Ekonomi
BI Antisipasi Perlambatan
Bank sentral merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi lebih rendah.
JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen. Kebijakan bank sentral dipengaruhi oleh proyeksi perlambatan ekonomi akibat penyebaran wabah virus korona baru atau Covid-19.
"RDG BI pada 19 hingga 20 Februari 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7DRRR sebesar 25 bps, deposit facility juga turun jadi sebesar empat persen, dan lending facility sebesar 5,5 persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, di Kompleks BI, Jakarta, Kamis (20/2).
Dengan kebijakan itu, Perry mengoreksi sejumlah proyeksi ekonomi Indonesia pada 2020. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2020 akan lebih rendah, yaitu menjadi 5,0 hingga 5,4 persen dari perkiraan semula 5,1 hingga 5,4 persen.
Meski begitu, Perry menilai, pertumbuhan ekonomi akan meningkat pada 2021 menjadi 5,2 hingga 5,6 persen. Dia menjelaskan, revisi perkiraan tersebut terutama karena pengaruh jangka pendek tertahannya prospek pemulihan ekonomi dunia.
Perry mengatakan, penyebaran Covid-19 akan memengaruhi perekonomian Indonesia melalui jalur pariwisata, perdagangan, dan investasi. Ia berkomitmen, BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat sumber, struktur, dan kecepatan pertumbuhan ekonomi.
"Termasuk di antaranya mendorong investasi melalui proyek infrastruktur dan implementasi RUU Cipta Kerja dan Perpajakan," katanya.
Menurut Perry, pengaruh Covid-19 terhadap ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai dua bulan dan perlu pemulihan hingga enam bulan setelahnya. Selama masa tersebut, akan terjadi penurunan skala ekonomi.
Untuk sektor pariwisata, penerimaan devisa akan terpengaruh sebesar 1,3 miliar dolar AS. Gangguan logistik akan berdampak penurunan sebesar 0,3 miliar dolar AS pada ekspor dan impor sebesar 0,7 miliar dolar AS.
Selain itu, sektor investasi juga akan terdampak, khususnya dari Cina, yakni sebesar 0,4 miliar dolar AS. Faktor-faktor ini yang menyebabkan BI merevisi proyeksi ke bawah. Perry menyampaikan, penilaian ini akan terus diperbarui seiring dengan perkembangan yang terjadi.
"Kami juga koordinasi dengan pengusaha, importir melaporkan ada gangguan distribusi logistik, tapi mereka masih punya stok sekarang sehingga produksi tidak terganggu," katanya.
BI juga menurunkan proyeksi pertumbuhan kredit 2020 karena virus korona baru. Pertumbuhan kredit 2020 diperkirakan dalam kisaran 9 hingga 11 persen, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 10 hingga 12 persen. Pertumbuhan kredit 2021 diproyeksikan meningkat lagi menjadi 10 hingga 12 persen. Sementara itu, untuk Dana Pihak Ketiga (DPK) 2020-2021, diproyeksikan tumbuh dalam kisaran 8 hingga 10 persen.
Dari sisi kualitas, BI optimistis perbankan Indonesia punya kekuatan yang cukup untuk mempertahankan kualitas kredit. Sisi rasio kredit bermasalah (NPL) dinilai tetap rendah, yakni 2,53 persen bruto dan 1,18 persen neto.
"Ini membuktikan total NPL nasional itu rendah, bank-bank punya cadangan yang cukup untuk meliputi risiko," katanya.
Penurunan suku bunga acuan BI dinilai dapat menjadi stimulus baik untuk ekonomi. Peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menyampaikan, kebijakan moneter serupa juga sudah dilakukan di banyak negara.
"Meskipun butuh waktu untuk transmisi ke bunga kredit perbankan, tapi langkah BI ini cukup baik untuk menstimulus ekonomi," kata Bhima.
Dia menjelaskan, stimulus tersebut akan membuat biaya pinjaman menjadi lebih murah. Penurunan suku bunga acuan bisa membantu dari sisi pengeluaran rutin pengusaha seperti pembayaran bunga ke bank.
Selain itu, menurut Bhima, pelonggaran suku bunga juga akan mendorong kredit konsumsi. Kebijakan bank sentral diharapkan dapat mendorong konsumen membeli kendaraan bermotor ataupun rumah.
Bhima mengatakan, langkah BI perlu dilengkapi dengan upaya koordinasi kebijakan fiskal moneter yang lebih solid. "Likuiditas bank harus dibantu, pemerintah jangan terlalu agresif terbitkan surat utang, konsolidasi bank dipercepat, BI dan OJK harus saling koordinasi lebih optimal lagi," katanya. n
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.