Kabar Utama
Koalisi Besar, Layukah Sebelum Berkembang?
Pasangan capres-cawapres lebih dari dua dinilai lebih baik untuk demokrasi.
Oleh NAWIR ARSYAD AKBAR
Wacana pembentukan koalisi besar yang menguat pascapertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan lima ketua umum partai politik (parpol) pendukung pemerintah ternyata belum menemukan satu kesepahaman. Jika koalisi besar itu dipaksakan, akan ada banyak persoalan yang dinilai akan sulit untuk mendapatkan titik temu.
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menilai, koalisi besar akan menemui berbagai kerumitan. Salah satunya dalam penentuan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan diusung. “Fakta perjalanan, masing-masing koalisi yang ada belum mampu memunculkan calon presiden dan wakil presidennya, padahal itu sudah menjadi satu koalisi,” ujar Jazilul lewat pesan suara, Senin (3/4).
Pernyataannya itu mengacu pada Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang terdiri atas PKB dan Partai Gerindra yang belum mengumumkan capres-cawapres. Sebab, hal itu masih dibahas oleh Prabowo Subianto dan Abdul Muhaimin Iskandar sebagai ketua umum partai.
Hal serupa terjadi dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) antara Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Koalisi yang pertama kali dideklarasikan itu hingga saat ini tak kunjung mendeklarasikan capres-cawapresnya.
Di samping itu, Jazilul menilai, koalisi besar belum tentu menjadi penentu kemenangan. Menurut dia, kemenangan untuk Pilpres 2024 sangat ditentukan oleh sosok yang akan diusung. “Khusus untuk pemilihan presiden atau pilpres, publik menilai siapa calonnya, bukan koalisi partainya. Sebesar apa pun koalisinya, kalau penentuan capres-cawapres tidak sesuai dengan harapan masyarakat, ya, kalah,” ujar Jazilul.
Rencana peleburan KIB dan KKIR menjadi sebuah koalisi besar untuk menyongsong Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 terus menguat setelah pertemuan Jokowi dan lima ketua umum parpol. Kelima ketum parpol tersebut yakni Ketua Umum (Ketum) Golkar Airlangga Hartarto, Ketum Gerindra Prabowo Subianto, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum PAN Zulkifli Hasan, dan Ketum PPP Mardiono.
Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengatakan, PDIP diundang dalam acara silaturahim yang digelar PAN dan dihadiri Presiden Jokowi Ahad lalu. Menurut dia, ketidakhadiran PDIP karena Megawati Soekarnoputri dan Puan Maharani tengah berada di luar negeri. Karena itu, ia merasa PDIP tak ditinggalkan dalam forum penggodokan koalisi besar itu.
Menurut dia, koalisi besar tentu akan meringankan beban dalam menghadapi Pemilu 2024. Partai berlambang kepala banteng itu disebutnya pasti akan melakukan kerja sama dengan partai politik lain untuk menghadapi Pilpres 2024. Namun, kata Said, koalisi yang terdiri atas banyak partai politik belum berarti menjamin kemenangan pada Pilpres 2024.
“Soal kemenangan atau tidak, (koalisi besar) tidak menjamin kemenangan. Yang menentukan kemenangan itu yang pertama tentu figur, kemudian soliditas partai,” ujar Said.
Figur capres dan cawapres menjadi faktor utama dalam Pilpres 2024. PDIP sendiri sampai saat ini tetap mendorong kader dari internalnya untuk maju sebagai capres.
Soal kemenangan atau tidak, (koalisi besar) tidak menjamin kemenangan.SAID ABDULLAH, Ketua DPP PDIP.
Juru bicara PPP Usman M Tokan menceritakan, pertemuan dengan Presiden Jokowi dan lima ketum parpol memang membicarakan dinamika koalisi saat ini. Ia tak menampik, pertemuan lima ketua umum partai politik dan Jokowi itu juga membahas peluang terbentuknya koalisi besar. Kesimpulan dari pembicaraan itu, koalisi besar dipandang lebih baik dalam membangun Indonesia.
Usman pun berharap PDIP bergabung dalam pembahasan wacana koalisi besar meski tak hadir dalam pertemuan di kantor DPP PAN pada Ahad (2/4) lalu. “Itu juga dibahas karena PDIP bagian dari koalisi (pemerintahan). Jadi, berharap PDIP bergabung dengan koalisi besar itu,” ujar Usman.
Jelasnya, ketidakhadiran PDIP dalam forum tersebut murni karena Megawati sedang berada di luar negeri, tak ada alasan lain seperti anggapan banyak pengamat yang menilai adanya ketidakcocokan. “Hanya soal timing saja, sekarang terus membangun komunikasi, mudah-mudahan ke depan bisa ada kesepakatan untuk masuk kepada koalisi besar. Tentunya soal figur nanti disepakati, soal figur yang penting adalah pilihan rakyat,” ujar Usman.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, Airlangga Hartarto adalah salah satu pihak yang kerap menggaungkan pembentukan koalisi besar. Salah satunya lewat peleburan KIB dengan KKIR. “Koalisi ini kalau terbentuk, ya, tadi, platformnya apa? Kami tadi KIB sudah punya platform sendiri, tentu KKIR juga begitu. Bagaimana ini menyamakan frekuensi dulu,” ujar Doli.
Jika persamaan frekuensi sudah ditemukan lewat peleburan KIB dan KKIR, barulah koalisi membahas sosok yang akan diusung sebagai capres. Jika peleburan benar terealisasi, bukan tak mungkin Prabowo Subianto akan dicalonkan dalam kontestasi nasional mendatang.
“Semakin besar sinergi kekuatan politik, itu tentu akan diharapkan bisa punya energi lebih besar juga untuk membangun bangsa Indonesia ke depan. Artinya kan kalau pembicaraan satu-dua partai mungkin akan lebih kecil perspektifnya dalam membicarakan tentang Indonesia dibandingkan dengan lima atau enam atau tujuh parpol,” ujar Doli.
Rakyat juga memiliki pilihan-pilihan alternatif karena banyak calon yang maju.LILI ROMLI, Peneliti BRIN
Peneliti dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli, menilai kerja sama antarpartai politik untuk Pilpres 2024 masih sangat dinamis. Bahkan, ia menilai wacana peleburan KIB dan KKIR menjadi koalisi besar hanya tes ombak saja.
Lili mengakui, ia pada awalnya memuji langkah Partai Golkar, PAN, dan PPP yang sedari awal membentuk KIB. Hal senada diikuti oleh Partai Gerindra dan PKB yang membentuk KKIR. Jika dua koalisi tersebut terus terjalin dan berkomitmen hingga Pilpres 2024, kontestasi nasional akan diikuti oleh tiga poros. Tinggal menunggu sikap PDIP yang akan membuat poros baru atau bergabung dengan koalisi yang sudah ada.
“(Jika ada tiga poros koalisi) polarisasi yang terjadi seperti dalam pilpres sebelumnya akan berkurang, bahkan mungkin tidak akan muncul lagi. Karena dalam setiap koalisi memadukan unsur Islam dan nasionalis. Selain itu, rakyat juga memiliki pilihan-pilihan alternatif karena banyak calon yang maju,” ujar Romli.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Hadiah dari Ramadhan
Melalui bulan Ramadhan, keberkahan dari-Nya senantiasa kita dapatkan.
SELENGKAPNYA