
Kabar Utama
Anas Hingga SBY pun Bicara Dugaan Kebocoran Putusan MK
Denny Indrayana mengeklaim, pemilu akan diputuskan menjadi proporsional tertutup.
JAKARTA — Informasi tentang putusan terkait sistem pemilu muncul di tengah gugatan yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi (MK). Denny Indrayana, mantan wakil menteri hukum dan HAM (Wamenkumham) adalah orang pertama yang membocorkan dan mengeklaim mendapat informasi tersebut dari orang tepercaya.
Denny mengatakan, berdasarkan informasi yang dia terima, Pemilu 2024 akan diputuskan MK menggunakan sistem proporsional tertutup. Artinya, MK secara kelembagaan akan menerima gugatan proporsional terbuka dan mengembalikan ke sistem proporsional tertutup layaknya era Orde Baru (Orba).
“Info. Putusan MK kembali ke proporsional tertutup. Putusan 6:3, tiga dissenting opinion,” kata Denny mengeklaim, dalam keterangannya kepada Republika, Ahad (28/5/2023).
Dalam penjelasannya, keputusan yang diambil MK tidak sepenuhnya disetujui sembilan hakim. Sembilan hakim dari tiga lembaga berbeda yang dipilih DPR, presiden, dan Mahkamah Agung (MA) itu, hanya menghasilkan persetujuan enam hakim. Tiga hakim lainnya punya pendapat berbeda.
“Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan hakim konstitusi,” kata dia.
Dia menjelaskan, jika MK secara kelembagaan resmi menerima gugatan yang ada, sistem pemilu serentak mendatang bisa menerapkan proporsional tertutup kembali seperti dilakukan era Orba pada 1955 hingga 1999. “Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba, otoritarian, dan koruptif,” ujar dia.
Meski demikian, dosen hukum pemilu dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, pesimis bahwa perubahan itu bisa dilakukan. Pasalnya, tahapan dari Pemilu 2024 kini sedang berjalan.
"Kondisi objektif saat ini jelas tidak memungkinkan untuk mengubah sistem pemilu, khususnya berkaitan dengan metode pemberian suara. Sebab, tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan dan sudah memasuki fase-fase krusial," kata Titi.
Gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu atas sistem proporsional terbuka ini diajukan oleh enam warga negara perseorangan, yang salah satunya merupakan kader PDIP. Para penggugat meminta agar MK menyatakan sistem proporsional terbuka yang termaktub dalam UU Pemilu adalah inkonstitusional, dan memutuskan penerapan sistem proporsional tertutup.

Sekjen PAN Eddy Soeparno mengaku turut mendapatkan informasi kalau MK akan mengembalikan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup. Meski begitu, info yang diterima sistem itu baru diberlakukan untuk Pemilu 2029. "Saya dapat infonya itu akan tertutup, tapi berlakunya 2029, terhitung 2029," kata Eddy.
Eddy merasa, sistem pemilu proporsional tertutup akan membuat masyarakat tidak tahu siapa yang mereka pilih karena hanya memilih partai politik, bukan caleg. Meski begitu, ia menekankan, PAN tetap siap sekalipun sistem Pemilu 2024 nanti diputuskan kembali ke proporsional tertutup. Walau, Eddy menilai, memang harus ada perubahan strategi untuk menghadapi Pemilu 2024 nanti.
Artinya, ia menekankan, tidak bisa lagi mengandalkan kekuatan caleg-caleg mereka. Sebab, Eddy mengingatkan, sistem proporsional tertutup mengharuskan parpol mengandalkan kekuatan identitas partai mereka. "Ini strategi yang menurut saya berubah," ujar Eddy.
Selain itu, Eddy berpendapat, jika sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup bisa jadi animo caleg-caleg yang mendaftar pileg akan menurun. Bahkan, kualitas demokrasi partisipatif berpeluang ikut-ikutan menurun. "Karena tidak ada harapan kalau tidak menempati nomor urut satu," kata Eddy.
Tidak ada harapan kalau tidak menempati nomor urut satu.EDDY SOEPARNO, Sekjen PAN
Polemik ini pun dikomentari mantan ketua umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Anas menilai, kembali kepada sistem proporsional tertutup merupakan kemunduran yang nyata.
Kembalinya sistem itu menunjukkan telah terjadi arus balik dari perjalanan demokrasi bangsa Indonesia. Artinya, elite-elite politik kembali diistimewakan, sedangkan pemilih kembali sebagai objek politik. Anas menekankan, itu sama saja dengan mengembalikan pemilih hanya sebagai ornamen-ornamen dari demokrasi.
"Jika benar sistem proporsional tertutup yang diputuskan oleh MK, sungguh itu arus balik dalam demokrasi kita, langkah mundur yang nyata," kata Anas lewat cuitannya di Twitter @anasurbaningrum, Ahad (28/5/2023).
Terkait sistem pemilu yang akan digunakan pada 2024, ia menuturkan, sistem proporsional tertutup nyata-nyata telah terbukti gagal. Sedangkan, untuk proporsional terbuka baru sekadar mengandung kekurangan dalam praktik.
Artinya, sistem proporsional terbuka yang diterapkan di Indonesia belum tentu gagal. Bahkan, menurut Anas, sistem ini bisa diperbaiki lewat mekanisme internal partai politik dan penguatan kesadaran pemilih.

Selain kemunduran, ia mengingatkan, sistem proporsional tertutup akan memindahkan lokasi biaya politik dari area pemilih ke area elit partai. Tidak ada jaminan proporsional tertutup mengoreksi politik biaya tinggi. Sistem proporsional tertutup akan pula membuat konflik internal yang keras karena berebut nomor urut. Sebab, Anas menambahkan, dalam kesaktian nomor urut itulah nasib caleg-caleg akan ditentukan.
"Pemilih kembali diposisikan sekadar sebagai asesoris demokrasi, cuma pemanis dalam pemilu. Suara pemilih tidak menentukan siapa yang akan menjadi wakilnya karena ditentukan perundingan di tingkat elite partai," kata Anas.
Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun turut memberi pernyataan. SBY menyebut, jika informasi yang disampaikan Denny Indrayana benar, putusan MK ini akan menjadi isu besar dalam dunia politik Indonesia saat ini. SBY pun mempertanyakan kepada MK terkait kegentingan atau kedaruratan dalam penetapan sistem proporsional tertutup ini.
“Pertanyaan pertama kepada MK, apakah ada kegentingan dan kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai? Ingat, DCS (daftar caleg sementara) baru saja diserahkan kepada KPU,” kata SBY.
SBY menilai, pergantian sistem pemilu di tengah jalan justru bisa menyebabkan kekacauan. “Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan chaos,” ujarnya.
Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan chaos.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO, Presiden Keenam RI
Selain itu, SBY juga mempertanyakan apakah sistem pemilu terbuka bertentangan dengan konstitusi? SBY mengatakan, berdasarkan konstitusi, domain dan wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, bukan menetapkan UU mana yang paling tepat.
SBY pun menilai, jika MK tidak memiliki argumentasi yang kuat bahwa sistem pemilu terbuka bertentangan dengan konstitusi sehingga diganti menjadi tertutup, mayoritas masyarakat akan sulit menerimanya. “Ingat, semua lembaga negara termasuk Presiden, DPR, dan MK harus sama-sama akuntabel di hadapan rakyat,” kata dia.
SBY menyebut, penetapan UU tentang sistem pemilu sesungguhnya berada di tangan Presiden dan DPR, bukan di tangan MK. Karena itu, ia juga mendorong agar Presiden dan DPR segera memberikan tanggapannya. Sedangkan, mayoritas partai politik telah menyampaikan sikap menolak untuk mengubah sistem terbuka menjadi tertutup. “Ini mesti didengar,” ujar SBY.

Juru Bicara MK Fajar Laksono tak mau ambil pusing soal isu yang dilemparkan Denny Indrayana. Menurut dia, penyerahan kesimpulan baru dilakukan pada 31 Mei 2023. “Yang pasti, tanggal 31 Mei mendatang baru penyerahan kesimpulan para pihak,” kata Fajar.
Menurut dia, pembahasan perkara dan pengambilan keputusan oleh majelis hakim baru akan diagendakan di tahap pengucapan putusan. Ditanya waktunya, dia mengaku belum mengetahuinya. “Soal kapan sidang pengucapan putusan, belum diagendakan,” ujar dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
PPP Siap Jika Pemilu Proporsional Tertutup
PPP dan PBB melakukan pertemuan politik sebelumnya.
SELENGKAPNYAYusril ‘Serang’ Argumen Pendukung Proporsional Terbuka
Yusril menyebut hanya PDIP dan PBB yang merupakan partai ideologis.
SELENGKAPNYAWapres Hingga Presiden Mendukung Pemilu Proporsional Terbuka
Perubahan sistem pemilu di tengah tahapan berpotensi menimbulkan gejolak.
SELENGKAPNYA