
Keluarga
Mitos Bayi dan Asupan Kopi
Survei di Amerika Serikat menunjukkan, sebagian orang tua berbagi kopi dengan bayi dan balita.
Ada mitos yang sudah mengakar terkait pemberian kopi pada bayi. Konon, meminumkan kopi bisa mencegah bayi dari mengalami kejang demam atau yang biasa dikenal masyarakat awam sebagai penyakit step.
Umi Acih, ibu tiga anak yang berdomisili di Bubulak, Kota Bogor, Jawa Barat, menyampaikan kebiasaan meminumkan kopi saat anak-anaknya masih bayi tidak pernah lepas dia lakukan. Perempuan 50 tahun itu dulu selalu memberikan kopi hitam yang sudah diseduh sejak anaknya berusia sekitar satu bulan.
"Sedikit aja dikasihnya. Beberapa tetes. Sekali-sekali kalau ayahnya anak-anak minum kopi. Dari nenek, dari buyut, selalu mengingatkan begitu, katanya biar kalau sakit panas enggak kejang. Alhamdulillah anak-anak Umi enggak pernah ada yang kejang," ujar Umi Acih kepada Republika, Selasa (24/1/2023).

Tidak hanya di Indonesia, survei di Amerika Serikat (AS) pun menunjukkan, sebagian orang tua berbagi kopi dengan bayi dan balita. Studi pada 2015 terhadap 315 pasangan ibu-bayi di Boston, Massachusetts, AS, menemukan bahwa 15,2 persen ibu yang disurvei mengizinkan anak mereka yang berusia dua tahun untuk minum kopi antara 0,01 hingga empat ons sehari.
Sebagai gambaran, setengah cangkir kopi kira-kira seukuran empat ons. Studi yang dipublikasikan secara daring di SAGE Journals tersebut juga menemukan bahwa 2,5 persen ibu memberikan kopi kepada anak mereka yang berusia satu tahun.
Ada mitos lain mengenai kafein, yakni bisa menghambat pertumbuhan anak dan memengaruhi tinggi badan. Mitos itu sebenarnya tidak memiliki sumber yang jelas. Para pakar memperkirakan, hal ini berasal dari beberapa penelitian lama yang menyimpulkan kopi menyebabkan osteoporosis dan pengeroposan tulang, yang dapat membuat seseorang lebih pendek dari waktu ke waktu.
Hal itu disangkal oleh penelitian selanjutnya yang menemukan, baik asupan kopi maupun kafein tidak menyebabkan osteoporosis. Bahkan, jika ada beberapa kasus yang menunjukkan demikian, osteoporosis belum tentu memengaruhi tinggi badan.
View this post on Instagram
"Anak-anak yang lebih muda lebih sensitif terhadap kafein daripada anak yang lebih tua, karena otak mereka masih berkembang pesat," kata dokter anak Whitney Casares yang merupakan pendiri Modern Mommy Doc dan Modern Mama's Club, dikutip dari laman Insider, Selasa (24/1/2023).
Memang benar bahwa orang yang mengonsumsi banyak kafein cenderung mengonsumsi lebih sedikit kalsium dan vitamin D dari sumber makanan. Tapi, tidak mendapatkan cukup nutrisi penting itulah yang bisa memicu penurunan kepadatan tulang dan osteoporosis.
Meski kafein tidak memengaruhi pertumbuhan selama masa perkembangan penting, termasuk masa bayi dan masa kanak-kanak, bukan berarti orang tua boleh memberikannya dengan leluasa pada anak. Terlebih, apabila minum kopi dijadikan pengganti air susu ibu (ASI) pada bayi di bawah dua tahun.
Kebanyakan dokter anak merekomendasikan anak-anak usia 12-18 tahun untuk minum minuman berkafein tidak lebih dari 100 mili gram sehari. Sementara itu, anak di bawah usia 12 tahun disarankan sama sekali tidak meminumnya. Artinya, pemberian kopi pada bayi sebaiknya dihindari.
Walaupun kafein terbukti tidak menghambat pertumbuhan, para ahli mengingatkan kafein dapat mengganggu waktu dan kualitas tidur anak. Efek lainnya termasuk kecemasan yang meningkat, refluks asam, juga peningkatan tekanan darah dan detak jantung.
Kasus Campak Kian Meluas
Masyarakat untuk segera melengkapi vaksinasi campak rubella (MR) pada anak.
SELENGKAPNYASaudi Sepakat Impor Makanan dari RI untuk Jamaah Haji
RI ingin memperkuat kerja sama perdagangan dengan negara-negara Arab.
SELENGKAPNYAMeluruskan Mitos Kopi dan Kejang Bayi
Sampai saat ini tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan kalau kopi itu bisa mencegah kejang.
SELENGKAPNYA