Dunia Islam
Sejarah Bosnia: Era Kristen Hingga Turki Utsmani
Pada akhir abad ke-15, Bosnia menjadi bagian dari wilayah Kekhalifahan Turki Utsmaniyah.
Kala membicarakan Islam di Benua Eropa, tidak lengkap rasanya bila tidak menyertakan Bosnia. Negara yang resminya bernama Bosnia dan Herzegovina ini memiliki populasi Muslim yang cukup signifikan di Semenanjung Balkan atau Eropa pada umumnya sampai saat ini.
Menurut sensus yang dilakukan pada 2013, sekira 51 persen atau setara 1,8 juta jiwa dari total penduduk negara tersebut adalah Muslim. Tingkat religiositas mereka pun cukup baik. Hal itu tecermin dari survey yang diadakan Pew Research Center beberapa tahun lalu. Lebih dari 80 persen responden Muslim Bosnia-Herzegovia mengaku menjalani aktivitas religius dalam kehidupan sehari-hari.
Menilik pada catatan histori, Bosnia-Herzegovina memiliki pengalaman yang lama dengan syiar agama Nasrani, sebelum akhirnya sebagian besarnya menerima Islam. Sebelum kedatangan penguasa Muslim, posisi negeri ini cukup unik dalam peta geopolitik Kristen abad pertengahan.
Menurut Schuman dalam Nations in Transition: Bosnia and Herzegovina (2004), sejak tahun 1180 wilayah tersebut dipimpin Raja (Ban) Kulin yang menolak kekuasaan Romawi Barat (Katolik) dan Romawi Timur (Kristen Ortodoks). Ban Kulin lebih mendukung Bogomilisme hingga akhir kekuasaannya pada 1204.
Uniknya, baik Katolik maupun Kristen Ortodoks memandang sekte Bogomilisme sebagai aliran sesat. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila Paus Gregory IX berulang kali mengimbau penyerbuan atas Bosnia pada Perang Salib periode 1235-1241.
Barulah pada 1322, Bosnia ketika di bawah pimpinan Ban Kotromanic menjalin aliansi dengan negeri Katolik yang terdekat, Hongaria. Namun, aliansi ini tidak mampu berbuat banyak terhadap perluasan wilayah kerajaan Islam, Turki Utsmaniyah.
Pada 28 Juni 1389, pasukan Muslim Turki berhasil mengalahkan pasukan Lazar, raja Serbia yang beragama Kristen Ortodoks, di Kosovo. Bosnia pun kian lemah dari sisi internal dengan munculnya Stephen Vukcik, yang mendeklarasikan pemisahan Herzegovina pada 1448. Tiga tahun kemudian, Vrhbosna (kini Sarajevo) dapat dikuasai Utsmaniyah. Barulah pada 1465 dan 1481, kekhalifahan ini berhasil menaklukkan berturut-turut Bosnia dan Herzegovina.
Di bawah bendera Turki
Schuman menjelaskan, para sultan Utsmaniyah melindungi hak-hak orang non-Muslim di wilayah taklukan untuk hidup secara wajar dan beribadah. Bagaimanapun, gelombang perpindahan agama tetap terjadi. Para sejarawan menduga pelbagai motif penduduk tempatan untuk menjadi Muslim.
Di antaranya adalah, mereka terutama kaum Bogomilisme ingin mempertahankan hak-hak istimewa. Menjadi seagama dengan penguasa setempat dipandang akan lebih menguntungkan. Selain itu, renggangnya hubungan Bosnia dengan ajaran Katolik dan Kristen Ortodoks agaknya menjelaskan alasan mereka untuk lebih menerima Islam.
Beberapa sejarawan menyoroti pemberlakuan sistem devsirme yang mewajibkan setiap laki-laki dewasa untuk mengabdi pada pemerintahan Utsmaniyah. Aturan ini berlaku baik di lingkup sipil maupun militer. Akan tetapi, para sultan Utsmaniyah lebih mementingkan aspek meritokrasi ketimbang identitas agama.
Sebagai contoh, seorang Kristen Ortodoks bernama Sokolovic terpilih untuk dikirim ke ibu kota Kesultanan Utsmaniyah, Istanbul, demi melanjutkan pendidikan. Dia kemudian menjadi seorang Muslim dan pada akhirnya meraih posisi wazir utama. Schuman menyebut, agama Kristen masih dipeluk kalangan petani, sedangkan kelas menengah dan kelas atas Bosnia-Herzegovina condong pada Islam.
Dalam kekuasaan Turki Utsmaniyah, Kota Vrhbosna menjadi pusat kegiatan politik, pendidikan, dan budaya masyarakat. Puluhan masjid dan ratusan sekolah untuk umum dibangun. Menjelang pertengahan tahun 1500-an, Vrhbosna telah memiliki tata kota yang cukup modern, lengkap dengan sistem irigasi, fasilitas kesehatan publik, dan destinasi wisata. Di masa inilah kota tersebut berubah namanya menjadi Sarajevo, yang diambil dari bahasa Turki saraj (‘istana’) dan ovas (‘tanah terbuka’).
Memasuki era 1700-an, kendali Istanbul atas Bosnia-Herzegovina mulai menyusut. Hal ini seiring dengan menurunnya simpati warga, termasuk kaum Muslim Bosnia, yang memandang rezim Utsmaniyah mengabaikan kepentingan setempat.
Memang, hingga dasawarsa 1800-an Bosnia-Herzegovina cenderung tertinggal bila dibandingkan dengan tetangganya, Kroasia yang dikuasai Wangsa Hapsburg dan Serbia yang telah lepas dari kekuasaan Utsmaniyah. Sementara mayoritas rakyat Bosnia-Herzegovina hidup dalam kemiskinan, seantero Eropa mulai terpacu Revolusi Industri.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Latar Keruntuhan Dinasti Abbasiyah
Sempat berjaya ratusan tahun lamanya, Dinasti Abbasiyah mulai keropos dari dalam.
SELENGKAPNYAManfaatkan Pasar Industri Halal Global
Ada banyak pasar potensial bagi produk halal Indonesia.
SELENGKAPNYAYahudi dan Muslim Berkumpul di Srebrenica
Lebih dari 8.000 Muslim Bosnia dibunuh pada Juli 1995.
SELENGKAPNYA