Medika
Gelombang Panas, Polusi, dan Risiko Serangan Jantung
Gunakan pakaian yang sesuai dengan cuaca, dan selalu perhatikan hidrasi.
Sebuah studi baru menemukan bahwa kombinasi antara gelombang panas dan polusi partikulat halus yang tinggi bisa melipatgandakan risiko kematian akibat serangan jantung. Studi ini merupakan hasil dari pengamatan terhadap lebih dari 202 ribu kematian akibat serangan jantung di Cina.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Circulation ini juga mengungkapkan, kalangan lansia dan wanita jauh lebih berisiko mengalami serangan jantung akibat panas dan polusi. Peningkatan terbesar dalam risiko kematian akibat serangan jantung terlihat pada hari-hari yang memiliki kombinasi panas ekstrem dan tingkat PM2.5 yang tinggi.
"Kejadian suhu ekstrem menjadi lebih sering, lebih lama dan lebih intens, serta dampak buruknya terhadap kesehatan telah menarik perhatian yang semakin meningkat," kata peneliti studi, Yuewei Liu, yang merupakan profesor epidemiologi di School of Public Health di Sun Yat-sen University di Guangzhou, Cina.
"Masalah lingkungan lainnya di seluruh dunia adalah adanya partikel halus di udara, yang dapat berinteraksi secara sinergis dengan suhu ekstrem yang berdampak buruk pada kesehatan jantung," ujar Liu seperti dilansir dari Siasat Daily, Ahad (30/7/2023).
Untuk meneliti dampak dari suhu ekstrem dengan dan tanpa polusi partikulat halus yang tinggi, para peneliti menganalisis 202.678 kematian akibat serangan jantung antara tahun 2015-2020 yang terjadi di provinsi Jiangsu. Ini merupakan sebuah wilayah di Cina dengan empat musim yang berbeda dan berbagai macam suhu dan tingkat polusi partikulat halus.
Penelitian ini memperkirakan, hingga 2,8 persen kematian akibat serangan jantung dapat dikaitkan dengan kombinasi suhu ekstrem dan tingkat polusi partikel halus yang tinggi.
Partikel halus berukuran kurang dari 2,5 mikron dan dapat terhirup jauh ke dalam paru-paru, di mana partikel tersebut dapat mengiritasi paru-paru dan pembuluh darah di sekitar jantung. Sebagian besar terkait dengan pembakaran bahan bakar, seperti partikel dari knalpot mobil, emisi pabrik, atau kebakaran hutan.
Demi bisa menghindari dampak kesehatan akibat suhu ekstrem, Liu menyarankan untuk selalu update dengan prakiraan cuaca, sebisa mungkin diam di dalam ruangan saat suhu ekstrem, dan menggunakan kipas angin atau pendingin ruangan saat suhu panas. Selanjutnya, gunakan juga pakaian yang sesuai dengan cuaca, perhatikan hidrasi, serta pasanglah tirai jendela untuk mengurangi suhu dalam ruangan.
"Anda juga bisa menggunakan air purifier di dalam rumah, mengenakan masker di luar ruangan, menghindari jalan raya yang ramai saat berjalan kaki, dan memilih aktivitas luar ruangan yang tidak terlalu berat untuk membantu mengurangi paparan polusi udara pada hari-hari dengan tingkat polusi partikulat halus yang tinggi," kata dia.
Studi ini juga merekomendasikan agar pemerintah menginformasikan tingkat polusi partikel halus, saat memberikan peringatan suhu ekstrem kepada masyarakat.
Sistem Peringatan Dini
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah polusi udara yang terus memburuk. Namun, ada satu cara yang belum dilakukan dan dinilai bisa menjadi cara pencegahan yang ideal. Ketua Bidang Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI dan Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof DR Dr Agus Dwi Susanto mengungkapkan caranya adalah menerapkan early warning system atau sistem peringatan dini kepada masyarakat.
Saat ini, dia bersama teman-temannya di lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terkait dengan polusi udara sedang berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan. “Banyak negara yang sudah melakukan uji coba, termasuk Jepang dan Thailand. Konsep ini dilakukan secara kolaboratif ketika kualitas udara buruk dan ada sistem yang harus memberitahukan ke masyarakat,” kata Agus dalam Media Briefing PB IDI yang diselenggarakan secara virtual, Selasa (8/8/2023).
Sistem tersebut bisa dilakukan dengan berbagai upaya. Misalnya, pemberitahuan melalui media daring, langsung kepada masyarakat dengan kendaraan atau sirine yang berbunyi.
Setelah itu diterapkan, langkah selanjutnya adalah masyarakat perlu diberitahukan agar tidak keluar rumah hingga kualitas udara membaik. Bisa juga dengan mengingatkan agar selalu memakai masker saat akan beraktivitas di luar atau jika ada gejala yang muncul karena polusi bisa segera ke tempat yang dianjurkan.
"Sistem seperti ini harus berjalan. Kalau dilakukan secara terus-menerus, masyarakat bisa diberikan edukasi dan pemahaman sehingga risiko kesehatan yang muncul akan turun,” ujar dia.
Agus pun membandingkannya dengan gerakan 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas). Upaya itu dianggap efektif dalam menurunkan kasus Covid-19.
Begitu juga dengan Sistem Peringatan Dini yang dinilai secara teori dapat menurunkan sumber polutan. Namun, untuk mewujudkannya memang diperlukan riset bersama dan kolaborasi dengan banyak pihak.
“Sumber polusi kita tiga paling besar berasal dari industri, transportasi dan rumah atau domestik produk. Menurutnya, kettiga hal ini harus dikendalikan supaya kualitas udara membaik.
Pemberitahuan dapat dilakukan melalui media daring, atau sirine yang berbunyi.NAMA TOKOH
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Panas Menyengat Jangan Lupa Perhatikan Kesehatan Mata
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada 15 juta orang di dunia yang buta akibat katarak.
SELENGKAPNYAGelombang Panas Tewaskan Bayi di Suriah
Sekjen PBB menyebut gelombang panas tandai pendidihan global.
SELENGKAPNYAJuli 2023, yang Terpanas dalam Ribuan Tahun
Demam berdarah adalah penyakit tropis dengan penyebaran tercepat di dunia.
SELENGKAPNYA