Dunia Islam
Masjid-masjid Bersejarah di Eropa
Masjid-masjid di Benua Eropa ini memiliki latar kesejarahan yang menarik.
Syiar Islam mencapai Eropa sejak abad kedelapan. Semenanjung Iberia menjadi daerah yang paling awal dikuasai Muslimin di Benua Biru. Mulai dari sana, peradaban tauhid menyinari kawasan di bumi bagian utara itu.
Salah satu wujud legasi kebudayaan Islam ialah masjid. Banyak masjid megah berdiri di Eropa. Beberapa di antaranya menyimpan nilai historis tinggi karena menjadi saksi bisu persebaran dakwah sejak ratusan tahun silam. Ada pula yang mulai dibangun pada abad modern sehingga mendukung hadirnya kerukunan antarumat beragama.
Berikut ini adalah tiga masjid di Eropa dengan keunikan sejarahnya masing-masing.
Masjid Agung Roma
Pepatah mengatakan, “Ada banyak jalan menuju Roma.” Dan, di ibu kota Italia itu tidak hanya marak gereja. Ada pula bangunan tempat ibadah umat Islam di sana. Salah satunya yang terbesar ialah Masjid Agung Roma. Desainernya adalah seorang berkebangsaan setempat, Paulo Porthogesi. Lokasinya berdekatan dengan negara-kota Vatikan dan sebuah sinagoge Yahudi.
Di seluruh Italia dan bahkan Eropa selatan, masjid ini merupakan yang paling besar. Pembangunannya memakan waktu sekira delapan tahun, yakni antara 1984-1992. Untuk mewujudkan fasilitas keagamaan ini, banyak pihak melakukan urun dana. Salah satunya adalah Kerajaan Arab Saudi yang menggelontorkan uang hingga 50 juta dolar Amerika Serikat.
Ide pendirian Masjid Roma bersumber dari raja Saudi kala itu, Faishal bin Abdul Aziz pada periode 1970-an. Rencana ini kemudian dimatangkan pada 1974 ketika presiden Italia Giovanni Leone mengunjungi Kerajaan. Diplomasi kedua negara ini menghasilkan kesepakatan untuk mewujudkan sebuah pusat keislaman di Roma.
Akan tetapi, bila menilik pada sejarah, rencana pembangunan tempat ibadah Islam di Roma sudah muncul sebelum itu. Pembangunan Masjid Agung Roma--yang memakan waktu 20 tahun itu--telah diwacanakan sejak era Benito Mussolini, diktator Italia yang berkuasa pada 1922-1943. Penolakan-penolakan pun mengemuka.
Toh dengan usainya Perang Dunia II, situasi berubah. Berkat kerja sama 23 negara mayoritas Islam, yang "dikomandoi" Arab Saudi, terwujudlah Masjid Agung Roma. Dari puluhan negara Muslim tersebut, di antaranya adalah Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Nama-nama mereka diabadikan dalam sebuah plakat marmer putih yang dipasang pada dinding dekat tangga utama masjid ini.
Masjid Lala Mustafa Pasha
Sebelumnya, bangunan ini dikenal sebagai Katedral Saint Nicholas. Usianya cukup tua. Dan, sempat difungsikan sebagai tempat ibadah kaum Nasrani.
Mulanya, konstruksi tersebut didirikan pada abad pertengahan. Bahkan, untuk kurun waktu tertentu inilah tempat ibadah Katolik terbesar di Famagusta, Siprus Utara, sejak 1328 M. Kemudian, pada tahun 1571 M daerah tersebut dikuasai Kesultanan Turki Utsmaniyah.
Sejak itu, populasi Muslimin di sana meningkat pesat. Pemerintah Turki Utsmaniyah lalu mengubah katedral tersebut menjadi sebuah masjid. Lokasi yang terpilih adalah bangunan Katedral Saint Nicholas, yang lalu diubah menjadi masjid dengan nama Lala Mustafa Pasha.
Penamaan masjid ini ditetapkan sejak tahun 1954. Nomenklaturnya berdasarkan nama tokoh militer Utsmaniyah kelahiran Bosnia, Lala Mustafa Pasha. Jenderal tersebut dipandang berjasa besar dalam mempertahankan Siprus dari serangan Venesia pada era sultan Murat III.
Sekilas, tidak ada yang berubah drastis dari penampilan bangunan tersebut, yakni sesudah fungsinya menjadi masjid raya. Perkecualian adalah ornamen-ornamen khas Nasrani yang memang terlarang dalam ajaran Islam, semisal patung atau gambar-gambar makhluk hidup. Hingga kini, Masjid Lala Mustafa Pasha masih menjadi tempat ibadah Islam dan kebanggaan Muslimin setempat.
Masjid Wina
Dengan menara setinggi 30 meter dan kubah berdiameter 20 meter, masjid di Ibu Kota Austria ini boleh jadi tak tergolong megah. Meski demikian, masjid ini istimewa mengingat aktivitas keislaman yang berlangsung di dalamnya. Selama lebih dari 30 tahun, masjid ini menjadi pusat kajian dan pengembangan Islam di Austria.
Vienna Islamic Center dibangun mulai 1975 dan rampung pada 1979. Masjid ini menjadi pusat kegiatan amaliah selama Ramadhan bagi Muslim Austria dan mampu mengakomodasi delapan persen dari 430 ribu Muslim di negeri ini.
Masjid ini merupakan rujukan bagi mualaf ketika ingin menggali pemahaman tentang Islam. Setiap bulannya, rata-rata dua hingga tiga warga asli Austria berkunjung ke masjid untuk mendapat pencerahan mengenai Islam dan bersyahadat.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Mengenang Tragedi Srebrenica
Pembantaian Srebrenica dilakukan oleh Serbia dan antek-anteknya pada 28 tahun silam.
SELENGKAPNYASejarah Perang Bosnia
Perang Bosnia dimulai ketika pasukan Serbia mengepung Sarajevo pada 2 Mei 1992.
SELENGKAPNYASejarah Bosnia: Era Kristen Hingga Turki Utsmani
Pada akhir abad ke-15, Bosnia menjadi bagian dari wilayah Kekhalifahan Turki Utsmaniyah.
SELENGKAPNYA