Medika
Lebih Waspada Melanoma di Kala Matahari Kian Ganas
Aplikasi tabir surya, bisa diulang setelah dua sampai tiga jam.
Siraman sinar matahari merupakan hal yang tidak bisa dihindari di negara tropis seperti Indonesia. Masalahnya, paparan radiasi ultraviolet dari sinar matahari secara terus-menerus, terutama UVB, bisa mengarah pada kondisi berbahaya seperti kanker kulit.
Dokter spesialis bedah subspesialis bedah onkologi konsultan, M Yadi Permana, membagikan sejumlah kiat mudah yang efektif untuk mencegah efek buruk paparan berlebih sinar ultraviolet (UV). Dia menyarankan untuk rajin-rajin mengecek indeks UV dan mengaplikasikan tabir surya pada kulit.
"Di aplikasi handphone, kita bisa lihat setiap jam indeks UV-nya berapa. Kalau angkanya lebih dari lima, sudah termasuk bahaya. Jangan sering terpapar," ujar Yadi pada Virtual Media Briefing yang digelar Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Selasa (1/8/2023).
Sekjen Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi) itu menjelaskan, apabila indeks UV terpantau masih di bawah angka lima, disarankan memakai tabir surya dengan SPF 30. Sementara, jika indeks UV di atas lima, pakailah tabir surya dengan SPF 50.
SPF atau sun protection factor menunjukkan seberapa baik kemampuan tabir surya dalam melindungi kulit dari sinar UVB. Semakin besar angkanya, perlindungan semakin baik. Lantas, bagaimana orang yang harus tetap berada di luar ruangan untuk bekerja?
Saran Yadi adalah memakai perangkat pelindung, misalnya, topi, helm, payung, sarung tangan, kacamata hitam, serta jaket atau baju berlengan panjang. Yadi menyadari pemakaian tabir surya tidak umum di sejumlah kalangan, jadi setidaknya dia menyarankan pemakaian pelindung, misalnya, topi caping untuk petani.
Jika memungkinkan, atur waktu beraktivitas di luar ruangan pukul enam sampai sembilan pagi, berlanjut pukul empat sore ke atas. Sementara, di antara pukul sembilan pagi hingga pukul tiga sore, ada baiknya menghindari paparan sinar matahari karena indeks UV bisa mencapai tingkatan ekstrem.
Apabila hal itu tidak memungkinkan, setidaknya kenakan sejumlah pelindung yang dia sarankan. Ketika benar-benar harus beraktivitas di luar ruangan, Yadi menyarankan mencari tempat teduh. Untuk aplikasi tabir surya, bisa diulang setelah dua sampai tiga jam. Pemilihan SPF disesuaikan dengan tingkatan indeks UV saat beraktivitas.
Menurut Yadi, sudah banyak tabir surya yang bisa dipakai semua kalangan, termasuk anak-anak. Namun, dia mengingatkan untuk mencermati kandungannya supaya jangan sampai mencetuskan alergi. Pakai sedikit dahulu, baru lanjutkan jika tak ada reaksi.
Sebagai pendukung kesehatan kulit, ada beberapa nutrisi yang bisa jadi asupan. Yadi menyebut vitamin C dan vitamin E sangat penting untuk kulit. Nutrisi itu bisa didapat dari berbagai sayuran hijau. Ada juga suplemen vitamin khusus yang dapat dikonsumsi sesuai kebutuhan.
Yadi menyebutkan, hal lain yang patut diwaspadai, yakni bahwa kanker kulit tidak memiliki gejala awal sama sekali. Bahkan, kanker kulit sering tidak terdiagnosis, di mana lesi prekanker hanya dikira tahi lalat biasa atau bercak-bercak akibat paparan sinar matahari.
Karena itu, tanda sekecil apa pun yang dirasakan tak biasa oleh pasien perlu dicermati. Misalnya, jika ada plak, bercak kemerahan, atau tahi lalat di kulit yang berkembang dengan cara tidak wajar. "Saat terjadi perubahan warna, membesar, meninggi, kulit di sekitarnya berdarah, atau disertai rasa gatal, perlu segera ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan secara mikroskopis," ujar Yadi.
Pria Lebih Berisiko
Sebagai lapisan pertama organ tubuh manusia, kulit rentan terserang berbagai penyakit. Salah satu bahaya yang mengintai adalah kanker kulit. Berdasarkan data prevalensi yang ada, rupanya para pria lebih berisiko mengidap kanker kulit dibandingkan kaum hawa.
Menurut Yadi, hal tersebut terjadi karena adanya kecenderungan lebih banyak pria bekerja di luar rumah dan melakukan aktivitas yang terpapar sinar matahari serta jarang memakai tabir surya. "Lebih banyak laki-laki yang mengidap kanker kulit daripada perempuan, dengan rentang usia di atas 40 tahun," kata Yadi.
Ia melanjutkan, kanker kulit lebih sering menyerang pasien dewasa daripada anak-anak, sebab elastisitas dan pigmen kulit pada anak cenderung masih baik. Lagi pula, pasien muda jarang terkena kanker kulit karena biasanya kanker itu terjadi akibat paparan faktor risiko secara terus-menerus, setidaknya setelah lima tahun.
Terdapat dua tipe utama kanker kulit, yakni kanker kulit melanoma dan kanker kulit nonmelanoma. Jumlah kasus kanker kulit melanoma hanya sekitar empat persen, sementara kanker kulit nonmelanoma bisa mencapai 90 persen.
Yadi yang menjabat sebagai sekjen Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi) menyampaikan, secara global diprediksi terdapat dua hingga tiga juta kasus kanker kulit nonmelanoma dan 132 ribu kanker kulit melanoma setiap tahun. Satu dari setiap tiga kanker yg didiagnosis adalah kanker kulit.
Di Indonesia, kanker kulit nonmelanoma menempati urutan ke-15 dari 36 jenis kanker. Berdasarkan data Globocan 2020, angka kasus kanker kulit nonmelanoma di Indonesia sebesar 1,99 persen, sementara angka kematian akibat kanker kulit nonmelanoma sebesar 1,48 persen.
Paparan sinar UV, terutama UVB, merupakan faktor risiko utama kanker kulit. Musim kemarau juga meningkatkan faktor risiko terkena kanker kulit, karena panas yang semakin menyengat dan indeks UV yang lebih tinggi.
Namun, Yadi menegaskan bahwa radiasi dari gawai tidak menyebabkan kanker kulit. Dia justru lebih menyarankan untuk waspada terhadap kandungan berbahaya dalam kosmetik yang dipakai, seperti produk yang mengandung merkuri.
Jika dibandingkan dengan jenis kanker lain, persentase insiden kanker kulit memang jauh lebih rendah. Sebut saja, apabila komparasi dilakukan dengan kanker payudara pada perempuan dan kanker paru-paru pada pria.
Akan tetapi, menurut Yadi, kanker kulit tetap harus menjadi perhatian khusus. "Sebagai negara tropis, faktor risiko berupa paparan UV di Indonesia cukup tinggi. Apalagi, banyak orang yang beraktivitas d luar ruang karena tuntutan pekerjaan atau berolahraga," ujarnya.
Di Indonesia, kanker kulit nonmelanoma menempati urutan ke-15 dari 36 jenis kanker.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Kanker di Indonesia
Kanker adalah salah satu penyakit yang menjadi momok kesehatan bagi banyak orang.
SELENGKAPNYASate, Daging Bakar, dan Risiko Kanker
Karsinogen merupakan zat kimia yang terbentuk melalui proses pembakaran.
SELENGKAPNYA