
Kisah
Mengenal Sang Mufasir, Imam Jalaluddin al-Mahalli
Imam Jalaluddin al-Mahalli masyhur sebagai mufasir penulis Tafsir Jalalain.
Dalam disiplin ilmu tafsir, terdapat banyak pakar yang karya-karyanya masih menjadi acuan umat hingga kini. Salah seorang di antaranya adalah Imam Jalaluddin al-Mahalli. Alim dari Mesir ini bernama asli Muhammad bin Ahmad.
Adapun sebutannya itu berarti ‘seorang yang dihormati karena keilmuan agama.’ Gelar al-Mahalli dikaitkan dengan kampung halamannya, Mahalla, yang terletak di sebelah barat Kairo dan bersisian dengan Sungai Nil.
Imam Jalaluddin al-Mahalli lahir pada tahun 791 H atau bertepatan dengan tahun 1388 M. Ia wafat pada 864 H/1460 M. Ada pula yang menyebut bahwa wafatnya ialah pada tahun 1455 M.
Sejak kecil, al-Mahalli sudah menunjukkan tanda-tanda kecerdasan. Giat dan tekun dalam menuntut ilmu, ia pun menguasai berbagai disiplin.
Tidak hanya dikenal sebagai seorang ahli tafsir Alquran. Al-Mahalli pun menjadi pakar ilmu kalam (teologi), usul fikih, nahwu, dan menguasai mantik (logika).
Dalam menelaah kitab-kitab islami, al-Mahalli berguru kepada banyak ulama yang masyhur pada masanya. Di antara mereka adalah al-Badri Muhammad bin al-Aqsari, Burhan al-Baijuri, dan Syamsuddin al-Bisathi.
Karena penguasaannya terhadap berbagai disiplin ilmu, tak mengherankan jika al-Mahalli masyhur di tengah umat.
Karena penguasaannya terhadap berbagai disiplin ilmu, tak mengherankan jika al-Mahalli masyhur di tengah umat. Pernah suatu ketika, penguasa Mesir menawarkan kepadanya jabatan hakim agung. Namun, tawaran itu ditolaknya. Dirinya lebih suka menjadi pengajar fikih (mudarris fiqh).
Di samping aktif mengajar, al-Mahalli juga dikenal sebagai seorang penulis yang prolifik. Karya-karyanya tidak hanya mengenai tafsir Alquran, melainkan juga bidang-bidang lain.
Terkait ushuluddin dan usul fikih, misalnya, ia menulis Syarh Jami' al-Jawami. Dalam bidang fikih, ia menulis Syarh al-Minhaj ath-Thalibin, yakni komentar atas sebuah karya Imam Nawawi. Kitab ini dipakai hampir di seluruh pesantren di Tanah Air. Ulama-ulama yang bermazhab Syafii juga banyak mempelajari kitab ini sebagai rujukan.
Namun, tak semua manuskrip karyanya tuntas dikerjakan. Misalnya, buku yang di kemudian hari memasyhurkan namanya: Tafsir al-Jalalain.
Itu adalah kitab tafsir Alquran. Al-Mahalli “baru” sempat menyelesaikan separuhnya, yakni tafsir surah al-Kahfi hingga surah an-Nas. Separuhnya lagi, yakni tafsir atas al-Fatihah hingga al-Isra’, hendak dikerjakannya. Akan tetapi, sesudah mengerjakan bagian al-Fatihah, dirinya berpulang ke rahmatullah. Ia wafat dalam usia 73 tahun.
Kitab tafsir ini akhirnya dilanjutkan oleh salah seorang muridnya, Jalaluddin as-Suyuthi. Karya ini kemudian diberi nama Tafsir al-Jalalain, yang berarti ‘karya tafsir Alquran dari dua orang Jalaluddin'.
Hal inilah yang menyebabkan tafsir surah al-Fatihah dalam Al-Jalalain ditaruh pada bagian belakang. Itu agar menyatu dengan tafsir al-Mahalli yang telah selesai sang alim.
Kitab tafsir ini disusun oleh dua orang ulama terkemuka yang kemudian dikenal dengan nama dua Jalal (Jalalain) sebagai penanda nama sebuah kitab. Mereka itu adalah guru-murid, yakni Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi.
Dalam makalah berjudul "Metode Penelitian Tafsir Struktural", Abdullah Faishol memaparkan bahwa Tafsir Jalalain ditulis dengan menggunakan pendekatan bi al-ra'yi, yaitu menafsirkan Alquran berdasarkan akal (ra'yi) dan ijtihad.
Karena itu, para ulama yang hidup sesudah as-Suyuthi membuat klasifikasi Tafsir Jalalain ke dalam kategori tafsir bi al-ra'yi. Pengategorian kitab Tafsir Jalalain ke dalam kitab tafsir bi al-ra'yi ini juga diungkap oleh Manna' Qaththan dalam bukunya, Mabahits fi Ulum Alquran.
Kitab Tafsir Jalalain merupakan salah satu kitab pegangan kalangan Ahlus Sunnah di antara kitab-kitab tafsir bi al-ra'yi lain, seperti Tafsir al-Baidhawy, Tafsir al-Fahr al-Razy, Tafsir Abu Su'ud, Tafsir al-Alusi, dan Tafsir al-Naisaburi. Di Indonesia, kitab tafsir ini dipakai hampir di seluruh pesantren salaf.
Dalam menyusun kitab Tafsir Jalalain, kedua mufasir ini menggunakan metode dengan cara mengutip suatu ayat sampai selesai, kemudian disertai penjelasannya.
Dalam menyusun kitab Tafsir Jalalain, kedua mufasir ini menggunakan metode dengan cara mengutip suatu ayat sampai selesai, kemudian disertai penjelasannya. Terkadang, dalam satu ayat, terdapat sisipan penjelasan ataupun analisisnya.
Analisis dalam Tafsir Jalalain terkadang berupa muradif, penjelasan makna suatu lafal tertentu dari ayat Alquran, qira'ah, i'rab kalimat, dan tidak menjelaskan fawatih al-suwar (penafsirnya menyerahkan pengertiannya kepada Allah).
Secara umum, tidak ada perbedaan antara metode yang dipakai oleh al-Mahalli dan as-Suyuthi. Keduanya menafsirkan ayat-ayat suci dengan singkat dan padat. Yang menarik dari kitab ini adalah, penempatan tafsir surah al-Fatihah yang diletakkan paling akhir.
Kedua mufasir juga tidak berbicara tentang basmalah, sebagaimana tafsir-tafsir lainnya. Tidak ada keterangan yang menyebutkan alasan tidak ditafsirkannya perkataan mulia itu. Namun, dalam tafsir ini, ayat-ayat yang berada dalam satu surah tidak menggunakan nomor atau minimal pembatas. Maka dari itu, pembaca mungkin akan sedikit mengalami kesulitan jika ingin merujuk pada ayat-ayat tertentu.
Ramadhan dan Stabilitas Harga Pangan
Kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok lekat dengan bulan Ramadhan.
SELENGKAPNYAMenyesal ‘Telat’ Masuk Islam
Hakim bin Hazam masuk Islam baru belakangan, yakni saat Fath Makkah.
SELENGKAPNYA