Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Bolehkah Karyawan Telat Masuk Kerja Disanksi Potong Gaji?

Lembaga boleh memberlakukan ketentuan sanksi kepada karyawannya (yang tidak disiplin).

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum wr wb.

Beberapa lembaga/institusi memberlakukan ketentuan bahwa karyawan yang terlambat masuk kerja akan mendapatkan sanksi berupa pengurangan atas gaji yang bersangkutan. Bagaimana pandangan syariah terkait ketentuan tersebut? Mohon penjelasan, Ustaz. -- Yahya, Jakarta

Wa’alaikumussalam wr wb.

Lembaga boleh memberlakukan ketentuan sanksi kepada karyawannya (yang tidak disiplin) dengan ketentuan sanksi ini diberlakukan agar disiplin menjalankan tugasnya dengan syarat disepakati, diberlakukan secara adil, dan dana tersebut sebagai ganti rugi atas real cost yang dialami oleh lembaga atau menjadi dana sosial jika tidak ada real cost.

Kesimpulan tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut. Menurut fikih, lembaga boleh memberlakukan ketentuan sanksi tersebut dengan syarat memenuhi ketentuan berikut.

(1) Sanksi diberlakukan secara adil dan wajar, termasuk besarannya dan disepakati antara lembaga dan karyawan agar tidak merugikan karyawan. Ini perlu dipahami sebagai upaya lembaga untuk mendisiplinkan karyawan dan membantu agar mereka menunaikan tugas dengan optimal.

(2) Denda atau sanksi materi tersebut bisa dikategorikan (a) sebagai ganti rugi (ta’widh) apabila ketidakdisiplinan tersebut mengakibatkan lembaga mengalami kerugian riil.

Sebagaimana fatwa DSN MUI, “Ganti rugi hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain. Kerugian yang dapat dikenakan ta’widh adalah kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas.” (Fatwa DSN Nomor 43 tahun 2004).

(b) Dana tersebut sebagai sanksi (ta’zir) apabila tidak ada kerugian riil yang dialami oleh lembaga akibat ketidakdisiplinan tersebut dan dana ini menjadi dana sosial. Jika dimaksudkan sebagai sanksi (untuk dana sosial), tidak berlaku bagi mereka yang terlambat hadir karena uzur syar’i sebagaimana ketentuan lembaga atau perusahaan.

(3) Kebijakan perusahaan tersebut tidak bertentangan dengan regulasi terkait, selama regulasi tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “...Tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain.” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan Malik). Sebagaimana hadis Rasulullah SAW dari ‘Amr bin ‘Auf, “...Dan kaum Muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR Tirmidzi).

Sesuai dengan maqashid syariah, yakni kinerja dan produktivitasnya terjaga (hifdzul maal min janibil wujud) serta bertujuan mendisiplinkan karyawan agar bisa menunaikan kewajibannya.

Sebagaimana merujuk pada kaidah at-Ta’zir dan merujuk pada ilhaq (analogi) karyawan yang melanggar aturan perusahaan tersebut dengan mereka yang memiliki kewajiban keuangan dan terlambat tanpa uzur syar’i.

Seperti fatwa DSN, “Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.” (Fatwa DSN Nomor 17 tahun 2000).

Misalnya, perusahaan A menetapkan kebijakan bagi karyawan yang terlambat hadir dan bukan karena uzur syar’i akan dikenakan denda Rp 5.000 per hari keterlambatan. Denda Rp 5.000 tersebut akan digunakan sebagai dana sosial atau infak bagi mereka yang membutuhkan, termasuk para karyawan di perusahaan tersebut.

Sebelum kebijakan tersebut diberlakukan, perusahaan menyampaikan kebijakan tersebut kepada karyawan atau serikat pekerja untuk melihat sikap dan pandangan mereka.

Seperti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 221 Tahun 2021 menyebutkan bahwa PNS yang terlambat masuk kerja akan dikenakan sanksi berupa pemangkasan tunjangan dengan tarif yang berbeda. Mulai dari pemotongan 1 persen hingga 2,5 persen per harinya.

Rinciannya, (1) masuk kerja pada pukul 09.01-09.31 tunjangan yang dipotong 1 persen. (2) Masuk kerja pada pukul 09.31-10.01 tunjangan dipotong sebanyak 1,25 persen. (3) Masuk kerja lebih dari jam 10.01 atau tidak mengisi daftar hadir masuk bekerja dikenakan potongan tunjangan sebesar 2,5 persen. Wallahu a’lam.

Tantangan Mediamorfosis Menghadapi Generasi Kaca

Pandemi Covid-19 sejak 2020 juga mengakselerasi perilaku digital warga global.

SELENGKAPNYA

MUI: Perkuat Ukhuwah Jelang Tahun Politik

Forum ukhuwah MUI akan terus mengoordinasi ormas-ormas Islam di tiap provinsi.

SELENGKAPNYA

Muhammadiyah Bangun Sumur dan Masjid di Kenya

Saat ini Muhammadiyah masih menunggu proposal dari Kedutaan Kenya untuk melihat perincian kebutuhan mereka

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya