Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Menikah di KUA Biar Hemat

Ada tuntunan yang harus dilakukan saat menikah di KUA menjadi pilihan.

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum wr. wb.

Menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi pilihan akhir-akhir ini agar tidak memberatkan bagi kedua mempelai dan agar biaya pernikahan bisa digunakan untuk kebutuhan mendatang. Bagaimana tuntunan syariahnya? Mohon penjelasan Ustaz. --Intan, Cakung

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Ada beragam model dan bentuk resepsi yang menjadi pilihan para orang tua dan pengantin. Dari menikah dengan resepsi mewah karena berkesimpulan ini momentum satu kali seumur hidup, hingga menikah sederhana.

Saat ini menikah di KUA menjadi pilihan dengan beragam motif. Di antaranya karena mempertimbangkan kondisi keuangan (hemat dan sederhana) atau karena budget yang terbatas, dan agar tidak memberatkan orang tua.

 
Anggaran biaya nikah dan resepsi bisa digunakan untuk kebutuhan setelah menikah.
 
 

Di sisi lain, anggaran biaya nikah dan resepsi bisa digunakan untuk kebutuhan setelah menikah terutama bulan-bulan pertama setelah menikah yang memerlukan biaya tidak sedikit, seperti bayar sewa kontrakan dan membeli alat-alat kebutuhan rumah tangga.

Mungkin terjadi, menikah dengan resepsi yang berlebihan hingga terlilit utang; di bulan-bulan pertama pernikahan bersibuk ria menutup utang.

Atau realitas lain, menikah dengan resepsi super irit, tetapi menodai rasa keluarga besar karena dilakukan tanpa persetujuan keluarga. Oleh karena itu, ada tuntunan yang harus dilakukan saat menikah di KUA menjadi pilihan, yaitu sebagai berikut.

Pertama, sebelum berbicara tentang tuntunan menikah di KUA, perlu memastikan bahwa calon mempelai laki-laki memiliki tanggung jawab, salah satunya menafkahi keluarga dari sumber apapun yang penting halal. Pada umumnya, jika pernikahan telah melalui proses musyawarah dan khitbah yang melibatkan keluarga besar, maka calon pengantin laki-laki dan perempuan telah disetujui dan siap menikah.

Kedua, ada niatan dan latar belakang yang baik. Saat memilih KUA sebagai tempat menikah, maka itu dilakukan atas niatan dan latar belakang yang baik.

Di antara niatan yang baik tersebut adalah karena tidak ingin memaksakan diri, karena kondisi keuangan yang terbatas, atau karena ingin menyiapkan dana yang cukup untuk biaya-biaya (yang tidak sedikit) yang dibutuhkan di bulan-bulan pertama setelah menikah.

Di antara biaya tersebut seperti angsuran rumah, angsuran kendaraan, dan biaya peralatan rumah. Misalnya, memang fakta sebagian muda-mudi yang ingin menikah kondisi keuangannya hanya mampu untuk membiayai akad dan itu disetujui oleh keluarga besar.

Ketiga, pilihan KUA sebagai tempat menikah itu atas persetujuan kedua keluarga agar semua lapang dan ridha (semua setuju). Karena mungkin setiap keluarga punya keinginan tersendiri.

Keempat, walaupun akad nikah di KUA dan tanpa resepsi, tetapi menyampaikan informasi (khususnya kepada kerabat dan tetangga terdekat) itu menjadi kewajiban, juga meminta doa kepada mereka agar keluarga yang baru terbentuk ini diberkahi dan mendapatkan bimbingan dari Allah SWT dan agar masyarakat tahu hadirnya keluarga baru tersebut (i’lan).

Ketentuan tersebut sebagaimana tuntunan berikut. (1) Yang menjadi target walimah adalah menyampaikan kabar gembira kepada kerabat dan masyarakat sekitar bahwa telah ada keluarga baru dan meminta doa dari mereka.

Jadi walaupun menikah hanya di KUA, tetapi kerabat dan masyarakat sekitar dikabarkan berharap doa dari mereka. Jika mampu mengumpulkan keluarga terdekat dan tetangga dalam satu majelis meminta doa kepada mereka itu lebih baik.

(2) Resespsi atau walimah itu bukan kewajiban tetapi sunnah/mustahab (dianjurkan), bukan sebuah kewajiban sebagaimana pendapat mayoritas ahli fikih.

Bahkan Ibnu Batthal mengatakan, “Saya tidak melihat seorang pun yang mengatakan walimah itu wajib."

(Jika diadakan) walimahnya di mana dan seperti apa, itu sesuai dengan kemampuan suami dan kebutuhan setiap keluarga, di mana setiap keluarga kebutuhannya berbeda-beda. Jika menikah di KUA sesuai dengan realitas kemampuan keuangannya, maka itu sesuai dengan tuntunan sunnah.

(3) Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, "Dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi SAW pernah melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman bin Auf. Lalu beliau bersabda, 'Apa ini?' Ia berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menikahi seorang perempuan dengan maskawin senilai satu biji emas.' Beliau bersabda, 'Semoga Allah memberkahimu, selenggarakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing'." (Muttafaq ‘Alaih dan lafadznya menurut Muslim).

Sebagaimana penegasan Syaikh ‘Athiyah Shaqr bahwa besaran biaya itu merujuk pada kelaziman dan kemampuan suami (keluarga). “Apa pun pendapatnya, maka idealnya seseorang menyelenggarakan walimah sesuai kemampuannya dan sesuai dengan kelaziman masyarakat di mana ia tinggal.” (Syekh ‘Athiyah Shaqr, al-Usrah Tahta Ri’ayati al-Islam, Hal 498).

(4) Jika KUA menjadi pilihan tempat menikah sebagaimana tuntunan di atas, maka itu lebih baik dan memberikan maslahat. Karena dengan menikah di KUA, maka rukun dan syarat akad nikah akan terpenuhi karena tercatat (legal) dan terhindar dari pernikahan yang tidak tercatat yang mungkin akan mengakibatkan realitas yang tidak baik.

Wallahu a’lam.

Cara Menyikapi Islamofobia

Kaum muslimin agar tidak terpancing dengan gerakan Islamofobia

SELENGKAPNYA

Untuk Apa Hasad

Iri, dengki, dan hasad merupakan permulaaan penyakit dan dosa.

SELENGKAPNYA

Ikhlas, Engkau Harapan Kami

Sungguh sulit mencari pemimpin semacam ini.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya