
Ekonomi
Kementan Jamin Penyediaan Beras untuk Bulog
Stok beras yang ada di gudang Bulog di bawah 600 ribu ton.
JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menjamin dapat memenuhi kebutuhan beras Perum Bulog untuk mencapai batas aman cadangan beras pemerintah (CBP). Untuk menjaga CBP di level 1,2 juta ton, Bulog berencana mengimpor beras 500 ribu ton.
Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono menyatakan sanggup memenuhi CBP tanpa harus impor. Kementerian Pertanian menyatakan sanggup untuk memenuhi kebutuhan cadangan beras dalam negeri dari produksi dalam negeri sebesar 600 ribu ton yang akan dibeli Perum Bulog dengan harga komersial dalam waktu enam hari sejak rapat dengar pendapat (RDP).
"Jika dalam enam hari sejak RDP ini tidak terpenuhi maka data yang diyakini dari Kementerian Pertanian tidak valid," ujar Kasdi dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi IV DPR, di Jakarta, Rabu (23/11).
View this post on Instagram
Kasdi menegaskan, pasokan beras 600 ribu ton dari dalam negeri masih tersedia. Permasalahan di lapangan adalah harga yang ditawarkan Bulog dengan penggilingan tidak cocok.
Pada kesempatan itu, Kementan juga melaporkan hasil data yang dikumpulkan dari penggilingan. Data tersebut menunjukkan beras yang dicari Bulog tersedia. Akan tetapi, keabsahan data itu dipertanyakan DPR karena berbeda dengan milik Bulog.
"Perlu diuji mana yang valid. Kami punya instrumen survei di Ditjen Tanaman dan Pangan Kementan. Menurut saya harus diuji dua-duanya," tutur Kasdi.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menegaskan, pihaknya siap membeli beras produksi petani nasional dengan harga komersial hingga Rp 10.200 per kilogram. Akan tetapi, menurut dia, barang yang tersedia tidak cukup memenuhi target cadangan Bulog yang sebesar 1,2 juta ton.
"Kita lakukan itu sampai hari ini (kemarin—Red). Jadi, bukannya tidak mau, tapi jumlahnya tidak tercapai, barangnya tidak ada," ujar Budi.
Impor kita perhitungkan 500 ribu ton. Kita lihat juga produksi dalam negeri. Kita utamakan produksi dalam negeri walau harganya mahal.
Ia menekankan, Bulog selalu berpihak kepada petani. Bahkan, kata dia, lembaganya selama empat tahun terakhir tidak pernah melakukan impor untuk memenuhi CBP. "Itu karena barangnya ada walau harganya mahal," tutur dia.
Menurut dia, masalah beras sangat rawan. Selain itu, Budi menilai tidak ada yang bisa menjamin stok beras Bulog sampai akhir tahun mencapai 1 juta ton. Bulog pun memprediksi pada Januari 2023 belum akan ada panen karena faktor anomali cuaca.
Atas dasar itu, Budi mengatakan, impor beras yang akan dilakukan merupakan perintah negara. Hal itu merupakan hasil dari rapat koordinasi terbatas (rakortas) yang telah digelar beberapa waktu lalu. "Impor kita perhitungkan 500 ribu ton. Kita lihat juga produksi dalam negeri. Kita utamakan produksi dalam negeri walau harganya mahal," ujarnya.
Ia menyebutkan, stok beras yang ada di gudang Bulog saat ini sekitar 594.856 ton. Hal itu terdiri atas 426.573 ton CBP dan 168.283 ton beras komersial.
Dia memprediksi, stok beras tersebut akan menurun hingga menjadi 300 ribu ton. Itu karena pasokan akan digunakan untuk program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) atau operasi pasar selama satu setengah bulan ke depan.
Dia yang tentukan pangan cukup apa kurang. Apa perlu impor? Bukan Bulog. Tampak sekali Badan Pangan Nasional belum menjalankan otoritasnya.
Budi mengingatkan, kebijakan impor perlu diambil dengan cepat karena banyak negara yang juga sedang mengamankan ketersediaan pangan dalam negeri masing-masing. "Negara-negara sudah larang ekspor. Beras di luar negeri itu sudah kelas premium, bukan medium. Kalau kita terlambat, apakah bisa dapat barangnya?" ungkapnya.
Sebelumnya, Serikat Petani Indonesia (SPI) menegaskan, impor beras tidak perlu dilakukan. SPI berpendapat, produksi di dalam negeri masih memadai.
"Sesuai dengan Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 bahwa tidak boleh impor pangan sepanjang produksi pangan tersebut bisa disiapkan di Indonesia. Kita ketahui produksi pangan, menurut Kementerian Pertanian, produksi beras kita cukup sepanjang untuk 2022," ujar Ketua Umum SPI Henry Saragih.
Menurut dia, rencana impor beras muncul karena Badan Pangan Nasional belum bisa menjadi badan pengambil otoritas dalam urusan cadangan pangan. Padahal, lanjut dia, mandat untuk badan tersebut sudah jelas. Dia menekankan, lembaga tersebut seharusnya menentukan kebijakan.
View this post on Instagram
"Dia yang tentukan pangan cukup apa kurang. Apa perlu impor? Bukan Bulog. Tampak sekali Badan Pangan Nasional belum menjalankan otoritasnya," tutur Henry.
Henry pun menyesalkan tingkat serapan Bulog yang relatif kecil saat masa panen raya pada tahun ini. Ia mengatakan, petani sudah bekerja keras meningkatkan produksi. "Saat panen raya kemarin seharusnya perbanyak gudang (serap gabah), bukan saat panen kecil," ujarnya.
Muamalat Incar Potensi Haji Khusus
Jumlah pendaftaran haji khusus kini mencapai 1.000 jamaah per tahun.
SELENGKAPNYAWaskita Rights Issue Awal Desember
Waskita sedang berdiskusi intensif dengan Kementerian BUMN dan JLA terkait usulan harga pelaksanaan rights issue.
SELENGKAPNYAKontribusi Ekonomi G-20 Diprediksi Rp 7,4 Triliun
Okupansi hotel di Bali juga diprediksi tetap tinggi hingga akhir tahun.
SELENGKAPNYA