Medika
Meraba-raba Potensi Pandemi yang akan Datang
Sejak dulu, banyak pandemi yang dipicu oleh interaksi dekat antara hewan dan manusia.
Sekelompok ilmuwan Inggris saat ini sedang mengembangkan vaksin untuk mempersiapkan diri dari potensi pandemi pada masa mendatang akibat penyakit yang belum diketahui atau "penyakit X". Seorang ahli memprediksi bahwa pandemi berikutnya akan dipicu oleh interaksi antara hewan dan manusia.
Proses pengembangan vaksin untuk penyakit X ini dilakukan di kompleks laboratorium Porton Down di Wiltshire, Inggris. Kompleks laboratorium itu berada di bawah penjagaan keamanan yang tinggi dari pemerintah.
Sekelompok ilmuwan yang mencakup lebih dari 200 orang juga bekerja sama untuk memprediksi virus yang akan menyebabkan penyakit X dan memicu pandemi pada masa depan. Untuk melakukan prediksi itu, mereka membuat sebuah daftar virus-virus hewan yang bisa menjadi ancaman, mampu menginfeksi manusia, dan memiliki kemampuan untuk menyebar ke berbagai belahan dunia dengan cepat.
"Sejujurnya, hampir mustahil untuk memprediksi kapan pandemi selanjutnya akan terjadi mengingat hal ini disebabkan oleh kejadian acak yang dipengaruhi oleh beragam faktor lingkungan," ujar ahli virologi molekuler Dr Vinod Balasubramaniam, seperti dilansir Express, Kamis (10/8).
Menurut Balasubramaniam, pandemi berikutnya bisa bermula di belahan dunia mana pun. Akan tetapi, ia memprediksi kemunculan pandemi berikutnya akan terjadi di wilayah dengan interaksi hewan-manusia yang tinggi. Alasannya, sebagian besar pandemi terjadi ketika patogen dari hewan berpindah ke manusia untuk pertama kalinya.
Pola serupa juga ditunjukkan dalam beragam pandemi yang telah terjadi di dunia. Sebagian di antaranya adalah pandemi flu spanyol dan pandemi Covid-19.
Ketika patogen dari hewan berpindah ke manusia untuk pertama kalinya, ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi. Ketiga kemungkinan tersebut adalah patogen tersebut akan menyebabkan penyakit kepada satu orang yang terpapar, patogen akan menyebabkan wabah yang lebih luas, atau patogen akan memicu pandemi dengan cakupan yang sangat luas di berbagai belahan dunia.
Sejak dulu hingga saat ini, Balasubramaniam mengatakan, banyak pandemi yang dipicu oleh interaksi dekat antara hewan dan manusia. Oleh karena itu, ia meyakini, hal yang sama akan memicu pandemi berikutnya.
Mengenai jenis virus yang mungkin akan memicu pandemi berikutnya, Balasubramaniam memprediksi bahwa virus tersebut adalah virus influenza. Lebih khusus, ia menilai virus influenza yang mungkin memicu pandemi berikutnya adalah subtipe H5N1 yang menyebabkan flu burung.
Berkaitan dengan beragam prediksi ini, Dr Balasubramaniam menilai langkah para ilmuwan di Inggris untuk melakukan antisipasi dengan mengembangkan vaksin Penyakit X sudah tepat. Menurut dia, keberadaan vaksin ini bisa sangat membantu mengendalikan pandemi berikutnya dengan lebih baik.
Covid eris
Varian Covid baru EG.5.1 yang dijuluki eris, saat ini kasusnya tengah meningkat di Inggris. Turunan dari varian omikron ini pertama kali diklasifikasikan sebagai varian di Inggris pada 31 Juli 2023 lalu, tetapi sekarang menyumbang satu dari 10 kasus Covid.
Namun, menurut The UK Health Security Agency, varian arcturus yang telah ada sebelumnya masih menjadi strain yang paling umum di Inggris hingga saat ini. Meskipun eris tidak menempati posisi utama, dosen utama kesehatan masyarakat University of Bedfordshire, Dr Chris Papadopoulos, mendesak bahwa kewaspadaan masih sangat penting.
“Jika tingkat kasus dan yang lebih penting rawat inap meningkat lebih cepat dari yang diperkirakan, atau bertahan lebih lama dari biasanya, maka tindakan proaktif yang lebih kuat mungkin akan diperlukan,” kata Papadopoulos.
Profesor itu menjelaskan bahwa September 2023 akan menjadi bulan penting untuk diperhatikan karena pembukaan kembali sekolah akan meningkatkan interaksi antara siswa dan staf serta peningkatan pertemuan dalam ruangan. Secara historis, kurva epidemi ke atas cenderung stabil dan menurun sekitar enam hingga delapan pekan setelah permulaannya. “Jika kita tidak mengamati tren ini dengan varian eris, terutama jika tingkat rawat inap meningkat secara bersamaan, maka akan ada lebih banyak kekhawatiran,” ujar dia lagi.
Namun, Papadopoulos menambahkan bahwa masyarakat tidak perlu terlalu khawatir saat ini. Meski kemunculan eris patut diwaspadai, tingkat Covid secara keseluruhan saat ini tetap cukup rendah.
Selain itu, upaya vaksinasi yang meluas dan pilihan pengobatan yang lebih baik masih menjadi senjata ampuh dalam memerangi Covid. Terlepas dari tingkat Covid yang rendah secara keseluruhan, sang profesor menambahkan bahwa ancaman yang ditimbulkan oleh virus itu belum sepenuhnya hilang.
“Munculnya varian baru seperti eris, dikombinasikan dengan faktor-faktor seperti berkurangnya kekebalan dan sebagian besar orang telah berbulan-bulan keluar dari infeksi atau vaksinasi terakhir mereka, berpotensi mempercepat gelombang lain. Saya kira kita belum keluar dari hutan, jadi kita harus terus waspada,” katanya.
Meskipun saat ini tidak ada daftar gejala khusus yang dikaitkan dengan EG.5.1, varian baru ini diyakini memicu gejala yang mirip dengan omikron. Dr Papadopoulos mengatakan, gejala yang paling umum adalah hidung berair atau tersumbat, sakit kepala, kelelahan, baik ringan maupun berat, bersin, dan sakit tenggorokan.
Menurut Papadopoulos, meskipun gejala ini tumpang tindih dengan varian lain, gejala itu berbeda dari gejala klasik seperti sesak napas dan hilangnya penciuman atau rasa.
Hampir mustahil untuk memprediksi kapan pandemi selanjutnya akan terjadi.DR VINOD BALASUBRAMANIAM, Ahli virologi molekuler
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.