
Khazanah
Digitalisasi Agama dan Peran Ulama
Digitalisasi agama bukan sekadar fenomena transformasi sosial-budaya.
Oleh S BOWO PRIBADI
Digitalisasi agama dinilai memberikan banyak manfaat. Umat tak hanya lebih mudah dalam mengakses informasi seputar agama. Beragam platform juga mampu memfasilitasi komunikasi dan interaksi antara Muslim, bahkan dari berbagai negara dan budaya. Tak pelak, hal tersebut mampu membuat percepatan dalam penyebaran dakwah dan pembelajaran agama.
Dalam orasi ilmiah pengukuhan guru besar ilmu fikih bertajuk "Fiqih Digital: Implementasi Digitalisasi Agama dalam Fiqh Kontemporer" di Gedung Tgk Ismail Yaqub Auditorium 2, Kampus 3, UIN Walisongo, Semarang, Jawa Tengah, Senin (13/3), Prof Dr Imam Yahya menjelaskan tentang betapa besar peran ulama dan cendekiawan Muslim dalam pemanfaatan teknologi digital tersebut.
Dia menjelaskan, mereka yang memahami teknologi digital dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang agama Islam dapat membantu umat untuk memahami penggunaan digitalisasi dalam beragama secara benar dan sesuai dengan ajaran Islam.
Menurut dia, implementasi digitalisasi agama bukan hanya sekadar fenomena transformasi sosial-budaya, melainkan juga menjadi tantangan transformasi bidang keagamaan di era kemajuan teknologi digital seperti sekarang. Imam mengatakan, komunikasi antarmasyarakat yang semula bersifat komunal, kini berubah menjadi pola komunikasi daring (online), yang memungkinkan antarindividu bisa menjalin komunikasi intensif tanpa perlu bertemu langsung. Di sisi lain, digitalisasi juga bisa menimbulkan konflik karena hoaks.

Transformasi di bidang keagamaan, lanjutnya, menjadikan aktivitas keagamaan lebih efisien dan efektif. Berbagai kajian keagamaan dan ritual keagamaan sekarang ini marak berlangsung secara online di tengah masyarakat Muslim. Kajian agama virtual, doa bersama virtual, tahlil virtual, bahkan shalat Jumat virtual menjadi alternatif dalam melakukan berbagai kegiatan keagamaan selama masa pandemi Covid-19 melanda negeri ini.
Munculnya banyak ulama, kiai, atau ustaz virtual dinilai menambah marak kegiatan keagamaan di ranah virtual. “Namun, di tengah maraknya penggunaan digitalisasi agama, ada penolakan dari kaum Muslim terhadap digitalisasi agama, yang disinyalir akan merubah eksistensi agama dan tokoh- tokoh agama,” ungkap dia dalam orasi tersebut.
Di tengah maraknya penggunaan digitalisasi agama, ada penolakan dari kaum muslim terhadap digitalisasi agama, yang disinyalir akan merubah eksistensi agama dan tokoh- tokoh agamaPROF DR IMAM YAHYA
Digitalisasi, lanjut Prof Imam Yahya, telah mengubah transfigurasi teknologi media dan komunikasi. Digitalisasi dakwah menjadikan akses pengetahuan keagamaan dengan mudah didapatkan dan dilakukan dengan media sosial. Menurut dia, aplikasi Alquran akan memudahkan umat dalam mengakses kitab suci.
Namun, itu juga berdampak pada kesakralan kitab suci yang bercampur dengan hal-hal profan. “Di mana terdapat pesan percakapan di dalam smartphone yang cenderung vulgar,” katanya.
Kontroversi terhadap digitalisasi agama juga akan membawa tiga ancaman yang serius terhadap eksistensi agama. Pertama, agama akan kehilangan keautentikannya ketika sumber-sumber ajaran Islam dimediakan dalam bentuk digital. Kedua, ulama atau kiai klasik yang mengajarkan agama secara manual, akan tertinggalkan oleh hingar-bingar ustaz-ustaz milenial karena kaum Muslim lebih mengenal tokoh agama yang berbasis media digital.
Ketiga, melalui digitalisasi agama, nilai-nilai sakralitas agama akan tergantikan dengan realitas media. Tokoh-tokoh agama, seperti ustaz, kiai, dan ulama dalam menerima digitalisasi agama sebagai sebuah solusi problem keagamaan pada era pandemi sekarang ini. Penolakan yang dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat terjadi akibat digitalisasi agama khususnya pada digitalisasi aspek ibadah mahdah, seperti shalat jumat virtual yang menjadi solusi untuk menghadapi era pandemi.
Sementara itu, beberapa lembaga keagamaan mainstream yang mewakili umat Islam Indonesia menyebut shalat Jumat virtual tidak diperbolehkan secara syar’i. Di samping itu, digitalisasi agama juga akan berimplikasi pada eksistensi ritual keagamaan. Contohnya, ujar dia, gagasan haji metaverse sebagai ganti ibadah haji. “Dengan demikian, digitalisasi agama justru akan membuat resistensi sosial di tengah umat Islam terhadap perkembangan digitalisasi agama,” ungkapnya.
Beliau memberikan gambaran, religion online itu dilakukan karena bagian dari respons kita di dunia digital.PROF DR IMAM TAUFIQ Rektor UIN Walisongo
Rektor UIN Walisongo Prof Dr Imam Taufiq MAg menyampaikan, Prof Imam Yahya merupakan sosok yang penuh cinta kasih dan merupakan pribadi yang menyenangkan. Kontribusinya terhadap UIN Walisongo juga luar biasa. Imam tercatat pernah menjabat dekan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Walisongo Semarang tahun 2010-2013, dekan syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Walisongo Semarang tahun 2014-2015, dekan syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang 2015-2019, dan direktur RMB UIN Walisongo sampai sekarang.
Rektor juga menyampaikan, Prof Imam Yahya merupakan cendekiawan yang ulung dan mampu memberikan gagasan yang jernih ketika semua serba-online dan digital, termasuk dalam putusan agama. “Beliau memberikan gambaran, religion online itu dilakukan karena bagian dari respons kita di dunia digital dan UIN Walisongo ingin memberikan Khidmah yang terbaik di tengah dies natalis kali ini,” ungkap dia.
Pengukuhan guru besar ini juga dihadiri oleh guru besar dari sejumlah universitas dan tokoh agama, seperti KH Ali Muhlis, KH Ahmad Daroji, KH Ubaidillah Shodaqoh, serta Ketua Kalam UIN Walisongo Lukman Hakim dan beberapa masayikh serta kiai.

Belajar dari Ambruknya Silicon Valley Bank
SVB terlalu berfokus pada perusahaan teknologi.
SELENGKAPNYATerhentinya Penerbangan Sipil di Pegunungan Papua
TPNPB mengeklaim berjaga-jaga di seluruh wilayah bandara di Papua.
SELENGKAPNYAFitnah Teknologi
Manusia di zaman ini seakan dipermudah dan dimanjakan dengan hadirnya teknologi.
SELENGKAPNYA