Internasional
Erdogan Usulkan Referendum Nasional Soal Hijab
Partai berkuasa pimpinan Erdogan mencabut larangan mengenakan hijab di lembaga-lembaga negara pada 2013.
OLEH RIZKY JARAMAYA
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Sabtu (22/10) mengusulkan referendum nasional untuk menjamin hak perempuan mengenakan hijab di lembaga-lembaga negara, sekolah dan universitas. Sebelumnya, partai berkuasa pimpinan Erdogan, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), mencabut larangan mengenakan hijab di lembaga-lembaga negara pada 2013.
Masalah hijab telah mendominasi perdebatan politik dalam beberapa bulan terakhir menjelang pemilihan umum pada 2023 mendatang. Persoalan ini akan menjadi salah satu tantangan paling serius bagi Erdogan.
Erdogan kerap menyebutkan, pencabutan larangan hijab tersebut sebagai contoh bahwa partainya yaitu Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) mewakili Muslim Turki yang taat. Erdogan juga mengatakan, kemenangan partainya pada 2002 melawan partai-partai sekuler kang sebelumnya memerintah Turki.
"Jika Anda memiliki keberanian, ayo, mari kita bawa masalah ini ke referendum. Biarkan bangsa yang membuat keputusan," kata Erdogan dalam sambutannya yang ditujukan kepada pemimpin utama partai oposisi Kemal Kilicdaroglu, dilansir Alarabiya, Sabtu.
Kilicdaroglu adalah pemimpin Partai Rakyat Republik (CHP), yang beraliran sekuler. Partai ini didirikan oleh pendiri republik Turki modern sekuler, Mustafa Kemal Ataturk.
Pemimpin CHP telah mengusulkan undang-undang untuk menjamin hak memakai hijab. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi ketakutan publik bahwa, CHP akan memberlakukan kembali larangan memakai hijab.
Para ahli mengatakan, Kilicdaroglu berusaha menunjukkan kepada pemilih agar mereka tidak perlu takut memilih CHP dalam pemilu tahun depan. “Kami telah membuat kesalahan di masa lalu terkait hijab. Sudah waktunya untuk meninggalkan masalah itu di belakang kita," ujar Kilicdaroglu awal bulan ini.
Erdogan mengatakan, perubahan konstitusi akan segera dikirim untuk disetujui parlemen. Partai AKP dan mitra aliansi nasionalis memegang kursi minoritas di parlemen.
Tetapi di bawah undang-undang Turki, perubahan konstitusi membutuhkan persetujuan 400 anggota parlemen tanpa perlu referendum. Oleh karena itu CHP perlu memberikan dukungannya. Jika perubahan konstitusi tidak bisa diselesaikan di parlemen, maka dapat diserahkan kepada rakyat.
“Jika masalah ini tidak dapat diselesaikan di parlemen, kami akan menyerahkannya kepada rakyat,” kata Erdogan.
Sejarah sekular Turki
Turki adalah pusat Kekhalifahan Ottoman pada abad ke-14 hingga awal abad ke-20. Perpecahan demi perpecahan mengantarkan pada keruntuhan kekhalifahan. Mustafa Kemal Ataturk kemudian menjadi presiden pertama Republik Turki.
Negeri itu menghapus sistem negara yang bersendi agama dan monarki menjadi republik yang sekular. Ataturk juga memperkenalkan serangkaian aturan dalam berpakaian, agar aparat pemerintah tidak memakai pakaian bersimbol agama. Simbol-simbol tradisional semasa kekhalifahan pun dicabut.
Aturan-aturan berpakaian itu lebih ditujukan pada pria. Namun, akhirnya berimbas pada perempuan. Laman National Geographic menyebutkan, pada era 1970-an dan khususnya sejak kudeta militer pada 1980, larangan berhijab pun diberlakukan. Hijab tidak boleh dipakai di kantor pemerintahan, rumah sakit, universitas, dan sekolah. Larangan baru dicabut pada 2013.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
BPOM Ungkap 23 Sirop Aman Digunakan
Sebanyak 26 vial Fomepizole untuk pengobatan ginjal akut datang dari Singapura dan Australia.
SELENGKAPNYAPaloh: Pidato Presiden Nasihat, Bukan Sindiran
Ketum Nasdem menilai bahwa Anies merupakan sosok yang memiliki jam terbang tinggi sebagai pemimpin
SELENGKAPNYAEmpat Fakta Penguat Dugaan Kekerasan ke Putri Sambo
Kuasa hukum Putri Candrawathi meyakini kliennya adalah korban kekerasan seksual.
SELENGKAPNYA