
Kabar Utama
Menapak Dunia Baru
Menapaki dunia baru bagi Republika digital merupakan pilihan berani yang niscaya.
PROF HAEDAR NASHIR, Ketua Umum PP Muhammadiyah
Hari ini kisah akhir Republika edisi cetak. Biasanya, setiap 31 Desember, koran milik umat ini menyelenggarakan acara “Dzikir Nasional”. Forum muhasabah dan refleksi akhir tahun, sekaligus menyambut tahun baru dengan kegiatan spiritual keislaman. Berpusat di Masjid At-Tin TMII. Bersamaan dengan itu, Republika “berdzikir” juga dilaksanakan di berbagai kota besar, seperti Bandung, Yogyakarta, dan Makassar.
Dzikir Nasional yang diadakan Republika memberi warna terhadap kehidupan beragama di negeri ini. Masyarakat umum biasanya merayakan dengan sukacita. Lingkungan sekitar sarat dengan desing suara terompet, kembang api, gelegar petasan, pertunjukan musik populer, dan bergadang hingga pagi hari. Di kampung hingga pelosok pun terbawa arus “budaya popular” itu. Tiada salah budaya populer. Namun, ketika berlebihan dan kemeriahan lahir semata, lalu menjadi kehilangan makna.
Republika memberi “counter culture” secara demokratis. Mengisi ruang publik melalui kegiatan-kegiatan syiar keislaman, seperti ceramah, pengajian, dan berbagai kegiatan berzikir mendekatkan diri kepada Allah SWT sambil mengajak masyarakat berefleksi diri. Boleh bergembira, tetapi jangan berlebihan menjadi serbamubazir. Mubazir waktu, uang, tenaga, dan pikiran.
Waktu tak terasa berjalan jauh. Kegiatan zikir nasional terhenti, terutama selama pandemi Covid-19. Akhir tahun ini, Republika fokus mempersiapkan metamorfosis dirinya dari cetak ke digital. Satu per satu ustaz yang sering mengisi zikir nasional dipanggil Allah ke haribaan-Nya.
Mantan menteri agama RI, yang biasa menjadi tuan rumah di Masjid At-Tin, meninggal pada 20 September 2016. 22 Mei 2019 Ustaz Arifin Ilham berpulang. Jalan hidup manusia akhirnya menemukan jalan ajalnya sendiri sesuai takdir yang digariskan Allah. Kita hanya menunggu antrean.
Republika memberi “counter culture” secara demokratis.
Republika pun menentukan garis hidupnya sendiri. Tiga dasawarsa berlalu. Sejak hari esok, 1 Januari 2023, koran ini memasuki era baru menjadi media digital. Republika menapaki dunia baru, era revolusi teknologi informasi sebagai sistem kehidupan yang niscaya. Tapi, spiritnya sama. “Kami akan mengonversi semua kualitas koran Republika. Kami tidak ingin ada nilai yang tertinggal. Kami pun tak hendak melupakan ekosistem yang telah dibangun”.
Republika sejak awal lahir membawa misi besar yang luhur. Misi keislaman yang menyatu dengan keindonesiaan dan kesemestaan. Republika adalah koran Islam, yang menyuarakan kalam keislaman yang jelas, tetapi inklusif, yang tampil dengan wajah modern. Membangun ekosistem umat Islam sebagai sumber aspirasi, tapi berkhidmat untuk persatuan dan kemajuan bangsa. Bangsa Indonesia harus terjaga keagamaannya, apa pun agamanya, dan tidak boleh jadi bangsa sekuler dan dibawa ke alam pikiran sekuler.
Republika tidak abu-abu, tampil sebagai koran Islam. Menegaskan keislaman bukanlah bentuk eksklusivisme, apalagi radikalisme. Wajah jelas Islam itu ekspresi dari autensitas beragama yang dijamin konstitusi, juga melekat dengan Pancasila dan jati diri Indonesia.
Aspirasi dan identitas keislaman tidak menjadi halangan untuk berintegrasi secara inklusif dengan seluruh warga bangsa, apa pun latar belakangannya. Seraya menghadirkan Islam yang rahmatan lil-‘alamin yang autentik, tulus, dan melintas batas. Islam ditampilkan dalam narasi yang tegas sekaligus damai dan toleran, tidak monolitik dan garang!
Lahan Baru
Republika berubah bentuk. Republika sedang bermetamorfosis ke bentuk baru, bukan untuk berakhir. Ibarat serangga yang semula berawal dari kepongpong dan larva, kemudian menjadi imago. Inilah Republika yang menjelma menjadi imago, sebuah fase matang pada era dunia digital dalam rahim revolusi teknologi informasi 4.0. Sebuah era baru yang tak terelakkan. Media lain tinggal menghitung waktu untuk berubah bentuk.
Republika tidak abu-abu, tampil sebagai koran Islam. Menegaskan keislaman bukanlah bentuk eksklusivisme, apalagi radikalisme.
Perubahan ke digital tentu menjadi tantangan baru bagi Republika. Media digital saat ini berkompetisi dengan dominasi media sosial (medsos). Medsos itu dunia baru yang nyata dan tidak lagi maya. Kini, media sosial menjadi hegemoni baru dalam ekosistem umat manusia yang melintas batas sejagat raya. Republika dan berbagai media digital lain akan berada dan bersaing dengan habitus sosmed yang hegemonik.
Medsos hadir secara dahsyat dengan bawaan yang menyajikan dunia serbainstan, simpel, cepat, mudah, dan sarat imaji. Sekaligus heboh dan para penggunanya banyak terbuai simulakra yang tidak jarang naif, kerdil, dan ganas.
Para buzzer berbayar ataupun petualang amatiran makin mendominasi jagad media sosial. Padahal, media baru itu mestinya dapat menjadi habitus yang mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan bersama. Manusia itu mampu bertahan dan hidup sepanjang masa karena eksistensi dirinya selaku khalifah di muka bumi. Manusia sang aktor kehidupan, bukan sebagai objek kehidupan.
Di luar hal positif, media sosial dikritik menjadi alat komodifikasi yang meresahkan dan mengancam kehidupan manusia sebagai homo sapiens. Menjadi media penjual hoaks dan aneka narasi kebencian, pelecehan, kesumat, sumpah serapah, bahkan permusuhan dan fitnah. Tingkat kesopanan bangsa Indonesia menurut survei terendah di ASEAN akibat larut dalam dunia sosial yang bertumpuk sampah.
Di luar hal positif, media sosial dikritik menjadi alat komodifikasi yang meresahkan dan mengancam kehidupan manusia sebagai homo sapiens.
Isu-isu politik tidak makin mendewasakan kesadaran berdemokrasi yang bermoral luhur, tapi mempertajam polarisasi dan menggerus konstitusi. Persengketaan paham agama makin dipertajam, menyebabkan hilang pesan pencerahan yang autentik (al-hanifiyat as-samhah). Agama yang lurus dan menebar welas asih dan kelapangan hidup bagi sesama. Nasionalisme pun dibawa ekstrem menjadi chauvinisme yang kerdil. Nasionalisme berwajah garang terhadap pihak lain yang berbeda paham politik kebangsaan, yang sejatinya dijamin konstitusi dan asas demokrasi.
Republika memiliki lahan baru berdakwah melalui media digital yang akan menjadi fokus dan pilihan kehadirannya setelah berubah menjadi media digital. Republika dengan spirit media Islam pencerdas nalar, spiritual, moral, dan dunia sosial publik mesti hadir menjadi alternatif dari media sosial yang telanjur banyak terkontaminasi budaya simulakra yang kumuh itu. Merebut sekaligus memperkaya narasi dan literasi publik untuk dibawa ke arah hidup bersama yang mendamaikan, menyatukan, mencerdaskan, dan memajukan masa depan umat dan bangsa.
Menyerap alam pikiran dan budaya baru dari mana pun merupakan pilihan bebas di era dunia baru yang membuana. Namun, jati diri bangsa yang berbasis Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa jangan sampai tergerus dan porak-poranda. Jangan biarkan ekosistem digital dan media sosial didominasi narasi-narasi yang memuat energi negatif dalam kehidupan manusia dan masyarakat.
Bawalah bangsa ini agar kokoh memiliki jati diri, arah, dan jalan terang di tengah dunia yang sarat disrupsi. Seraya meneguhkan diri sebagai bangsa yang menjunjung makna dan nilai hidup berbasis agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur Indonesia.
Menapaki dunia baru bagi Republika digital merupakan pilihan berani yang niscaya.
Menapaki dunia baru bagi Republika digital merupakan pilihan berani yang niscaya. Melalui berbagai kanal digital multiplatform yang akan disajikannya, termasuk melalui akun-akun resmi di media sosial, Republika menjadi harapan baru koran digital yang menawarkan narasi dan literasi alternatif.
Tampil menjadi media checks and balances yang moderat di tengah ekstremitas media publik dan lalu lintas pemikiran yang memenuhi jagat kehidupan bangsa. Menjadi oase pemikiran dan moralitas hidup yang bermakna utama di tengah dunia disrupsi. Sekaligus hadir membawa misi kalam Islam yang menebar nilai-nilai luhur kehidupan bersama kekuatan-kekuatan umat yang menjadi suluh kemajuan menapaki kehidupan dalam era baru!
Perjalanan Penuh Makna
Masih banyak sekali hal yang harus disempurnakan dari perjalanan ini.
SELENGKAPNYAZaman Baru, NU, dan Republika
Republika telah relatif berhasil menempatkan diri sebagai media massa yang menyuarakan Islam yang damai dan berkeadaban.
SELENGKAPNYA