Mujadid
Sang Penggerak Perguruan Tinggi Islam
Bersama sejumlah tokoh, Prof Anton Timur Djaelani mendirikan PII.
Lahir di Kauman, Purworejo, Jawa Tengah, 27 Desember 1922, sosok yang bernama lengkap Anton Timur Djaelani begitu lekat dengan histori Pelajar Islam Indonesia (PII). Itu merupakan organisasi kepemudaan Islam tertua di Tanah Air.
Tokoh ini menjadi salah satu inisiator pergerakan yang terbentuk sejak 4 Mei 1947 itu. Sejak awal berdiri hingga sekarang, PII adalah organisasi pencetak pemuda Muslim yang berkiprah di berbagai lini, seperti sosial, keagamaan, pendidikan, dan birokrasi.
Perjuangannya mendirikan perkumpulan pemuda Islam ini bermula ketika Anton bersekolah di Madrasah Kweek School (Sekolah Guru) Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Langkah ini ia tempuh agar tetap mendapatkan asupan ilmu agama.
Maklum, jenjang pendidikannya memang kental dengan nuansa umum. Setelah menamatkan pendidikan dasar di Kebumen, ia melanjutkan pendidikan menengah pertama di sekolah Belanda MULO, setingkat SMP. Ia kemudian melanjutkan ke AMS, sekolah menengah atas pada zaman Belanda hingga Jepang masuk menjajah Indonesia.
Semasa belajar di sekolah Muallimin, Anton banyak berperan di lapangan dalam pendidikan dan pergerakan Islam, khususnya bagi kalangan pelajar.
Ia terlibat dalam pergerakan pelajar Islam bersama Lafran Pane yang juga dikenal sebagai salah satu tokoh pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Selama di Muallimin ini pula, Anton bersama beberapa rekan pelajar Islam lain, di antaranya, Yusdi Ghazali, Ibrahim Zarkasyi, dan Amin Sahri, kemudian mendirikan PII pada 4 Mei 1947.
Pada 1949, ia bergabung dengan Brigade Tentara Pelajar. Keterlibatannya dalam laskar adalah bentuk panggilan perjuangan membela kehormatan agama dan Tanah Air. Meski demikian, ketika penjajahan masih bergejolak di Tanah Air, Anton tetap menuntut ilmu.
Pada 1950, Anton Timur Djaelani menjadi mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Fakultas ini menjadi cikal bakal UIN Sunan Kalijaga, sebelum diambil alih pemerintah pada 1960 untuk menjadi Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTAIN) dengan status IAIN.
Ia menamatkan PTAIN pada 1955. Semangat sebagai pelajar dan menimba ilmu yang cukup besar tertanam di diri Anton. Setelah menamatkan PTAIN, ia kemudian melanjutkan ke studi pascasarjana di luar negeri.
Saat itu, sangat jarang pelajar Indonesia yang memiliki komitmen melanjutkan studi hingga pascasarjana, apalagi ke luar negeri. Kondisi ini menempatkan Anton ke dalam angkatan pertama mahasiswa PTAI dalam negeri yang menempuh jenjang pascasarjana di luar negeri.
Ia menyelesaikan S2 di McGill University Montreal Canada (1955-1959) dengan tesis “The Syarekat Islam Movement: Its Contribution to Indonesia Nasionalism”.
Semangat akan sadarnya pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi inilah, yang menginspirasi para kader PII. Hingga kemudian banyak pelajar Islam mulai sadar pentingnya pendidikan tinggi dan mulai bermunculan berbagai organisasi pelajar Islam dari berbagai ormas Islam lain, seperti IPM dari Muhammadiyah dan IPNU dari lingkungan NU.
Memajukan kampus Islam
Karier Anton sebagai seorang birokrat, dimulai dengan ia mengabdikan dirinya di Departemen Agama saat itu. Ia tercatat sebagai Inspektur Jenderal Departemen Agama pertama (1972-1978) dan Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam (sekarang Ditjen Pendidikan Islam) pertama (1978-1983).
Seusai pensiun dari Departemen Agama, ia aktif di bidang pendidikan, antara lain di Universitas Ibnu Chaldun Jakarta bersama H. Alamsyah Ratu Perwiranegara (mantan Menag), mendirikan Universitas Djuanda Bogor, serta Ketua STAI Thawalib Jakarta (1985-1997). Ia juga tercatat sebagai perintis pendirian Universitas Islam Riau (1987).
Anton Timur Djaelani juga aktif sebagai dosen di beberapa perguruan tinggi Islam, di antaranya sebagai dosen mata kuliah etika dan filsafat Islam di Universitas Muhammadiyah Jakarta, dosen pascasarjana di IAIN (kini UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan guru besar luar biasa di bidang sosiologi agama Islam di IAIN Raden Fatah Palembang.
Ia juga pernah terlibat aktif sebagai Ketua Umum dan mantan Ketua Badan Pembina YAPI (Yayasan Asrama Pelajar Islam) Al-Azhar Rawamangun, Jakarta.
Kiprahnya tak hanya kuat di dalam negeri, tetapi juga eksis di kancah internasional. Anton pernah menjadi anggota delegasi Indonesia pada World Conference on Religion and Peace di New Delhi (1981), Seoul (1986) Kathmandu (1990), dan Roma (1994).
Tutup usia
Pada 7 Februari 2009, sosok yang dikenal dengan gelar julukan “Architect of Indonesian Dialogue” ini, wafat pada usia 86 tahun akibat terserang stroke.
Jasanya yang sungguh besar, membuat beberapa kalangan tokoh Islam saat itu hadir untuk menyampaikan rasa duka yang mendalam. Turut hadir Menteri Agama saat itu, Muhammad Maftuh Basyuni, dan Wakil Ketua MPR saat itu, AM Fatwa, untuk melepas kepergian almarhum.
Tampak juga melayat sejumlah pejabat lain, di antaranya Menteri Negara BUMN saat itu yang kini menjadi Menko Perekonomian, Sofyan Djalil, dan MS Ka`ban, selaku Menteri Kehutanan saat itu.
Atas permintaan Menteri Agama, jenazah akhirnya dimakamkan di kompleks UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, karena besarnya kiprah dan pengabdiannya terhadap PTAIN di Indonesia
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Sosok Asisten Rumah Tangga di Kediaman Rasulullah
Safinah menginginkan tetap menjadi asisten rumah tangga yang bekerja untuk keluarga Nabi SAW.
SELENGKAPNYAMakruh atau Haram Hukum Membangun Makam?
Deretan kitab fikih generasi salaf banyak mengupas hukum membangun makam.
SELENGKAPNYADalam Belantara Menemukan Pencipta
Pada abad ke-12 M, Ibnu Thufail menulis sebuah novel perenungan filosofis.
SELENGKAPNYA