Peristiwa
Jelang Lebaran, Permintaan Dodol Betawi Melonjak
Khazanah kuliner Indonesia telah mengenal penganan dodol telah dikenal sejak abad ke-9.
JAKARTA -- Khazanah kuliner tradisional Indonesia mengenal nama dodol. Penyebutan nama dodol ini telah ditemukan dalam sejumlah prasasti sejarah. Sebutan Dodol terdokumentasi pada kitab susastra dan beberapa prasasti di Ponorogo dari periode Kerajaan Medang di bumi Mataram (abad ke-9 dan abad ke-10).
Kakawin Ramayana yang ditulis pada abad ke-9 pada era Kerajaan Medang dipimpin Dyah Balitung mencatat pada bagian 17.112 dalam bahasa Jawa Kuno [4] Begitu pula pada Nawaruci (abad ke-17) sudah menyebutkan dodol. Serat Centhini (ditulis abad ke-19) berbahasa Jawa Baru juga menyebut dodol sebagai salah satu "amik-amik" (penganan kecil).
Dalam perkembangannya sekarang, sejumlah daerah memiliki penganan dodol khas masing-masing. Nama daerah masing-masing. Mulai dari Dodol Ponorogo, Dodol Garut, hingga Dodol Betawi.
Bahan utama dodol ini berbahan baku ketan, santan kelapa, gula merah, dan daun pandan. Selebihnya ditambahkan bahan lain sebagai variasi dan pelengkap rasa. Seperti dodol coklat, dodol durian dan lain-lain.
Di Jakarta dan sekitanya dikenal Dodol Betawi. Karena lama dan rumitnya proses pembuatan dodol, tidak banyak orang yang bisa membuatnya. Penganan ini pun hanya dibuat pada hari-hari tertentu, seperti Hari Raya.
Pekerja menyelesaikan proses pembuatan dodol betawi di Dapur Pondok Dodol Sari Rasa Bu Yuyun, Jakarta, selasa (11/4/2023). Menjelang Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah, jumlah permintaan dodol betawi mengalami peningkatan dari hari biasanya memproduksi sebanyak dua kenceng (kuali besar), kini memproduksi sebanyak 16 kenceng.
Dodol betawi tersebut dijual ke berbagai daerah di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan beberapa daerah lainnya untuk menjadi buah tangan khas Betawi. Setiap 1 buah dodol dijual mulai dari harga Rp20 ribu hingga Rp110 ribu tergantung ukurannya.