Safari
Penuhi Kebutuhan Pariwisata Berkelanjutan
Indonesia perlu bertransisi ke pariwisata berkelanjutan karena memiliki banyak destinasi wisata alam.
OLEH DESY SUSILAWATI, UMI NUR FADHILAH
Perkembangan pariwisata Indonesia meningkat belakangan ini seiring dengan berbagai upaya dalam menciptakan daya tarik tersendiri untuk menarik minat wisatawan. Pada saat seperti ini, peningkatan jumlah kunjungan wisatawan, khususnya wisatawan asing, memang penting, tapi lebih penting lagi memastikan momen kebangkitan ini dengan sasaran pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
Menurut laporan Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) tahun 2021 dari World Economic Forum, Indonesia ada di peringkat ke-32 dari 117 negara dalam pengembangan sektor perjalanan dan pariwisata yang berkelanjutan dan tangguh. Walaupun angka ini cukup baik, tapi tetap perlu ditingkatkan lagi. Dengan kolaborasi berbagai pihak dalam menjalankan pariwisata berkelanjutan, Indonesia diharapkan dapat meningkatkan peringkatnya lebih baik lagi.
Dukungan pihak swasta, seperti perusahaan property-technology atau prop-tech Bobobox, diwujudkan dengan menjadi mitra strategis pemerintah dalam mengembangkan sektor pariwisata berkelanjutan. Perusahaan itu menyediakan fasilitas beristirahat dengan dukungan teknologi yang diperlukan dalam dunia kepariwisataan.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Frans Teguh mengatakan, kunjungan wisatawan tentu penting, tapi perlu didorong untuk pandangan ke masa depan. Dampak pariwisata pada lingkungan menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan, termasuk memenuhi kebutuhan wisatawan, industri, dan komunitas. Pertimbangan faktor-faktor inilah yang disebut pariwisata berkelanjutan.
"Melalui berbagai program yang digalakkan pemerintah serta sinergi dengan berbagai pihak, kami optimistis pariwisata berkelanjutan semakin berkembang di Indonesia," ucap Frans dalam webinar yang digelar Bobobox, dua pekan lalu.
Menurut data Sustainable Travel Report 2022, sebanyak 81 persen wisatawan global merasa pariwisata berkelanjutan sangat penting. Sebanyak 50 persen dari responden mengatakan kepedulian ini tumbuh karena masalah perubahan iklim.
Founder dan CEO Wise Steps Consulting Mochamad Nalendra berpandangan soal pentingnya Indonesia bertransisi ke arah pariwisata berkelanjutan. Hal itu karena destinasi pariwisata Indonesia banyak yang mengandalkan alam. Menurut dia, tak hanya baik bagi lingkungan, pariwisata berkelanjutan dapat mendukung pertumbuhan komunitas, UMKM, dan kewirausahaan sosial. Apalagi, kata dia, 80 persen pelaku pariwisata global adalah UMKM.
"Hal ini pada akhirnya akan mengoptimalkan potensi suatu wilayah dan menciptakan dampak positif terhadap perekonomian di wilayah tersebut," ujar dia. Selain itu, dalam jangka panjang, lanjut dia, pariwisata berkelanjutan dapat menciptakan peluang pariwisata yang lebih inklusif bagi berbagai pihak.
CEO dan co-founder Bobobox Indra Gunawan menegaskan dukungannya dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan lewat kegiatan bisnisnya. "Kami tunjukkan dengan mengedepankan prinsip modularitas dan prefabrikasi di setiap produk Bobobox sehingga dapat meminimalkan dampak negatif bagi lingkungan."
Mereka juga memastikan inklusivitas sosial dengan membuka lapangan pekerjaan dan memberdayakan UMKM sekitar tempat Bobobox dan Bobocabin beroperasi. "Ke depannya, dengan bertambahnya daerah operasional Bobobox, diharapkan dapat semakin berkontribusi bagi perkembangan pariwisata berkelanjutan di Indonesia,” ujar Indra.
Pemerintah menilai langkah Bobobox ini progresif dalam memajukan pariwisata berkelanjutan di Indonesia. "Semoga ke depannya akan semakin banyak perusahaan akomodasi yang dapat mengikuti jejak Bobobox,” kata Frans.
Untuk menyesuaikan dengan gaya hidup dan perkembangan zaman, Bobobox meluncurkan Bobocabin, Boboliving, dan Bobovan. Tingkat okupansi Bobocabin stabil di atas 90 persen selama masa pandemi. Pada tahun ini, Bobocabin berfokus untuk ekspansi ke berbagai lokasi baru, di antaranya Mandalika, Bali, Jawa Timur, Sulawesi, dan lainnya. Ekspansi itu memberikan pengalaman baru menginap di alam, juga berkontribusi memajukan pariwisata berkelanjutan di Indonesia.
Suguhan Destinasi Warisan Sejarah
Indonesia memiliki banyak warisan sejarah yang tentu memberikan ketertarikan tertentu bagi wisatawan. Di Jakarta pun banyak tempat yang menjadi tempat wisata menarik. Direktur Eksekutif Indonesia Hidden Heritage (IHH) Nofa Farida Lestari mencontohkan, kawasan Kota Tua masih menjadi favorit tempat wisata warga Ibu Kota.
Nofa mengatakan bahwa ada banyak destinasi wisata warisan sejarah yang sudah dibuka untuk umum. “Topnya masih di Kota Tua. Tapi, sekarang sudah banyak destinasi yang dibuka,” kata dia dalam jumpa pers Indonesia Hidden Heritage Festival 2022 di Pos Bloc, Jakarta Pusat, Kamis (28/9).
IHH dan pegiat wisata sejarah aktif mempromosikan lebih dari 60 jalur, hanya di Jakarta. Jumlah destinasi warisan sejarah itu tersebar di Jakarta Selatan, Utara, Barat, Timur, dan Pusat. “Jadi, ada tematik yang dibuka, misalnya di Jatinegara. Nanti ada banyak sekali kita buka di Kebayoran tempo dulu di daerah Blok M. Itu akan kita susuri,” ujar Nofa.
Dia menjelaskan, di Jakarta banyak peninggalan-peninggalan yang berkaitan dengan sejarah zaman kolonial di Jakarta. Untuk wisata laut, pelancong dapat mengunjungi kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, dan sekitarnya. Bahkan, kata dia, ada tempat yang masih tersembunyi untuk dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata.
Menariknya, Nofa mengatakan, destinasi sejarah di Jakarta dapat dibuat dengan model city tour, baik jalan kaki, sepeda, maupun bus wisata. “Jadi, banyak sekali, hampir di semua tempat. Hanya saja, topnya masih di Kota Tua karena memang fasilitasnya lebih enak dan bagus, aksesnya mudah sekali,” kata Nofa.
City tour dapat memberikan pengalaman bagi para wisatawan tentang sejarah, juga dapat memberikan peluang berburu kuliner khas Jakarta. Selain itu, tambah dia, pelancong bisa memperluas jaringan dan pertemanan selama city tour.
Keempat, pelancong dapat menuai manfaat kesehatan dari berjalan kaki atau bersepeda, juga dapat saling mempromosikan tentang destinasi warisan sejarah ini ke pihak lain.
Seperti apa tren wisata di Jakarta? Rata-rata, Nofa mengatakan, orang berwisata di Jakarta itu untuk belanja. Namun, IHH dan pegiat destinasi wisata sejarah sedang giat mempromosikan hidden heritage. Selain orang-orang berbelanja, mereka bisa belajar sejarah. “Bisa ke museum, apalagi museumnya juga sudah bagus-bagus sekarang,” ujar dia.
Meskipun ada banyak destinasi wisata sejarah yang sudah berkembang, Nofa mengatakan, ada banyak tempat yang bisa dikembangkan oleh pemangku kepentingan. Jakarta pun punya destinasi wisata alam, seperti pantai, kawasan mangrove, juga pengembangan hidroponik di beberapa area.
Menurut Nofa, infrastruktur destinasi wisata di Jakarta sudah baik, hanya perlu mengubah pola pikir masyarakat dan para pemandunya. Program wisata juga harus mendukung upaya pengurangan emisi karbon sehingga turis dapat berwisata menggunakan bus wisata dan jalan kaki. Itu sebabnya dia mengusulkan agar pemerintah memperbanyak trotoar yang nyaman bagi pejalan kaki.
Dari sisi pelancong, ada juga perbedaan cara berwisata sebelum dan setelah pandemi Covid-19. Kini, mereka tidak berwisata secara masif, tapi memilih yang berkelanjutan dan lebih suka tematik. Misalnya, banyak pelancong memilih wisata kuliner di Jakarta yang sangat spesifik pilihannya.
Ada juga pelancong yang ingin menyusuri dari sisi arsitektur tempat-tempat wisata. Hal-hal inilah yang perlu dipahami oleh para pemandu wisata. “Jadi, kita harus adaptif dengan perubahan zaman,” ujar Nofa.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Reog Ponorogo Pun Terbang ke Eropa
Tidak hanya menampilkan pertunjukan reog Ponorogo, tim tari juga menyempatkan diri untuk berinteraksi langsung.
SELENGKAPNYAJumatan di Cendana, Khatibnya Pernah Jadi Tahanan Orba
Meskipun ia pernah 'disakiti' penguasa Orde Baru itu, namun ia tak pernah dendam kepada Soeharto
SELENGKAPNYAKapten Visser dan Baret Merah Kopassus
Kapten Visser justru lebih memilih baret merah daripada baret hijau. Padahal, pasukan komando Belanda menggunakan baret hijau.
SELENGKAPNYA