Perdana Menteri Kamboja Hun Sen (kiri) menyerahkan palu kepada Presiden Joko Widodo saat serah terima Keketuaan ASEAN pada penutupan KTT ke-40 ASEAN dan ke-41 dan KTT Terkait di Phnom Penh, Kamboja, Ahad (13/11/2022). | AP Photo/Anupam Nath

Opini

Indonesia dan Tantangan Keketuaan ASEAN 2023

ASEAN harus menjadi platform regional yang dominan untuk mengatasi tantangan bersama.

HUMPHRY WANGKE, Peneliti pada Pusat Riset Politik bidang Luar Negeri BRIN

 

Tanggal 1 Januari 2023 menandai dimulainya kepemimpinan Indonesia di ASEAN. Selama satu tahun, Presiden Joko Widodo menjadi nakhoda ASEAN dengan salah tugasnya memastikan sentralitas ASEAN berjalan efektif.

Tugas ini tentu tidak mudah, sebab sudah lebih dari satu dekade sentralitas ASEAN menjadi perhatian banyak pihak. Keraguan banyak pihak itu juga menyentuh pada kesatuan ASEAN, yang merupakan nilai esensial dari organisasi yang didirikan pada 1967.

Sikap agresif Cina di Laut Cina Selatan menyeret beberapa negara ASEAN, dalam sengketa teritorial maritim sehingga mengungkap rentannya persatuan ASEAN.

 
Sudah lebih dari satu dekade sentralitas ASEAN menjadi perhatian banyak pihak.
 
 

Tiongkok secara paksa menduduki pulau-pulau milik negara anggota ASEAN, dengan mengabaikan keputusan 2016 oleh pengadilan arbitrase independen yang didirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ada beberapa faktor yang menjadi sumber keraguan terhadap efektivitas sentralitas ASEAN. 

Pertama, perbedaan respons negara-negara ASEAN terhadap pembentukan AUKUS. Ini menimbulkan persepsi yang memperjelas semakin tidak kohesifnya ASEAN, dalam mengambil sikap terhadap perubahan yang berpotensi mengancam keamanan kawasan. ASEAN semakin sulit mencapai konsensus mengingat perbedaan kepentingan terkait AUKUS.

 
ASEAN semakin sulit mencapai konsensus mengingat perbedaan kepentingan terkait AUKUS.
 
 

Kedua, terbentuknya Quadrilateral Security Dialogue (QUAD) oleh India, Jepang, AS, dan Australia pada 2007, faktor lain yang mengikis kesatuan dan sentralitas ASEAN.

QUAD dapat melakukan latihan militer bersama di sekitar Laut Cina Selatan, selain misi utamanya mendorong kerja sama di bidang pengiriman vaksin, perubahan iklim, dan pengembangan teknologi. 

Melihat kondisi demikian, tidak mengherankan apabila dalam KTT ASEAN di Pnom Penh, November 2022, Presiden Jokowi mempertanyakan, apakah negara-negara ASEAN sudah maksimal memelihara kesatuan dan sentralitas ASEAN?

Sebagai Ketua ASEAN pada 2023, tugas Presiden Jokowi menjadikan ASEAN penjaga utama perdamaian dan keamanan kawasan. Sejak berdiri, ASEAN mengarusutamakan nilai kesatuan untuk menjaga dan menciptakan kawasan yang aman dan damai sesuai visi Piagam ASEAN.

Persimpangan jalan

Saat ini, ASEAN berada di persimpangan jalan yang penting. Konsep sentralitas menegaskan, ASEAN harus menjadi platform regional yang dominan untuk mengatasi tantangan bersama. Namun, meningkatnya persaingan geopolitik memberi tantangan baru.

Untuk mempertahankan persatuan dan sentralitas, ASEAN bahkan sudah harus memperhitungkan kemungkinan melibatkan pihak luar, tetapi dengan cara yang bermanfaat bagi ASEAN dan dengan modalitas yang berpusat pada ASEAN.

Masing-masing anggota ASEAN memiliki tujuan geopolitik dan kepentingan nasional berbeda, sehingga berdampak pada kemampuan ASEAN bertindak sebagai aktor regional yang tidak memihak.

 
ASEAN sesungguhnya belum mempunyai sentralitas walaupun selama ini mengeklaim sebagai organisasi yang solid.
 
 

Sikap masing-masing angota ASEAN yang masih sulit dikompromikan telah menunjukkan pada dunia, ASEAN sesungguhnya belum mempunyai sentralitas walaupun selama ini mengeklaim sebagai organisasi yang solid.

Tidak adanya kesamaan persepsi dan komitmen, akan menyulitkan ASEAN berubah dari bentuk organisasi menjadi komunitas yang modern dan kuat. Sudah saatnya ASEAN mengeksploitasi semangat sentralitas seperti yang tertulis di dalam Piagam ASEAN tahun 2007.

Kebijakan sentralitas ASEAN sudah saatnya dioperasionalisasikan dengan membuka ruang bagi organisasi untuk menjalankan agendanya sendiri. Negara-negara ASEAN tetap kuat selama mereka bersatu untuk tujuan yang sama.

Jika tidak, dua aktor utama sistem internasional, Cina dan AS akan meningkatkan pengaruhnya terhadap negara ASEAN, dan menciptakan polarisasi politik dan keamanan di kawasan.

Menurunnya kesatuan dan sentralitas, membuat ASEAN sulit mencapai kesepakatan dalam menyelesaikan berbagai dampak disrupsi permasalahan di kawasan. Berlarut-larutnya penyelesaian kudeta militer di Myanmar, salah satu contohnya.

Keketuaan Indonesia

Menghadapi perkembangan ASEAN yang seperti itu, apa yang bisa dilakukan Indonesia? Merujuk sejarah dan posisi tawar secara keseluruhan, Indonesia memiliki pengaruh besar untuk mengendalikan Asia Tenggara.

Kuatnya ekonomi Indonesia dapat meningkatkan daya tawar terhadap pengambilan keputusan di ASEAN. Ditambah lagi, Indonesia potensi pasar terbesar di Asia Tenggara karena memiliki jumlah penduduk yang besar.

Indonesia salah satu negara pendiri ASEAN yang ikut menanamkan nilai yang jadi fondasi organisasi ini, seperti Deklarasi ASEAN, Treaty of Amity and Cooperation, ASEAN Community, Piagam ASEAN, dan ASEAN Way.

 
Indonesia memiliki posisi kuat di kawasan dengan atau tanpa menjadi ketua ASEAN.
 
 

Dari gambaran seperti itu, Indonesia memiliki posisi kuat di kawasan dengan atau tanpa menjadi ketua ASEAN. Namun, dengan menduduki posisi itu Indonesia punya keleluasaan dalam mengimplementasikan kepentingan politik kawasan.

Indonesia dituntut melahirkan gagasan baru untuk memperkuat sentralitas ASEAN.

Belum adanya sentralitas akan menyulitkan terbentuknya kesamaan identitas di ASEAN untuk mengakomodasi kepentingan ASEAN secara keseluruhan, menyatukan segala bentuk perbedaan, serta mengarahkan gerak langkah ASEAN ke depan.

Hingga saat ini, anggota ASEAN masih melakukan pencarian identitas guna memperkuat kerja sama mereka. 

Insiasi yang perlu dilakukan Indonesia adalah meyakinkan negara anggota bahwa ASEAN pilihan terbaik, untuk memenuhi kebutuhan primer di dalam negeri ataupun dalam menciptakan lingkungan yang damai dan aman.

Seiring berkembangnya globalisasi, negara anggota sudah saatnya menyadari perlunya ASEAN lebih kuat dan bersatu jika perekonomian dan masyarakatnya tidak ingin tertinggal dari lingkungan global, yang semakin kompleks dan kompetitif.

Posisi ketua ASEAN pada 2023 peluang bagi Indonesia mempertajam konsep sentralitas. Penguatan sentralitas tak dapat ditawar jika ASEAN ingin tetap relevan sebagai sentral penyelesaian berbagai konflik kepentingan negara besar di kawasan.

 
Posisi ketua ASEAN pada 2023 peluang bagi Indonesia mempertajam konsep sentralitas.
 
 

ASEAN harus bisa mempertahankan stabilitas dan perdamaian bukan hanya untuk anggotanya, melainkan juga kawasan Indo-Pasifik yang lebih luas. Berarti sebagai ketua, Indonesia mesti mengembangkan konsensus soal isu-isu utama, memprakarsai dan mengoordinasikan tindakan kolektif.

Berbicara pada KTT Asia Timur, November 2018 di Singapura, Presiden Jokowi menyoroti pentingnya keterbukaan, inklusi, transparansi, penghormatan terhadap hukum internasional, dan sentralitas ASEAN. Pernyataan itu sangat strategis.

Sebab, selama ini negara-negara besar cenderung tidak menganggap penting peran sentral ASEAN di kawasan. Kecenderungannya, ASEAN selalu mendapat tekanan yang meningkat ketika mengelola politik dan keamanan di kawasan yang berubah cepat.

Di era keketuaan Indonesia, Presiden Jokowi mempunyai pekerjaan untuk membawa ASEAN lebih cepat beradaptasi dalam mengatasi perubahan situasi, terutama ketika sikap negara-negara besar semakin tegas dan aktif di kawasan.

Karena itu, upaya memelihara kesatuan dan sentralitas ASEAN harus dilakukan bukan dengan mengandalkan kekuatan, melainkan lebih pada kepercayaan negara-negara besar terhadap ASEAN dalam mengelola berbagai hal dengan cara yang dapat diterima semua pihak.

 
Presiden Jokowi mempunyai pekerjaan untuk membawa ASEAN lebih cepat beradaptasi dalam mengatasi perubahan situasi.
 
 

Prinsip ketidakberpihakan yang dianut Indonesia selama ini akan memberi peluang mengoptimalkan peran sentral ASEAN di kawasan.

Sebagai ketua ASEAN, Presiden Jokowi saatnya menghindari pandangan yang beranggapan berbagai persoalan di kawasan, seperti konflik Laut Cina Selatan dan krisis Myanmar, sebagai ukuran hilangnya persatuan dan sentralitas ASEAN.

Sentralitas sebagai prinsip untuk mempertahankan kepemimpinan dalam arsitektur regional akan mendorong ASEAN selalu terlibat dalam konflik kepentingan dengan kekuatan eksternal.

ASEAN tentu tak akan membiarkan kekuatan eksternal mendorong agenda mereka. Sebaliknya, akan memperluas cakupan kerja sama agar tidak kehilangan soliditas.

Sebagai aktor primus inter pares ASEAN, bagaimana strategi Indonesia menjalankan kepemimpinannya secara unilateral, bilateral, ataupun multilateral di Asia Tenggara, mau tak mau akan membentuk stabilitas dan perdamaian dalam tataran Indo-Pasifik.

Ikuti Berita Republika Lainnya