Liputan Khusus
Momentum Redesain Penataan Daerah Pasca-DOB Papua
Presiden Jokowi bisa meninggalkan legacy pada desain penataan daerah untuk 20 hingga 50 tahun kedepan.
Oleh AGUS RAHARJO, FEBRYAN A
Delapan bulan setelah diresmikan, kini empat provinsi baru di Tanah Papua mulai melakukan penataan. Keempat DOB Papua ini, yakni Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya. Tiga provinsi, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan merupakan hasil pemekaran dari wilayah Papua. Sementara itu, Papua Barat Daya merupakan pemekaran dari Provinsi Papua Barat.
Sejak diresmikan pada 2022, pemerintah pusat mengebut jalannya roda pemerintahan di keempat provinsi baru. Empat penjabat gubernur sudah ditunjuk. Harapannya, pemerintahan provinsi langsung bisa menata diri untuk menjalankan roda pemerintahan. Dengan begitu, pelayanan publik yang langsung bisa dirasakan rakyat.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeklaim, saat ini roda pemerintahan sudah berjalan. Klaim itu didasarkan pada empat indikator yang dibuat Kemendagri. Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik, menuturkan keempat indikator menandakan roda pemerintahan di empat DOB itu sudah berjalan.
Pertama, telah terbentuknya 22 rumpun organisasi perangkat daerah di setiap DOB.Jumlah perangkat daerah sebanyak itu merupakan kebutuhan minimal provinsi baru untuk bisa menyelenggarakan semua urusan pemerintahan. "Terbentuknya perangkat daerah menandakan pelayanan kepada masyarakat sudah mulai berjalan sesuai urusannya masing-masing," kata Akmal lewat keterangannya kepada Republika di Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Namun, dia mengakui bahwa pemberian layanan kepada masyarakat belum berjalan optimal. Hal ini karena saat ini masih berlangsung proses pengisian pegawai lewat mutasi ASN dan seleksi terbuka pejabat. "Masih minimnya pelayanan yang diberikan (terjadi) karena proses manajemen ASN masih berjalan," ujar Akmal.
Indikator kedua, pejabat dan pegawai yang sudah ada di empat provinsi itu bekerja menyelenggarakan pemerintahan menggunakan sarana dan prasarana milik pemerintah provinsi induk dan kabupaten yang menjadi ibu kota provinsi baru. Berbagai fasilitas itu dipinjamkan untuk sementara waktu hingga keempat DOB memiliki fasilitas sendiri.
Akmal mengatakan, prasarana seperti kantor untuk empat DOB itu kini masih dalam proses penyiapan lahan, masterplan, dan penganggaran dari kementerian atau lembaga terkait. "Pendanaannya dapat bersumber dari APBN dan APBD, yang ditargetkan pembangunan prasarana pemerintahan sudah mulai dibangun tahun 2023," ujarnya.
Indikator ketiga, keempat DOB di Papua sudah menetapkan APBD lewat peraturan gubernur. Keempat, pengisian anggota Majelis Rakyat Papua (MRP), sebuah lembaga negara resmi representasi kultural orang asli Papua (OAP), di semua provinsi baru itu sudah memasuki tahap akhir. Pemerintah pusat menjanjikan, 80 persen dari total kebutuhan ASN di empat DOB bakal diisi orang OAP. Berdasarkan catatan Kemendagri, setiap provinsi baru harus memiliki 22 OPD. Sementara itu, untuk menggerakkan total 66 OPD, dibutuhkan setidaknya 3.159 ASN di tiap-tiap provinsi.
Bermunculan usulan baru
Seiring berjalannya roda pemerintahan di empat DOB tersebut, mulai bermunculan usulan untuk membentuk provinsi baru lainnya di Tanah Papua. Usulan itu disampaikan sejumlah kepala daerah dan kepala adat saat Wakil Presiden Ma'ruf Amin melakukan kunjungan kerja ke wilayah paling timur Indonesia itu akhir 2022. Beberapa usulan yang masuk, yakni pembentukan Provinsi Papua Barat Tengah yang meliputi wilayah adat Bomberai. Ada juga usulan untuk membuat Provinsi Papua Utara yang meliputi wilayah adat Saereri.
Wapres Ma'ruf ketika itu mengaku mencatat dan akan mengkaji usulan tersebut. Dalam kesempatan berbeda, Ma'ruf selaku ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) mengatakan, pemerintah sebenarnya masih memberlakukan moratorium pemekaran provinsi dan kabupaten/kota, tapi untuk wilayah Tanah Papua dikecualikan. Sebab, pemekaran Papua mendesak dilakukan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengatasi masalah keamanan di Bumi Cendrawasih itu.
Usulan pemekaran sebenarnya tak hanya datang dari Tanah Papua, tapi juga dari hampir semua daerah di Tanah Air. Hingga Agustus 2023 ini, Direktorat Jenderal Otda sudah menampung 329 usulan DOB dari seluruh Indonesia. Usulan tersebut terdiri atas puluhan DOB provinsi dan ratusan kabupaten/kota.
Akmal menegaskan, kebijakan moratorium pemekaran wilayah hingga saat ini masih berlaku. Sedangkan Wapres Ma'ruf beberapa waktu lalu mengatakan, moratorium dilakukan karena pemerintah sedang mengkaji efektivitas pemekaran wilayah, mengingat pembentukan DOB sebelumnya gagal membuat daerah baru itu mandiri secara keuangan. Akibatnya, banyak DOB yang pendanaannya bergantung pada APBN.
Studi Bappenas 2001-2007 menemukan kondisi DOB tidak lebih baik dari daerah induk setelah lima tahun pemekaran. Salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan ekonomi di DOB sangat fluktuatif karena sulit menggerakkan semua potensi ekonomi saat masa transisi pemerintahan.
Pakar pemerintahan dari Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Cenderawasih, Jayapura, Yakobus Murafer, menilai belum ada kebutuhan mendesak untuk membentuk provinsi baru di Bumi Cendrawasih. Menurut dia, total enam provinsi yang ada sekarang sudah cukup untuk mewadahi kebutuhan masyarakat.
"Fokus ke (empat DOB) yang ada sekarang saja dulu. Tidak perlu terburu-buru bentuk DOB lagi di Papua. Namun, untuk kajian pembentukan provinsi baru silakan saja disiapkan," kata Yakobus ketika dihubungi Republika dari Jakarta.
Lebih lanjut, Yakobus berpendapat, pembentukan provinsi baru sebaiknya menunggu empat DOB teranyar berjalan optimal terlebih dahulu di bawah kepemimpinan gubernur definitif hasil Pilkada 2024. Menurut dia, pemerintahan di empat provinsi baru itu kini belum memberikan dampak signifikan bagi masyarakat karena masih berkutat pada urusan transisi dan persiapan. DOB belum masuk terlalu dalam ke urusan substantif, seperti pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Desain daerah
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman N Suparman, menilai pembentukan provinsi baru di Papua sebaiknya dilakukan setelah empat DOB yang ada berjalan selama tiga atau empat tahun. Berkaca dari perjalanan empat DOB itu, pemerintah bisa membuat pertimbangan komprehensif, apakah perlu membentuk provinsi baru atau tidak.
Herman berpendapat, pemerintah harus membuat Peraturan Pemerintah (PP) terkait Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) terlebih dahulu sebelum mencabut moratorium pemekaran. Desartada dibutuhkan sebagai peta jalan bagi pemerintah untuk melakukan pemekaran, penggabungan, dan penyesuaian daerah sebagaimana amanat UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"KPPOD mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan PP tentang Desartada supaya kita punya peta jalan, bahkan kita punya bayangan dalam periode misal 20 tahun atau 50 tahun ke depan Indonesia akan punya berapa daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Desartada diperlukan bukan hanya terkait kuantitas, melainkan juga bagaimana penetaan daerah yang efektif," kata Herman kepada Republika awal pekan kemarin.
Menurut dia, apabila keran pemekaran dibuka tanpa disertai kehadiran
Desartada, akan terjadi "kekacauan besar". Sebab, pemerintah tentu tidak bisa begitu saja membentuk 329 DOB sebagaimana jumlah usulan yang masuk di Ditjen Otda. Alhasil, akan terjadi tarik-menarik kepentingan politik antara elite lokal dan elite Jakarta dalam proses penentuan daerah yang akan dimekarkan.
Karena itu, Herman mendorong Presiden Jokowi untuk membuat Desartada sebelum masa pemerintahannya berakhir pada 2024. Dengan begitu, Jokowi akan meninggalkan legacy yang baik untuk presiden penerusnya. "Jokowi bisa mewariskan satu kebijakan strategis penataan daerah untuk 20 tahun atau 50 tahun, bahkan 100 tahun ke depan. Desartada itu akan menjadi fondasi bagi presiden selanjutnya menata daerah," kata Herman.
Dirjen Otda Akmal mengatakan Pemerintah kini memang sedang menyusun Desartada. Penyusunannya kini berada pada tahap meminta masukan dari berbagai kalangan, dan membuat kajian mendalam hingga tingkat kecamatan serta desa.
Pemekaran yang sudah diresmikan pada 2022 atau yang baru diusulkan, bukan sekadar kebijakan populis demi meraih banyak kursi atau jabatan bagi segelintir elite politik. Daerah otonomi baru, seharusnya menjadi jalan yang lebih mudah bagi masyarakat mendapatkan akses pelayanan dan kesejahteraan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Menko PMK Marah Soal Klaim tak Ada Kelaparan di Papua
Komentar Menko PMK menyudahi polemik soal kelaparan di Papua.
SELENGKAPNYABenarkah ada Kelaparan di Papua? Ini Kisah Warga
Pejabat pusat berkilah yang terjadi di Kabupaten Puncak bukan kelaparan.
SELENGKAPNYAKelindan Perang dan Kelaparan di Papua
Mendagri mengatakan kerawanana sebabkan bantuan terhambat ke Papua.
SELENGKAPNYA