masker jadi salah satu cara perlindungan.DR BERNIE ENDYARNI MEDISE, Pakar kesehatan anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Polusi Udara Jakarta Memburuk, Kendaraan Listrik Jadi Solusi?
Kontribusi kendaraan bermotor bahan bakar fosil terhadap polusi udara mencapai lebih dari 50 persen.
SELENGKAPNYAPolusi Udara Sebabkan Stunting, Kok Bisa?
Hanya sekitar 10 persen orang di seluruh dunia yang menghirup udara yang aman.
SELENGKAPNYA