Nusantara
Isu Penculikan Anak Kembali Makan Korban di Papua
Seorang warga yang dituding penculik anak dibunuh.
JAYAPURA — Isu soal maraknya penculikan anak masih santer berembus di wilayah Papua dan sekitarnya. Sejauh ini, belasan telah meninggal terkait isu itu baik secara langsung maupun tak langsung.
Yang terkini, seorang sopir inisial H (38 tahun) diyakini tewas dikeroyok, dan ditikam menggunakan badik setelah dituduh sebagai penculik anak di Kampung Meteor, Distrik Airu, Jayapura, Papua, pada Senin (6/3/2023) . Empat pelaku pembunuhan, berhasil diringkus kepolisian di Sentani, dan Jayapura, Papua.
“Jasad dari korban H, sampai saat ini masih dalam pencarian oleh tim Polres Jayapura, dan Basarnas Jayapura, dibantu masyarakat,” begitu kata Kapolres Jayapura AKBP Frederickus Maclarimboen dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Senin (6/3). Frederickus mengatakan, dalam kasus ini sebetulnya ada tiga korban lainnya. Namun tiga korban lainnya berhasil selamat setelah lari dari kejaran warga penuduh.
Ia menerangkan, korban H bersama tiga rekannya awalnya menggunakan truk masing-masing dari perjalanan Jayawijaya, Papua Pegunungan menuju ke Jayapura. Setelah keempatnya tiba di Kampung Malili mendapatkan penghadangan berupa pemalangan jalan oleh warga setempat. “Warga setempat memeriksa truk yang dikendarai korban untuk diperiksa. Warga memeriksa terkait dengan isu penculikan anak-anak,” begitu kata AKBP Frederickus.
Saat dilakukan pemeriksaan itu, ada satu unit mobil Triton dan dua unit motor datang ke lokasi pemalangan. “Pengendara mobil Triton dan dua motor itu, langsung melakukan pengrusakan truk-truk yang sudah dipalang oleh masyarakat,” begitu terang AKBP Frederickus.
Melihat aksi pengrusakan tersebut, para sopir truk berlarian ke arah hutan-hutan berpencar menyelamatkan diri. “Namun korban H yang ingin meminta pertolonga di salah satu kamp PT Yasa malah mendapatkan penganiayaan dari pihak perusahaan tersebut,” begitu kata AKBP Frederickus.
H mendapatkan pukulan kayu dari YW (57), dan DA yang merupakan sekuriti kamp PT Yasa. “Setelah YW dan DA melakukan pengroyokan terhadap H, pelaku YK membawa korban menuju Jembatan Meteor yang berjarak sekitar 500-an meter dari kamp PT Yasa, dan diikuti oleh YW, SP dan DA,” begitu kata AKBP Frederickus.
Sesampainya di Jembatan Meteor YK membanting H dan melakukan penikaman. “YK membanting H sebanyak dua kali. Lalu melakukan penikaman menggunakan badik di bagian dada, begitu terang AKBP Frederickus. Saat kejadian itu tersebut SP, dan DA turut membantu.
Setelah melihat korban H berlumuran darah, kata AKBP Frederickus, YK, YW, SP, dan DA berusaha menghilangkan jejak perbuatan. Keempatnya saling membantu membuang korban H yang sudah berlumuran darah dan diduga sudah tak bernyawa ke Sungai Membramo.
Sedangkan tiga rekan supir H yang berhasil kabur ke arah hutan-hutan berhasil ditemukan dalam kondisi selamat. Setelah itu kepolisian memburu para pelaku dan berhasil menemukan dan menangkap para pelaku di kota terpisah. SP, DA, dan YW ditangkap di Distrik Airu. Sedangkan YK ditangkap di Sentani. Sementara jasad korban H sampai saat ini masih dalam pencarian.
Sebelumnya, di Sinakma, Wamena, Jayawijaya, Papua Pegunungan, simpang-siur penculikan anak-anak berujung pada kerusuhan yang menewaskan 11 warga asli dan pendatang, Kamis (23/2).
Di Sinakma, kabar tak jelas tentang penculikan anak-anak itu berujung pada bentrokan tiga unsur. Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri di satu pihak, dan warga pendatang, serta penduduk asli Papua di pihak lain.
Pegiat Hak Asasi Manusia Papua di Wamena, Theo Hesegem saat dihubungi Republika menjelaskan, kerusuhan itu berawal dari warga pendatang yang menawarkan barang-barang, dan makanan kepada salah-satu keluarga asli Papua di Sinakma.
Namun begitu, interaksi jual-beli itu berujung pada tuduhan terhadap si penjual sebagai penculik anak-anak. Kesalahpahaman tersebut, berujung dengan aksi pengumpulan massa. Sejumlah warga asli Papua mencoba melakukan ‘penghakiman’ sendiri terhadap si penjual yang merupakan warga pendatang.
Saat kepolisian mencoba melerai upaya tersebut terjadi kerusuhan. Penembakan oleh aparat kemudian menewaskan sembilan warga asli Papua. Sementara dua warga pendatang meninggal dalam kerusuhan. Pada Ahad (26/2) dua warga pendatang sekarat dibacok oleh sekelompok orang yang tak dikenal terkait kejadian itu.
Januari itu, isu tentang penculikan anak-anak di Kota Sorong, Papua Barat juga berujung pada aksi main hakim sendiri para warga yang membakar hidup-hidup si tertuduh penculik.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.