Safari
Ngeri-Ngeri Sedap, Wisata ke Zona Militer Korea
Perjalanan ke DMZ memberikan pengalaman tersendiri nan suram.
Berwisata, bisa memiliki beragam genre. Ada wisatawan yang gemar wisata belanja, wisata historis, wisata kuliner, hingga ada pula yang gemar berwisata sembari menyerempet bahaya.
Bagi penggemar genre wisata yang tak biasa, perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan, bisa jadi pilihan. Daerah yang biasa disebut Zona Demiliterisasi atau DMZ antara Korea Utara dan Selatan, tahun ini menandai tepat 73 tahun sejak Perang Korea dimulai pada 1950.
Mencakup lebar 160 mil semenanjung Korea, DMZ adalah salah satu perbatasan yang paling dijaga ketat di dunia. Itu didirikan pada 1953 sebagai bagian dari Perjanjian Gencatan Senjata Korea untuk mengakhiri Perang Korea.
Seorang travel blogger, Reena Koh, menceritakan pengalamannya mengikuti DMZ Peace Tour di Klook, dengan harga sekitar 53 dolar AS (Rp 797 ribu).
- Taman Imjingak
Ia memulai keberangkatannya dengan bus menuju Taman Imjingak, Paju, sebuah kota 23 mil di barat laut Seoul. Di dalam bus, pemandu wisata mulai bercerita dengan menggunakan bahasa Inggris, tentang sejarah Perang Korea dan DMZ.
“Hanya 40 bus wisata yang diizinkan masuk di DMZ setiap harinya,” kata sang pemandu wisata yang bernama Emily Lee itu. Lebih dari enam juta turis Korea dan asing mengunjungi Taman Imjingak setiap tahun.
Dibangun pada 1972 sebagai penghiburan bagi keluarga yang terpisah dan dengan harapan penyatuan kembali, Taman Imjingak adalah objek wisata populer tidak hanya bagi orang asing, tetapi juga bagi warga Korea Selatan. “Banyak orang datang ke sini untuk bersepeda, atau piknik,” kata Lee.
Taman Imjingak ini menjadi lokasi wisata pertama yang ia singgahi dalam tur tersebut. Di dalam taman itu, ada sebuah monumen yang didedikasikan untuk lagu berjudul "30 Years Lost".
Itu merupakan lagu tema untuk "Finding Dispersed Families," serangkaian siaran langsung khusus yang menggambarkan reuni keluarga yang tercerai-berai akibat perang pada 1983. Arsip serial itu didaftarkan sebagai bagian dari koleksi Memory of the World UNESCO pada 2015.
Lalu berikutnya berjalan ke Freedom Bridge, jembatan kebebasan dan Jembatan Dokgae di taman itu. Jembatan Kebebasan dibangun pada 1953 dengan tujuan tunggal untuk memungkinkan 12.773 tahanan Perang Korea menyeberang ke Korea Selatan. Di ujung jembatan berdiri pagar kawat berduri yang tertutup rapat dengan pita doa.
Lalu Jembatan Dokgae, yang dulunya adalah jembatan kereta api yang membawa kereta api ke arah utara melintasi Sungai Imjin hingga ujung Korea Utara. “Dermaga jembatan memiliki banyak bekas peluru, yang merupakan bekas perang Korea,” kata Lee sambil menunjuk ke arah jembatan yang kini telah hancur. Tiket ke dermaga jembatan dikenakan biaya tambahan sekitar 1,6 dolar AS (Rp 24 ribu).
2. Terowongan Infiltrasi Ketiga
Setelah itu perjalanan kembali dilanjutkan, tetapi sebelum memasuki DMZ, sepasang tentara Korea Selatan naik ke bus. Mereka memverifikasi setiap identitas wisatawan dengan daftar nama yang telah dikirimkan oleh pemandu wisata sebelumnya.
Mengambil foto atau video saat naik bus di dalam DMZ juga dilarang keras, jadi wisatawan hanya menikmati pemandangan sembari mendengar pemandu wisata bercerita tentang sejarah.
Lalu mereka memasuki Terowongan Infiltrasi ketiga yang membentang sejauh satu mil. Terowongan Infiltrasi ketiga ditemukan pada 1978 setelah deteksi ledakan bawah tanah. Meskipun tidak utuh, itu adalah terowongan yang terbesar di antara empat terowongan infiltrasi yang telah ditemukan di Korea Selatan.
Panjangnya satu mil, dengan tinggi dan lebar 6,5 kaki, terowongan itu cukup besar untuk dilewati 30 ribu tentara Korea Utara yang bersenjata lengkap dalam waktu satu jam. Semua ponsel disimpan di loker, wisatawan mengenakan helm pengaman, dan mulai turun 240 kaki di bawah tanah.
3. Observatorium Dora
Perhentian berikutnya adalah Observatorium Dora, tempat wisatawan bisa melihat Korea Utara dengan cukup jelas. Observatorium Dora berada paling dekat dengan Korea Utara. Letaknya hanya 10 mil sebelah utara Kaesong, salah satu dari tiga kota besar di Korea Utara.
Pada dek observasi terdapat beberapa teleskop yang dapat digunakan pengunjung untuk mengamati bagian terdekat dari Korea Utara secara detail. Hanya mendengar dan membaca tentang keadaan yang sulit dipahami, Koh merasa aneh mengintip melalui teleskop.
Di tingkat kedua observatorium, terdapat auditorium dengan panel kaca setinggi langit-langit yang memberikan pemandangan yang jelas ke area yang indah.
4. Desa Unifikasi
Sebelum mengakhiri tur di toko suvenir dan restoran desa yang menyediakan makanan khas setempat, seperti sundubu (tahu lembut) serta rempah-rempah gunung yang dibumbui, bus wisatawan akan melewati desa yang tenang dan damai.
Adalah Desa Unifikasi, terletak 2,7 mil selatan Garis Demarkasi Militer, merupakan rumah bagi sekitar 160 keluarga dan total sekitar 460 penduduk. “Itu yang terbesar dari tiga desa di dalam Garis Kontrol Sipil,” kata Lee.
Bagi Koh yang menjalani tur ini pada 26 Juni 2023 lalu, emosinya seperti bercampur aduk. Setiap bagian dari tur itu adalah pengingat yang sunyi, tetapi suram, tentang kenyataan yang menyayat hati dari semenanjung yang terpisah, jutaan orang yang, dan masih sangat terluka oleh Perang Korea.
“Setelah Perang Korea, jutaan orang terpisah dari keluarga mereka. Secara acak, mereka menjadi Korea Utara dan Selatan. Itu bukan pilihan mereka, tetapi kenyataannya mereka tidak bertemu selama 70 tahun,” kata Lee.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.