Wawasan
Menumbuhkan Iman Melalui Pelestarian Lingkungan
Wawancara dengan Direktur Eksekutif Green Muslims, Sevim Kalyoncu
Oleh RIZKY JARAMAYA
Krisis iklim saat ini telah menjadi isu global dan menjadi perhatian di seluruh negara. Dampak dari pemanasan global telah terpampang nyata di hadapan mata. Mulai dari badai salju di belahan Amerika, banjir bandang di Pakistan, hingga bencana hidrometeorologi di Tanah Air. Di tengah ancaman tersebut, aksi-aksi menyelamatkan Bumi kian marak. Republika pada Rabu (5/4) mendapatkan kesempatan untuk berbincang dengan Direktur Eksekutif Green Muslims, Sevim Kalyoncu yang datang jauh-jauh dari Washington, DC, Amerika Serikat dan menyambangi kantor kami di Jakarta Selatan. Kami berbincang mengenai bagaimana umat Islam bisa berperan menjaga alam sekitar sebagaimana diamanatkan ajaran agama. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana awalnya Anda tertarik dengan alam dan upaya pelestariannya?
Sejak kecil, saya tinggal dan tumbuh di area hutan. Di lingkungan rumah saya tidak ada masjid, jadi nilai-nilai alam saya dapatkan dari keluarga. Pengalaman saya tumbuh di area hutan dan dekat dengan alam, menyadarkan saya bahwa alam sekitar ini dapat menjadi sarana untuk mendekatkan keimanan kita kepada Allah. Allah yang menciptakan alam dan kita sebagai khalifah di dunia ini harus menjaga dan melestarikannya. Kemudian ketika saya punya anak yang tumbuh di perkotaan, dia tidak punya pengalaman dekat dengan alam seperti masa kecil saya dahulu. Dari sinilah saya mulai memutuskan untuk menjadi “master naturalist”, ini seperti pekerjaan informal. Saya memulai dengan menjadi sukarelawan lingkungan dan mulai belajar banyak hal.
Saya mengajar anak-anak untuk belajar dari alam melalui organisasi nonprofit Green Muslims. Saya juga mengajar privat dan homeschooling. Green Muslims bukan hanya mengajar anak-anak tentang isu lingkungan dan kenapa kami sebagai muslim harus peduli dengan lingkungan. Kita hiking, belajar tentang tanaman dan serangga serta hewan lainnya, kemudian merefleksikannya dengan keimanan kita, dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai Sang Pencipta. Kita ada program lintas agama juga, kita punya kesamaan dalam refleksi yang berbeda. Saya pikir, saya menemukan pekerjaan impian saya.
Green Muslims bukan hanya mengajar anak-anak tentang isu lingkungan dan kenapa kami sebagai muslim harus peduli dengan lingkungan.
Bagaimana Anda mengajarkan anak-anak untuk mencintai lingkungan dan nilai-nilai agama?
Berada di alam dengan pepohonan dan berbagai macam binatang seperti serangga dan burung-burung memberikan kesempatan untuk merefleksikan diri dengan Alquran. Dengan melihat keindahan alam, kita dapat merefleksikan kebesaran Allah. Barang-barang yang ada di sekitar kita adalah buatan manusia, kendati bahan bakunya Allah yang ciptakan.
Tetapi ketika berada di alam, manusia tidak mungkin bisa menciptakan alam atau mengubahnya. Kita menyadari bahwa Allah itu Maha Besar, Maha Pencipta dari alam yang indah ini. Kita belajar tentang ekosistem bagaimana tanah memberikan kehidupan kepada pohon kemudian ada sinar matahari dan binatang mengambil makanan dari pepohonan.
Hanya Allah yang mampu menciptakannya. Ini merefleksikan apa yang ada di sekitar kita. Tapi kita juga dapat melihatnya dari prespektif lain, misalnya dengan merasakan keindahan alam akan menuntun ke pertanyaan apa yang akan terjadi jika keindahan ala mini dihancurkan.
Mengajar anak-anak itu mudah, mereka tidak takut untuk bermain dengan tanah. Ini dapat menimbulkan rasa kecintaan mereka dengan alam. Industrialisasi telah menggerus lingkungan dan mengenalkan alam kepada anak-anak bisa menjadi upaya agar mereka menjadi generasi yang menjaga ala mini.
Bagaimana respon anak-anak dengan metode pembelajaran alam ini?
Ini adalah tantangan besar bagi saya. Mengendalikan anak-anak itu tidak mudah. Jika saya tidak menjadi seorang ibu, mungkin saya akan kesulitan untuk mengendalikan anak-anak. Jadi, teknik paling ampuh untuk mengajar anak-anak adalah tetap tenang.
Jika saya terlalu keras dan terlalu stress, mereka akan semakin liar. Saya mengajar di kelas kecil, biasanya hanya 10-12 anak dengan rata-rata usia 4 tahun hingga 11 tahun. Saya biarkan mereka bermain dengan alam. Kami mengambil pelajaran dari apa yang kita temukan di alam. Saya ajarkan mereka untuk memelihara alam, memberikan pengertian kepada mereka untuk tidak merusaknya. Saya ajak mereka bersenang-senang, misalnya menangkap serangga dan ini akan memberikan pengalaman tidak terlupakan bagi anak-anak.
Saya ajarkan mereka untuk memelihara alam, memberikan pengertian kepada mereka untuk tidak merusaknya.
Bagaimana dampak pembelajaran ala mini terhadap keluarga, dan lingkungan mereka?
Program pendidikan kami untuk anak-anak disebut sebagai Our Deen is Green. Ini adalah program pendidikan di alam untuk anak-anak. Kami ajak anak-anak keluar dan mengenalkan mereka dengan anak-anak. Kami mengajarkan tentang ekosistem alam, soal simbiosis mutualisme.
Setelah anak-anak belajar, mereka pulang dan menceritakan pengalaman mereka kepada orang tua. Mereka punya pengalaman belajar baru yang mungkin tidak didapatkan di sekolah. Anak-anak benar-benar menyebarkan pesan dan pengetahuan yang mereka dapatkan dari pembelajaran di alam.
Jadi, anak-anak bisa mengingatkan orang tua untuk menjaga lingkungan?
Iya, tentu saja. Anak-anak mendapatkan pembelajaran baru dan bisa mengingatkan orang tua maupun saudara mereka di rumah.
Apakah ada kelas khusus untuk orang tua?
Semua berawal dari anak-anak, tapi kami memperluasnya dengan membuka kelas untuk orang dewasa. Sekarang sudah ada program Our Deen is Green untuk orang dewasa. Karena pembelajaran ini biasanya didapatkan di sekolah dasar kelas 4, atau kelas 7, dan kelas 9. Saya pribadi tidak pernah mendapatkan pembelajaran seperti ini.
Jadi kami membuka kelas untuk orang dewasa dengan program yang sama untuk anak-anak. Untuk kelas orang dewasa biasanya kegiatan kami membersihkan sampah, hiking. Dengan datangnya pandemic Covid-19, banyak orang memilih untuk melakukan kegiatan luar ruangan.
Bagaimana membuat mereka konsisten untuk menjaga alam, karena sekarang kerusakan alam sudah masif?
Saya berusaha untuk menceritakan keindahan alam kepada murid-murid saya. Di sisi lain, saya juga membicarakan tentang kerusakan alam dan dampaknya ke lingkungan sekitar. Misalnya saja di area saya ada banyak aliran sungai. Saya memberi tahu kepada anak-anak bahwa mereka tidak boleh melakukan pembangunan di area sekitar sungai karena akan menghambat aliran air.
Justru kita harus membangun buffer zone di area sekitar sungai dengan menanam pohon agar tidak terjadi erosi. Saya memberikan pengertian kepada anak-anak bahwa daerah di sekitar sungai tidak boleh dibangun dengan bangunan beton atau semen karena penyerapan air akan berkurang, kemudian saya juga memberitahu mereka bagaimana dampak jika aliran sungai terhambat.
Kami juga membicarakan tentang polusi dan bagaimana dampaknya terhadap kehidupan manusia. Kita harus menetapkan mindset bahwa kita harus menjaga lingkungan, dan menjaga alam karena ini adalah ciptaan Allah.
Bagaimana Green Muslims mengajak komunitas Muslim untuk mencintai lingkungan dan menjaga alam?
Kami bekerja sama dengan organisasi lainnya untuk mendorong pembangunan Islamic Center yang ramah lingkungan dengan penggunaan panel solar. Saya tinggal di Kalifornia pada 2007, kemudian pindah ke East Cost pada 2008 dan bertemu dengan orang-orang yang membuat program lefthar selama Ramadhan.
Kita harus menetapkan mindset bahwa kita harus menjaga lingkungan, dan menjaga alam karena ini adalah ciptaan Allah.
Apa itu Lefthar?
Lefthar adalah leftover ifthar, atau artinya makanan sisa atau makanan lebihan yang dibawa untuk ifthar. Jadi ini seperti Green Ifthar untuk meniminalisir food waste selama Ramadhan. Biasanya di Islamic Center ketika ifthar mereka menyajikan makanan dengan styrofoam, dan gelas plastik. Mereka pakai styrofoam karena murah.
Selain itu, banyak makanan yang terbuang. Jadi masalah ini sudah muncul sejak 2007 dan masih berlangsung hingga sekarang. Tapi sekarang sudah banyak orang-orang dari Islamic Center yang menelpon saya untuk membantu bagaimana menghentikan masalah ini. Orang-orang sudah mulai menyadarinya sekarang. Ada sekelompok pemuda Muslim di Washington, DC, mereka menggelar buka puasa bersama di National Mall.
Mereka menyelenggarakan lefthar. Tapi saya akui secara kultural ini tidak bisa diterima di beberapa tempat. Termasuk di asal negara ayah saya di Turki, mereka membuat makanan baru untuk berbuka puasa. Jadi, kelompok pemuda itu membawa leftover untuk dimakan bersama saat ifhtar.
Mereka juga membawa piring, gelas, dan alat makan sendiri. Ini mudah untuk mereka lakukan, dan berlangsung selama Ramadhan. Kami juga mendorong masjid-masjid untuk menyajikan hidangan ifthar yang ramah lingkungan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.