Kabar Utama
Pemulihan Belajar-Mengajar Korban Gempa Cianjur Bertahap
Pemerintah memprioritaskan keselamatan dan pemulihan trauma para siswa korban gempa Cianjur.
CIANJUR -- Lebih dari 400 bangunan sekolah dan lembaga pendidikan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mengalami kerusakan akibat gempa. Pemulihan satuan pendidikan dan warga pendidikan dari dampak gempa akan dilakukan bertahap.
Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyatakan, Kemendikbudristek terus berupaya menyediakan berbagai dukungan untuk mempercepat pemulihan satuan pendidikan dan warga pendidikan. Saat ini, tegas Nadiem, keselamatan dan pemulihan dari trauma akibat bencana menjadi prioritas utama,
"Kita harus utamakan keselamatan dan pemulihan dari trauma akibat bencana yang dialami. Saya rasa itu yang utama saat ini," kata Nadiem dalam siaran pers, Ahad (27/11).
Nadiem menyampaikan, perbaikan bangunan sekolah segera dikoordinasikan dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Sedangkan untuk memenuhi hak belajar anak, beragam model pembelajaran dapat diterapkan dalam masa tanggap darurat.
Nadiem menekankan, model pembelajaran yang diterapkan disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, pendidik, dan sarana yang ada. "Pengaturannya akan dikembalikan kepada dinas pendidikan setempat sesuai kewenangannya," jelas Nadiem.
Pemerintah Kabupaten Cianjur mencatat ada sebanyak 422 unit bangunan lembaga pendidikan yang mengalami kerusakan fisik berskala ringan hingga berat akibat rangkaian peristiwa gempa bumi sejak 21 November 2022.
"Sampai saat ini, kami baru sampai pada proses pendataan dan pengusulan perbaikan fisik bangunan yang rusak. Datanya masih bersifat dinamis karena masih dalam proses pendataan dan analisis di lapangan," kata Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Cianjur Akib Ibrahim, kemarin.
Berdasarkan rekapitulasi laporan per Ahad (27/11), ada sebanyak 143 unit bangunan jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) yang terdampak gempa. Kemudian, jenjang sekolah dasar (SD) sebanyak 165 unit, sekolah menengah pertama (SMP) 59 sekolah, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebanyak 29 unit bangunan berikut 45 ruangan rusak, dan kerusakan sekolah SMA/SMK sebanyak 26 unit.
Akib mengatakan, bangunan sekolah yang mengalami kerusakan tersebar di 18 dari total 32 kecamatan. Jumlah bangunan lembaga pendidikan yang paling banyak terdampak berada di Kecamatan Cugenang mencapai 42 unit, Kecamatan Cianjur 35 unit, Kecamatan Warung Kondang 17 unit, Kecamatan Cikadu 13 unit.
Sisanya tersebar di Kecamatan Bojong Picung, Campaka, Cibeber, Cibinong, Cidaun, Cijati, Cilaku, Cipanas, Gekbrong, Kadupandak, Karangtengah, Mande, Pacet, Pagelaran, Sukaluyu, Warungkindang dan Sukaresmi.
"Kriteria rusak berat seperti yang terjadi di episentrum gempa Kecamatan Cugenang, ada yang benar-benar rata dengan tanah. Yang ringan biasanya gentengnya lepas atau dinding retak-retak," kata dia.
Menurut Akib, kerusakan berat umumnya dialami bangunan sekolah yang berdomisili di pusat gempa. Selain itu, ada juga bangunan di luar pusat gempa mengalami roboh akibat faktor usia.
"Rata-rata bangunan yang rusak di luar episentrum gempa karena bangunan yang sudah puluhan tahun belum pernah dipugar. Selain itu, ada juga yang komposisi bangunannya tidak berimbang, seperti penyangga menggunakan baja ringan, tapi gentengnya pakai material yang berat," ungkapnya.
Akib menjelaskan, Pemkab Cianjur membagi tiga tahap proses pemulihan aktivitas belajar mengajar. Tahap pertama pemulihan belajar mengajar dimulai dengan mengikutsertakan pelajar yang tidak terdampak bencana gempa. "Mulai Senin (28/11), mereka yang tidak terdampak gempa sudah bisa kembali bersekolah secara normal. Yang terdampak masih diliburkan dulu," katanya.
Menurut dia, jumlah pelajar yang terdampak gempa dari jenjang pendidikan SD berkisar 50 persen dari total 256 ribu siswa di 16 kecamatan. Sedangkan pelajar SMP yang terdampak berkisar 60 persen lebih dari 99 ribuan siswa di 16 kecamatan terdampak gempa.
"Kami tidak konsentrasi pada belajar dulu. Kami ingin tenangkan dulu psikologi mereka. Anak-anak ini ada yang di pengungsian, rumah kerabat di luar Cianjur, sedang kami data," katanya. Upaya meliburkan sekolah, kata Akib, untuk menyelamatkan nyawa, mengingat masih terjadi gempa susulan di wilayah Cianjur.
Pada tahap kedua, Pemkab Cianjur memfasilitasi pemulihan psikologi korban dari trauma gempa dengan menempatkan lokasi pembelajaran pada tenda darurat di ruang terbuka.
Adapun tahap ketiga, Pemkab Cianjur akan mengevaluasi bentuk pembelajaran yang optimal bagi peserta didik dengan memperhatikan situasi kegawatdaruratan gempa. Mekanisme belajar bisa ditempuh dengan pilihan dalam jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring).
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mendorong agar pihak sekolah dan madrasah menyusun rencana aksi untuk mendukung penyelenggaraan program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB), yang telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2019.
Menurut dia, sekolah belum melakukan penyusunan prosedur operasi standar untuk menghadapi kedaruratan bencana. Sekolah juga tidak memasukkan program SPAB dalam rencana kegiatan dan anggaran sekolah di masing-masing satuan pendidikan.
Bahkan, kata Satriwan, sekolah dan madrasah tidak membuat laporan tahunan penyelenggaraan rogram SPAB di masing-masing satuan pendidikan, termasuk di pusat kota seperti Jabodetabek. Pihaknya tidak pernah mendengar pengawas sekolah dan dinas pendidikan memiliki fokus terhadap isu tersebut.
"Padahal, wajib menurut aturan untuk memitigasi dan mengurangi dampak korban bencana alam bagi warga sekolah," kata dia.
PUPR Bangun Sekolah Tahan Gempa
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan membangun kembali sekolah terdampak gempa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pembangunan sekolah dilakukan menggunakan teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA), yang didesain tahan terhadap gempa.
Berdasarkan informasi dari tim aplikator RISHA di bawah pembinaan Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR, bangunan sekolah yang menggunakan teknologi RISHA ternyata tetap aman saat gempa magnitudo 5,6 pada 21 November lalu.
"Kami punya pengalaman membangun sekolah dengan teknologi RISHA, yang kondisinya tetap aman pascagempa di Kabupaten Cianjur," kata juru bicara Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja, akhir pekan lalu.
Endra mengatakan, lokasi sekolah tersebut berada di Kecamatan Cilaku, sebelah Kecamatan Cugenang yang menjadi episentrum gempa. Terdapat dua Sekolah SD yang dibangun menggunakan teknologi RISHA, yakni SD Kidang Kencana dan SD Cibantala 1.
"Kondisi struktur dan keseluruhan bangunan aman dari kerusakan akibat gempa. Sekolah lain yang dibangun secara konvensional terindikasi retak cukup parah," katanya.
Menurut Endra, sekolah ini dibangun pada 2020 oleh Kementerian PUPR dengan teknologi RISHA atas pertimbangan lokasinya, yang berada pada zona gempa moderat ke atas. Beberapa sekolah lainnya yang dibangun oleh Kementerian PUPR, seperti di Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Nias, dan Nusa Tenggara Barat (NTB) yang rentan bencana juga sudah menerapkan teknologi RISHA.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono sebelumnya mengatakan, Kementerian PUPR berencana membangun rumah baru tahan gempa bagi korban, yang rumahnya mengalami kerusakan berat, runtuh, atau terpaksa direlokasi, akibat gempa bumi di Cianjur. Pembangunan rumah baru diperuntukkan bagi korban gempa yang rumahnya mengalami kerusakan berat, runtuh, atau terpaksa direlokasi.
Sedangkan bagi korban gempa yang rumahnya mengalami kerusakan ringan dan sedang, akan mendapatkan kompensasi Rp 50 juta, yang merupakan stimulan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat belum lama ini menyatakan, bakal meninjau dan melakukan penilaian atas kelayakan gedung sekolah pascagempa untuk kegiatan belajar mengajar (KBM). Kepala Disdik Provinsi Jabar Dedi Supandi mengatakan, dinasnya akan melibatkan tim konsultan untuk mengkaji kondisi bangunan sekolah dan kelayakannya untuk KBM.
Sebagai langkah awal, satuan pendidikan bisa terlebih dulu membersihkan lokasi sekolah terdampak bencana. Untuk sekolah yang mengalami kerusakan di atas 50 persen, menurut dia, Disdik Jabar akan berupaya mengajukan permintaan bantuan tenda untuk tempat KBM sementara.
“Sambil berjalan, ada tim konsultan yang melihat, menilai kelayakan bangunan sekolah, apakah bisa digunakan untuk proses belajar mengajar atau memang membahayakan,” kata dia.
Setelah gempa berkekuatan magnitudo 5,6 mengguncang wilayah Kabupaten Cianjur, Senin (21/11), Dedi mengatakan, pihaknya langsung melakukan asesmen ke sejumlah sekolah terdampak bencana. Tingkat kerusakan sekolah bervariasi, mulai kategori ringan, sedang, hingga berat.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Cianjur, Akib Ibrahim mengatakan, ada sebanyak 422 bangunan sekolah yang rusak akibat gempa. Menurut dia, pihaknya terus melakukan pendataan untuk dilaporkan kepada pemerintah provinsi dan pusat.
Akib menambahkan, saat ini sudah ada 16 orang Tim Ahli dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang turun ke lapangan untuk mengevaluasi tingkat kerusakan bangunan.
"Kalau kapan bangunan ini bisa 100 persen pulih, itu bergantung kapan bantuannya keluar. Kalau pengerjaan bangunan rata-rata 120 hari. Tapi proses birokrasi tidak bisa diprediksi," katanya.
Terkait jumlah korban gempa, Akib mencatat, ada sebanyak 10 guru dan 42 murid yang wafat akibat gempa bumi. "Jumlah ini berdasarkan rekapitulasi per Ahad (27/11)," kata Akib di Posko Pendidikan Kabupaten Cianjur, Ahad siang.
Ia mengatakan, guru yang wafat dari jenjang lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berjumlah tujuh jiwa. Guru SMP satu jiwa dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dua jiwa. Sedangkan siswa yang meninggal, didominasi jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) sebanyak 34 jiwa. PAUD lima jiwa, PKBM dua jiwa, dan SMP satu jiwa.
"Kalau untuk jumlah korban di jenjang pendidikan SMA/SMK sederajat berada di kewenangan Pemprov Jabar," katanya.
Selain korban wafat, Akib juga melaporkan jumlah guru dan siswa mengalami luka berat berjumlah 81 orang, yang terdiri atas 74 siswa dan tujuh guru. Sedangkan luka ringan berjumlah 628 orang, terdiri atas guru 60 orang dan siswa 568 orang.
Disdikpora Kabupaten Cianjur juga melaporkan jumlah bangunan rumah guru yang terdampak gempa di wilayah setempat, total 653 unit bangunan, rusak ringan 472 bangunan, dan rusak berat 181 bangunan. "Rumah guru yang ambruk ada empat unit bangunan," katanya.
Bencana gempa bumi terjadi pada Senin (21/11) pukul 13.21 WIB, dengan pusat gempa berada di 10 km barat daya Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat, yang menyebabkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur di beberapa daerah terdampak.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
KH Ibrahim, Penjaga Api Muhammadiyah
Kemahirannya dalam ilmu agama, terutama Alquran, tak terlepas dari didikan keluarga.
SELENGKAPNYAMenjaga Tubuh Tetap Bugar
Setiap orang seharusnya tidak malas beraktivitas fisik selama pandemi demi menjaga kebugaran tubuhnya.
SELENGKAPNYA