Ekonomi
BI: Ekonomi RI Terus Menguat
Peningkatan konsumsi terjadi di hampir seluruh wilayah.
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) meyakini geliat ekonomi Indonesia akan terus meningkat. Hal tersebut terlihat dari konsumsi swasta yang lebih kuat, kinerja ekspor yang terus terjaga, dan investasi non-bangunan yang juga dalam kondisi baik.
“Kami memperkirakan tahun ini pertumbuhan ekonomi bias ke atas pada kisaran 4,5 persen 5,3 persen, jadi bias ke atasnya 5,51 persen pada tahun ini,” kata Perry dalam konferensi pers RDG Bulanan BI April 2023, Selasa (18/4/2023).
Untuk kuartal I 2023, Perry memperkirakan pertumbuhan ekonomi bisa di atas 5 persen. Sementara itu, pada kuartal II 2023 yang juga bertepatan dengan momentum Idul Fitri 2023, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,1 persen atau lebih. "Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat ditopang oleh naiknya permintaan domestik dan positifnya kinerja ekspor,” kata Perry.
Dia memperkirakan, konsumsi swasta semakin kuat seiring dengan terus naiknya mobilitas, membaiknya keyakinan konsumen, dan meningkatnya daya beli seiring dengan penurunan inflasi. Perry menuturkan, kegiatan investasi tetap berlanjut, terutama investasi non-bangunan.
Indikator lain yang menunjukkan terus membaiknya ekonomi Indonesia adalah kinerja ekspor yang tetap positif. Hingga Maret 2023, ekspor nonmigas Indonesia tumbuh tinggi, didukung oleh ekspor batu bara, mesin listrik, dan kendaraan bermotor.
Berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke Cina, Amerika Serikat, dan Jepang menjadi kontributor utama. Adapun berdasarkan lapangan usaha, kinerja sektor industri pengolahan, perdagangan, serta informasi dan komunikasi diperkirakan tumbuh kuat.
Secara spasial, peningkatan konsumsi terjadi di hampir seluruh wilayah dan diikuti kinerja ekspor yang tetap tinggi di wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua. “Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan bias atas dalam kisaran proyeksi 4,5-5,3 persen,” ujar Perry.
Terkait dengan ekonomi global, BI pun memproyeksikan perbaikan ekonomi dunia terus berlanjut. Perry memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2023 dapat mencapai 2,6 persen.
“Perkembangan ini didorong dampak positif pembukaan ekonomi Cina pascapandemi Covid-19, khususnya pada sektor jasa, sehingga pengaruh rambatannya ke ekonomi global tidak secepat prakiraan sebelumnya,” kata Perry.
Dia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) juga diperkirakan lebih baik. Hal tersebut dipengaruhi kinerja ekonomi yang kuat pada kuartal I 2023.
Perbaikan ekonomi global di tengah keketatan pasar tenaga kerja di AS dan Eropa mengakibatkan prospek penurunan inflasi global berjalan lambat. Hal tersebut mendorong berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter di negara maju meskipun diperkirakan hampir akan mencapai puncaknya.
Sementara itu, Perry menyebut respons bank sentral AS dan Eropa memitigasi risiko kasus perbankan di AS dan Eropa berdampak pada berkurangnya ketidakpastian pasar keuangan global. “Perkembangan tersebut pada gilirannya mendorong aliran masuk modal asing dan penguatan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia,” jelas Perry.
Pada Selasa (18/4), BI pun masih kembali menahan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate sebesar 5,75 persen. Suku bunga deposit facility juga tetap sebesar 5 persen dan suku bunga lending facility tetap berada pada level 6,5 persen.
"BI yakin suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate tersebut memadai untuk mengarahkan inflasi inti tetap terkendali dalam kisaran di bawah 4 persen pada sisa tahun 2023," kata Perry.
Perry menjelaskan, suku bunga acuan tersebut juga dianggap masih memadai untuk mengendalikan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK). Khususnya membuat inflasi IHK akan kembali pada sasaran di bawah 4 persen lebih awal dari perkiraan sebelumnya pada September 2023.
Pacu ekspor
Untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, pemerintah berupaya memacu peningkatan ekspor. Hal itu sejalan dengan proyeksi pertumbuhan Indonesia yang tetap solid dan meningkat.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, per Maret 2023, ekspor Indonesia sebesar 23,50 miliar dolar AS atau tumbuh sebesar 9,89 persen dari bulan sebelumnya. Secara tahunan, ekspor melambat karena ekspor Maret 2022 yang sangat tinggi.
"Dorongan ekspor terutama dilakukan ke ASEAN, Cina, dan India. Permintaan masih tumbuh cukup tinggi seiring dengan Purchasing Manufacture Index manufaktur yang masih terus berekspansi," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (18/4/2023).
Dalam laporannya per April 2023, IMF emperkirakan perekonomian global melambat dari 3,4 persen pada 2022 menjadi 2,8 persen pada tahun ini. Pelemahan kinerja ekonomi global yang diikuti dengan moderasi harga komoditas juga menjadi faktor turunnya ekspor Indonesia.
Secara tahunan, harga komoditas unggulan, seperti batu bara dan minyak kelapa sawit, turun sebesar 40,38 persen dan 45,3 persen. Kinerja ekspor per Maret 2023 masih ditopang oleh bahan bakar mineral, logam mulia dan bijih logam, terak, serta abu. Adapun Cina, Amerika Serikat, dan Jepang masih menjadi negara tujuan ekspor dominan.
“Ekspor per Maret masih tumbuh positif dibanding Februari di segala sektor. Hasilnya, ekspor kumulatif dari Januari hingga Maret 2023 sebesar 67,20 miliar dolar AS atau tumbuh sebesar 1,60 persen secara tahunan," ucapnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.