Separuh dari iman adalah sabar. Separuh lainnya adalah syukur. | Akamaized K

Tuntunan

Bersyukur Meski ‘Dihantam’ Sakit

Hakikat syukur adalah menghayati hanya Allah yang memberikan nikmat di alam ini

Oleh ERDY NASRUL

Menderita sakit pasti merasa tidak nyaman. Badan merasakan perih. Kepala pusing. Tidak enak untuk bergerak. Berbaring pun terkadang tidak menjadi solusi. Namun, bagi orang yang pasrah sepenuhnya kepada Allah, sakit bukan sekadar penderitaan, melainkan justru anugerah, wasilah untuk bersyukur kepada Allah.

Hal itu terlihat dalam acara silaturahim yang digelar Ikatan Keluarga Pesantren Darunnajah Cipining (IKPDC) beberapa waktu lalu. Dalam acara tersebut, sang pengasuh, KH Jamhari Abdul Jalal (73 tahun), mengungkapkan kesyukurannya menyaksikan langsung pembangunan infrastruktur dan perkembangan santri beserta sumber daya manusia di Pesantren Darunnajah tersebut dari nol, hingga menjadi begitu pesat saat ini.

 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Pesantren Darunnajah Cipining (@darunnajahcipining)

“Alhamdulillah, dengan saya sakit seperti ini ... dua tahun lebih. Saya mendapatkan hikmah dan kesyukuran. Saya sakit, tapi pesantren ini tetap sehat. Biarkan saya yang sakit, asalkan pesantren ini tetap berkembang,” ujar sang alim yang pernah mondok di Pesantren Dondong, Mangkang, Semarang, Jawa Tengah, dan Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur (1966).

Bukan berdiri, dia mengungkapkan hal itu selama 11 menit dalam keadaan duduk didampingi sang istri, Rahmah Manaf. Dia mengenakan jas, berpeci, dan menutupi lehernya dengan serban bercorak mirip seperti serban yang biasa dikenakan gurunya, KH Imam Zarkasyi (1910-1985), serban putih dengan sedikit corak batik bunga.

Bagi orang sehat, menghadiri sebuah pertemuan adalah hal biasa, mudah dilakukan. Tapi, bagi orang yang sakit, apalagi sepuh, seperti Kiai Jamhari, ini adalah luar biasa. Butuh tenaga ekstra untuk melakukan hal itu.

 
Alhamdulillah, dengan saya sakit seperti ini ... dua tahun lebih. Saya mendapatkan hikmah dan kesyukuran. Saya sakit, tapi pesantren ini tetap sehat.
KH JAMHARI ABDUL JALAL
 

Hadir dalam pertemuan tersebut, sang alim takjub menyaksikan ada banyak hadirin datang dari berbagai kawasan di Indonesia. Kemudian, dia bersyukur kepada Allah, mengucapkan alhamdulillah.

Dalam Ihya Ulumiddin, Hujjatul Islam Imam al-Ghazali menjelaskan hakikat syukur adalah menghayati hanya Allah yang memberikan nikmat di alam ini. Dengan memahami itu, hati menjadi gembira, senang. Kemudian, kesenangan itu menjadi motivasi untuk menambah ibadah dan amal kebaikan.

Hati yang bersyukur menyimpan dan menyembunyikan kebaikan yang telah diperbuat. Energi kebaikan ditunjukkan dengan zikir kepada Allah. Lisan yang bersyukur selalu memuji Allah, seperti mengucapkan alhamdulillah.

photo
Dialog Jumat Edisi Jumat 17Juni 2022. Membiasakan Anak Berzikir - (Republika/Thoudy Badai)

Anggota tubuh akan mengekspresikan syukur dengan ketaatan, melaksanakan perintah Allah, dan menjauhi larangan-Nya. Mata yang merefleksikan syukur, kata al-Ghazali, menutup setiap aib yang terlihat dan menjauhkan pandangan dari maksiat.

Kedua telinga menghindar dari mendengar perkataan kotor yang mengeraskan hati. Tangan digunakan untuk membantu orang lain. Kaki digunakan untuk melangkah menuju kebaikan, dan seterusnya.

Orang yang bersyukur, ketika azan berkumandang, seluruh tubuhnya langsung tergerak untuk segera mendirikan shalat. Saat menyaksikan orang lain meminta bantuan, dia langsung memberikan apa yang diperlukan, entah itu berupa harta atau tenaga. Saat datang waktu berpuasa, dia menahan diri dari lapar, haus, segala perbuatan tercela, dan menggiatkan ibadah.

Saat mendapatkan rezeki dan harta, dia terlebih dahulu memanfaatkannya untuk membayar zakat, berinfak, bahkan mewakafkan sebagiannya kepada pihak lain untuk kemaslahatan orang banyak.

Dengan bersyukur, Allah akan terasa dekat, bahkan semakin cinta dengan menambahkan nikmat kepada si hamba. Akal orang yang bersyukur akan sampai kepada ma’rifatullah (daa’iyatun ilal ma’arif) dekat dengan Allah, dan tinggi derajatnya (‘uluwwud darajaat), sebagaimana dijelaskan Sulthanul Ulama Izzuddin bin Abdissalam dalam Syajaratul Ma’arif).

Bersyukur itu terus-menerus, dalam keadaan bahagia ataupun menderita, kaya atau tak punya apa-apa. Juga dalam keadaan sehat ataupun sakit, seperti yang dilakukan Kiai Jamhari.

Makna Kesederhanaan

Agama merupakan tuntunan ke arah kesederhanaan dan kewajaran

SELENGKAPNYA

Sederhana Bukan Berarti Miskin

Pejabat yang kerap menampilkan gaya hidup //hedon// disebabkan kurangnya pemahaman agama

SELENGKAPNYA

Teladan Kesederhanaan dari Pemimpin Islam

Tak sedikit pemimpin Islam yang sukses justru berlaku hidup sederhana.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya