Kabar Utama
BPS: Indonesia Surplus Dagang dengan G-20
Surplus ini merupakan yang ke-30 kali secara beruntun sejak Mei 2020.
JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai total neraca perdagangan Indonesia dengan kelompok G-20 mengalami surplus selama periode Januari-Oktober 2022. Total nilai surplus dagang sebesar 27,6 miliar dolar AS, melampaui total surplus 2021 dengan G-20 yang sebesar 16,4 miliar dolar AS.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto menyampaikan, terdapat sejumlah golongan barang ekspor utama dari Indonesia ke kelompok G-20 yang berkontribusi terhadap capaian surplus. Beberapa komoditas itu, antara lain, bahan bakar mineral senilai 30,55 miliar dolar AS, besi dan baja sebesar 18,7 miliar dolar AS, serta lemak dan minyak hewan/nabati yang mencapai 17,89 miliar dolar AS.
“Berdasarkan negara, surplus dagang terjadi dengan sembilan negara G-20,” kata Setianto dalam paparannya pada Selasa (15/11).
Berdasarkan data BPS, surplus dagang terjadi dengan Amerika Serikat, India, Uni Eropa, Jepang, Italia, Turki, Meksiko, Korea Selatan, dan Inggris. Adapun defisit dagang terjadi dengan Perancis, Jerman, Rusia, Afrika Selatan, Kanada, Argentina, Brasil, Cina, Arab Saudi, dan Australia.

Pada Oktober lalu, neraca perdagangan Indonesia mencetak surplus sebesar 5,67 miliar dolar AS. Surplus ini merupakan yang ke-30 kali secara beruntun sejak Mei 2020. Surplus pada Oktober juga mengalami kenaikan dari capaian surplus bulan September lalu sebesar 4,97 miliar dolar AS. Sementara, total nilai impor mencapai 19,14 miliar dolar AS.
Berdasarkan negara tujuan ekspor, Indonesia pada Oktober mampu mencatatkan surplus dagang dengan Cina. Padahal biasanya, Indonesia mengalami defisit dagang dengan Negeri Tirai Bambu. Menurut catatan BPS, surplus dengan Cina mencapai 1,04 miliar dolar AS sepanjang Oktober. Terdapat tiga komoditas utama yang mendongkrak ekspor Indonesia ke China sehingga mampu mencatakan surplus.
Setianto mengatakan, total ekspor Indonesia ke Cina selama bulan Oktober mencapai 6,2 miliar dolar AS sedangkan impor hanya 5,2 miliar dolar AS. Selama ini, Cina telah menjadi mitra dagang terbesar Indonesia dalam perdagangan ekspor dan impor namun lebih banyak mengalami defisit lantaran nilai impor yang jauh lebih besar.
"Penyumbang surplus terbesar surplus dagang dengan Cina adalah bahan bakar mineral, besi dan baja, serta lemak dan minyak hewan/nabati 913 juta dolar AS," kata Setianto.
Ia menambahkan, surplus dagang dengan Cina sekaligus menjadi yang terbesar ketiga di bulan Oktober. Surplus perdagangan terbesar pertama yakni dengan India sebesar 1,7 miliar dolar AS, disusuL Amerika Serikat di posisi kedua dengan surplus 1,28 miliar dolar AS.
Namun, untuk kumulatif Januari-Oktober 2022, Indonesia masih mencatat defisit dagang dengan Cina sebesar 2,59 miliar dolar AS. Pemerintah sejak tahun lalu telah meyakini, defisit perdagangan dengan China akan terus mengecil. Hal itu salah satunya didorong oleh perjanjian dagang Asean-China Free Trade Agreement (FTA) yang telah diratifikasi, yang mana Indonesia akan mendapatkan fasilitas seperti pembebasan bea masuk.
Harus diwaspadai
Kendati neraca perdagangan sepanjang Oktober 2022 masih mencetak surplus hingga 5,67 miliar dolar AS, kinerja ekspor dan impor dinilai tak disepenuhnya membanggakan. Ada hal yang harus diwaspadai dari data neraca perdagangan terkini.
BPS mencatat, laju ekspor sepanjang Oktober 2022 mencapai 24,81 miliar dolar AS atau naik 0,13 persen secara bulanan (mtm) dibandingkan September 2023.

Namun, jika dilihat lebih detail, terdapat penurunan pada ekspor non gas sebesar 23,43 persen mtm. Kenaikan ekspor justru hanya ditopang oleh ekspor migas sebesar 4,93 persen mtm menjadi 1,38 miliar dolar AS.
"Dari proporsi ekspor, yang tinggi itu migas, industri manufaktur justru hanya tumbuh 0,5 persen, ini harus diwaspadai," ujar Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, kepada Republika, Selasa (11/15).
BPS memang mencatat bahwa ekspor non migas dari industri manufaktur hanya tumbuh 0,5 persen, sementara ekspor barang tambang justru minus 2,18 persen. Padahal, kata Bhima, barang tambang biasanya menjadi andalan dari kinerja ekspor.
Sementara itu, kata Bhima, laju impor sepanjang Oktober mengalami penurunan 3,4 persen mtm menjadi 19,14 miliar dolar AS. Penurunan ini disebabkan oleh turunnya ekspor migas sebesar 1,81 persen mtm menjadi 3,36 miliar dolar AS maupun ekspor non migas yang juga menurun 3,73 persen menjadi 15,77 miliar dolar AS.

Khusus pada impor non migas, penurunan terjadi pada bahan baku penolong dan barang modal yang masing-masing minus 3,99 persen dan minus 7,22 persen.
Menurut Bhima, ada dua kemungkinan penyebab penurunan impor yang sebetulnya amat penting bagi kegiatan industri. "Mungkin negara asal impor bermasalah seperti di Cina yang ada lockdown dan kontraksi dalam negeri, atau yang kedua pemain domestik sedikit hati-hati untuk impor bahan baku. Itu justru indikasikan adanya perlambatan ekspansi,” ujarnya.
Oleh karena itu, Bhima menilai, kendati surplus perdagangan berhasil dicapai untuk yang ke-30 kali secara beruntun, pemerintah harus tetap waspada. "Perlu diwaspadai karena disebabkan tekanan permintaan bahan baku dari sisi impor dan dari sisi ekspor industri manufakturnya hanya 0,5 persen. Jadi ekspor non migas harus diwaspadai ke depannya," ujarnya.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia, Mohamad Faisal mengatakan, laju nilai ekspor yang meningkat secara total masih ditopang oleh harga internasional yang masih tinggi. Ia melihat prospek ekspor hingga akhir tahun masih cukup positif jika melihat situasi global.
Faisal pun memproyeksikan, besar kemungkinan total surplus dagang hingga akhir tahun bisa mencapai 50 miliar dolar AS. Tercatat, hingga Oktober 2022, surplus kumulatif neraca dagang telah menyentuh 45 miliar dolar AS.
Mereka Mencoreng Kata 'Agung'
Rekam jejak hakim, apalagi hakim agung terhadap penghukuman koruptor di Indonesia ternyata berceceran.
SELENGKAPNYAMasjid Sheikh Zayed Jadi Pengikat Indonesia dan UEA
Masjid Sheikh Zayed akan menjadi tempat berbagai aktivitas keagamaan maupun sosial, sekaligus sarana penyebarluasan pemahaman agama yang moderat.
SELENGKAPNYASenyum Warga Bali Usai Badai Pandemi
Kontribusi rangkaian KTT G-20 mencapai sekitar Rp 7,5 triliun terhadap PDB Indonesia tahun 2022.
SELENGKAPNYA