Kisah Mancanegara
Akar Kekerasan di Kota Bunga
Konflik AS-Soviet berperan mengubah wajah Peshawar.
OLEH RIZKY JARAMAYA
Pengeboman yang merenggut nyawa lebih dari seratus orang menandai eskalasi kekerasan di Peshawar, Pakistan. Apa yang memicu eskalasi kekerasan tersebut? Apakah semata terkait militansi kelompok Islam ekstrem?
Peshawar pernah dikenal sebagai "kota bunga" di Pakistan. Kota ini dikelilingi oleh kebun buah pir, kwinsi, dan pohon delima. Peshawar adalah kota perdagangan dan terletak di gerbang lembah gunung utama, yang menghubungkan Asia Selatan dan Tengah.
Tapi selama empat dekade terakhir, Peshawar telah menanggung beban karena meningkatnya militansi yang dipicu oleh konflik di negara tetangga, Afghanistan dan permainan geopolitik kekuatan besar. Pada Selasa (31/1), kota dengan populasi sekitar 2 juta jiwa itu terguncang oleh serangan militan paling menghancurkan di Pakistan dalam beberapa tahun.
Sehari sebelumnya, seorang pembom bunuh diri melepaskan ledakan di sebuah masjid di dalam kompleks polisi. Pemboman ini menewaskan sedikitnya 101 orang dan melukai sedikitnya 225 orang. Sebagian besar korban adalah polisi. Analis mengatakan pembantaian itu adalah warisan dari kebijakan cacat Pemerintah Pakistan dan Amerika Serikat selama beberapa dekade.
"Apa yang Anda tabur, itulah yang akan Anda tuai," kata seorang analis keamanan senior, Abdullah Khan.
Peshawar dikenal sebagai kota yang damai, sampai awal 1980-an ketika diktator Pakistan Ziaul Haq memutuskan untuk ikut ambil bagian dalam perang dingin antara Washington melawan Moskow. Pakistan ikut bergabung dalam perang melawan invasi Soviet ke negara tetangga Afghanistan pada 1979.
Peshawar terletak kurang dari 30 kilometer dari perbatasan Afghanistan. Saat perang dingin, Peshawar menjadi markas militer. Di kota bunga itu, CIA dan militer Pakistan membantu melatih, mempersenjatai, dan mendanai mujahidin Afghanistan melawan Soviet. Kota itu dibanjiri oleh senjata dan pejuang, banyak dari mereka adalah militan Islam garis keras, serta ratusan ribu pengungsi Afghanistan.
Militan Arab juga ditarik ke Pakistan untuk perang melawan Soviet, termasuk keturunan dari keluarga kaya Saudi, Osama bin Laden. Di Peshawar itulah bin Laden mendirikan kelompok Alqaidah pada akhir 1980-an, bersama dengan militan veteran Mesir, Ayman al-Zawahri.
Soviet akhirnya mundur dalam kekalahan dari Afghanistan pada 1989. Namun warisan militansi, serta perlawanan bersenjata yang dimiliki AS dan Pakistan masih tetap ada.
"Setelah penarikan Rusia dari Afghanistan pada 1980-an, Amerika meninggalkan mujahidin, Amerika bahkan meninggalkan kami, dan sejak itu kami membayar harga untuk itu," kata mantan brigadir tentara Pakistan dan seorang analis keamanan senior, Mahmood Shah.
Mujahidin menjerumuskan Afghanistan ke dalam perang saudara untuk perebutan kekuasaan berdarah. Sementara itu, di Peshawar dan kota Pakistan lainnya, Quetta, Taliban Afghanistan mulai berorganisasi, dengan dukungan dari pemerintah Pakistan. Akhirnya, Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pada akhir 1990-an. Taliban memerintah Afghanistan sampai mereka digulingkan oleh invasi yang dipimpin Amerika Serikat pada 2001 menyusul serangan 9/11 di New York yang dituduhkan pada Alqaidah.
Selama hampir 20 tahun pasukan koalisi pimpinan AS berperang melawan pemberontakan Taliban di Afghanistan. Selama pasukan Barat berada di Afghanistan, kelompok-kelompok militan berkembang di daerah kesukuan Pakistan di sepanjang perbatasan dan sekitar Peshawar. Taliban menemukan akar di antara etnis Pashtun yang menjadi mayoritas di wilayah tersebut dan di Peshawar.
Beberapa kelompok militan mengarahkan senjata mereka melawan pemerintah. Mereka marah dengan tindakan keras keamanan dan serangan udara AS di wilayah perbatasan yang menargetkan Alqaidah dan militan lainnya.
Di antara kelompok anti-pemerintah adalah Taliban Pakistan, atau Tahreek-e Taliban-Pakistan (TTP). Pada akhir 2000-an dan awal 2010-an, mereka melakukan kampanye kekerasan brutal di seluruh negeri. Peshawar menjadi salah satu tempat serangan TTP yang paling brutal pada 2014. Militan TTP melakukan serangan di sebuah sekolah umum yang dikelola tentara. Serangan ini menewaskan hampir 150 orang, kebanyakan dari mereka adalah anak sekolah.
Selama berabad-abad, Peshawar menjadi titik temu penting antara Asia Tengah dan anak benua India. Peshawar merupakan salah satu kota tertua di Asia. Di kota ini berdiri di pintu masuk Celah Khyber, atau jalur utama antara Asia Tengah dan anak benua India. Peshawar adalah sumber kemakmuran dalam perdagangan.
Serangan militer menghentikan pergerakan TTP selama beberapa tahun. Pemerintah serta militan akhirnya mencapai gencatan senjata yang tidak mudah. Peshawar kini berada di bawah kendali keamanan yang ketat. Pos-pos pemeriksaan tersebar di jalan-jalan utama, dan banyak polisi serta pasukan paramiliter yang berjaga di ruang publik.
Serangan TTP kembali muncul sejak Taliban Afghanistan kembali berkuasa di Kabul pada Agustus 2021. Taliban Afghanistan mengambil alih negara setelah penarikan pasukan AS dan NATO. Taliban Pakistan berbeda dengan Taliban Afghanistan, namun keduanya bersekutu. Pejabat Pakistan menuduh Taliban Afghanistan memberikan kebebasan kepada TTP untuk beroperasi dari wilayah Afghanistan.
Pada Rabu (1/2), beberapa petugas polisi bergabung dalam pawai perdamaian yang diselenggarakan oleh anggota kelompok masyarakat sipil di Peshawar. Mereka mengecam serangan militan dan menuntut perdamaian di negara tersebut. Polisi menyatakan, mereka melakukan beberapa penangkapan sehubungan dengan pengeboman masjid pada Senin (30/1/2023), tetapi polisi tidak memberikan perincian.
Menjelang pemboman bunuh diri pada Senin, Peshawar mengalami peningkatan serangan skala kecil yang menargetkan polisi. Afiliasi regional kelompok ISIS menyerang masjid utama Syiah di Peshawar pada Maret 2022, yang menewaskan lebih dari 60 orang.
Shah memperingatkan, akan ada lebih banyak serangan susulan oleh TTP. Dia mengatakan, Pakistan perlu melibatkan Taliban Afghanistan dan menekan mereka untuk mengusir TTP atau memastikannya tidak melancarkan serangan dari wilayah Afghanistan.
"Jika kita menginginkan perdamaian di Pakistan, kita harus berbicara dengan TTP dari posisi yang kuat dengan bantuan dari Taliban Afghanistan. Ini adalah solusi terbaik dan layak untuk menghindari lebih banyak kekerasan," ujar Shah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.