Opini--AS dan Hari Internasional Anti Islamofobia | Republika/Daan Yahya

Opini

AS dan Hari Internasional Anti Islamofobia

Persoalan Islamofobia adalah fakta sehari-hari yang dihadapi umat Islam di seluruh dunia.

HAFID ABBAS, Komisioner dan Ketua Komnas HAM RI 2012-2017

Dalam wawancaranya dengan wartawan CNN, Fareed Zakaria pada 25 Oktober 2015, Tony Blair, mantan perdana menteri Inggris, dengan amat terbuka mengungkapkan penyesalan dan permohonan maafnya atas invasi Amerika Serikat bersama sekutunya di Irak.

Blair menyatakan, “Saya menyampaikan permohonan maaf atas fakta kami telah menerima laporan intelijen yang salah atas tuduhan Irak telah menggunakan senjata kimia secara ekstensif untuk menyerang penduduknya sendiri dan menyerang pihak lain. Dugaan kami itu ternyata tidak benar. Saya juga mohon maaf atas berbagai kesalahan dalam perencanaan dan terutama atas kesalahan perkiraan kami atas apa yang akan terjadi setelah menjatuhkan rezim Saddam Hussein.”

Presiden Barack Obama lewat wawancaranya dengan Fox News  (10/4/2016) juga mengungkapkan penyesalan dan permohonan maafnya kepada rakyat Libya.

Ia menyatakan, “AS amat menyesal dan sebagai presiden, inilah kesalahan terbesar yang telah saya lakukan dalam masa pemerintahan saya, menyerang Libya dan menggulingkan Presiden Muammar Khadafi tanpa perencanaan yang tepat pascapenyerangan itu. Akibatnya, Libya benar-benar chaos dan secara berlanjut masuk ke dalam ancaman kekerasan para ekstremis.”

Pengakuan lain yang juga menyentakkan kesadaran masyarakat internasional, yakni saat Donald Trump pada pidato kampanyenya di Florida, 11 Agustus 2016 menyampaikan, Obama dan Hillary, pendiri Islamic State of Iraq and Syria atau ISIS (The Guardian, 11/8/2016).

Ini dilakukan untuk memecah belah dan mengadu domba dunia Islam. Demikianlah beberapa realitas permainan Barat terhadap umat Islam. Dalam ulasan CNN, motif di balik realitas itu semua adalah kepentingan ekonomi.

Irak yang berpenduduk 33 juta (2016) menghasilkan 5,3 juta barel minyak setiap hari (2017) dan diperkirakan produksinya meningkat ke 8 juta barel sehari pada 2027 (Reuters, 10/8/2021).

 
Sebelum invasi AS dan sekutunya ke Irak, produksi minyaknya yang melimpah itu diatur sendiri oleh negaranya dengan tidak memperbolehkan ada kerja sama dengan perusahaan minyak AS dan Barat.
 
 

Sebelum invasi AS dan sekutunya ke Irak, produksi minyaknya yang melimpah itu diatur sendiri oleh negaranya dengan tidak memperbolehkan ada kerja sama dengan perusahaan minyak AS dan Barat.

Barulah setelah invasi, Presiden Bush menekan Pemerintah Irak untuk menyetujui pemberlakuan undang-undang yang memperbolehkan perusahaan minyak asing beroperasi di Irak (CNN, 15/04/2013).

Bandingkan dengan keadaan Indonesia yang penduduknya sekitar 272 juta jiwa, hanya menghasilkan sekitar 420 ribu barel per hari (Jakarta Globe, 11/12/2020). Data ini memperlihatkan secara jelas motif perang di Irak, sesungguhnya untuk menguasai minyaknya.

Lembaran baru hubungan AS-dunia Islam

Kepeloporan AS memerangi Islamofobia kelihatannya didasari kegagalannya menginvasi Afghanistan selama dua dekade, dengan kerugian dan pengorbanan yang tidak ternilai. Pada 30 Agustus 2021, secara resmi AS mengakhiri invasinya di Afghanistan.

Kegagalan dan pengorbanan yang sama juga dialami di Irak. Di sisi lain, dengan melihat ekspansi dan dominasi pengaruh ekonomi, sosial, dan politik Cina sejak 1990-an di Afrika dan di berbagai negara di Asia, pengaruh AS di kawasan Indo-Pasifik terlihat meredup.

Dengan dinamika itu, AS telihat hendak membangun koalisi baru dengan dunia Islam.

 
Dengan dinamika itu, AS telihat hendak membangun koalisi baru dengan dunia Islam.
 
 

Sungguh suatu kenyataan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, pada 14 Desember 2021, atas kepeloporan Ilhan Omar, anggota DPR AS dari Partai Demokrat berhasil mengegolkan UU Anti Islamofobia (Combating International Islamophobia Act).

Keberhasilan Omar karena dukungan penuh dari semua jajaran Partai Demokrat, termasuk Presiden Joe Biden. Dengan UU Anti Islamofobia, Kementerian Luar Negeri AS mengangkat duta besar khusus untuk memantau dan memerangi segala bentuk Islamofobia di seluruh dunia.

UU ini mengamanatkan Kementerian Luar Negeri AS menyiapkan laporan setiap tahun ke Kongres mengenai rapor HAM dan kebebasan beragama di setiap negara, dengan mengungkapkan data dan informasi pertama, perlakuan kejam secara fisik dan penghinaan terhadap umat Islam.

 
Dengan UU Anti Islamofobia, Kementerian Luar Negeri AS mengangkat duta besar khusus untuk memantau dan memerangi segala bentuk Islamofobia di seluruh dunia.
 
 

Kedua, kasus-kasus propaganda oleh media, baik dari pemerintah maupun bukan, yang bertujuan membenarkan dan mengobarkan kebencian atau penghasutan tindak kekerasan terhadap umat Islam.

Ketiga, langkah-langkah yang diambil pemerintah di setiap negara untuk mengatasi segala kasus seperti itu.

Dukungan atas kepeloporan AS untuk memerangi Islamofobia, Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, juga telah menyampaikan kebijakannya untuk segera mengangkat duta besar khusus untuk memerangi Islamofobia.

Trudeau menegaskan, persoalan Islamofobia adalah fakta sehari-hari yang dihadapi umat Islam di seluruh dunia (TRTWorld, 30/01/2022). Dengan dinamika itu, AS terlihat hendak membangun koalisi baru dengan dunia Islam.

Atas prakarsa AS bersama dunia Islam (OKI) dan 140 negara, melalui sidang umumnya, PBB menetapkan 15 Maret sebagai Hari Internasional Memerangi Islamofobia secara aklamasi.

Penetapan 15 Maret dipilih untuk mengenang hari terjadinya satu tragedi penembakan berdarah pada jamaah di Masjid Christschurch, Selandia Baru, yang menewaskan 51 orang. Tragedi berdarah itu dilakukan oleh mereka dengan dasar kebenciannya pada Islam.

 
Semoga Indonesia dapat menjadi contoh dalam gerakan internasional melawan Islamofobia dengan sungguh-sungguh mematuhi asas-asas yang telah ditetapkan PBB.
 
 

Semoga Indonesia dapat menjadi contoh dalam gerakan internasional melawan Islamofobia dengan sungguh-sungguh mematuhi asas-asas yang telah ditetapkan PBB, dengan mencanangkan 15 Maret sebagai Hari Internasional Anti Islamofobia.

Jika AS sudah memiliki UU Anti Islamofobia dan mengangkat duta besar khusus untuk memantau dan memerangi segala bentuk Islamofobia yang terjadi di seluruh dunia dan di seluruh pelosok negerinya, Indonesia tentu dapat pula melakukan hal yang sama.

Jika saja umat Islam terkesan masih dicurigai dengan segala macam tuduhan radikal, ekstrem, teroris, dan segala macam bentuk penghinaan lainnya, Indonesia dapat menjadi musuh bersama dari seluruh umat manusia.

Pesan Terakhir

Syuhada muda itu dididik oleh seorang janda miskin dari Raqqah.

SELENGKAPNYA

Zakat Profesi Menurut Fatwa dan Regulasi

Bagaimana ketentuan zakat profesi menurut fikih kontemporer?

SELENGKAPNYA

Revolusi AI dan Potensi Merevolusi Dunia

AI diperkirakan akan membuat perubahan terbesar yang pernah ada dalam sejarah.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya