Kisah Dalam Negeri
Alfiansyah Jadi Yatim Piatu di Kanjuruhan
KPAI berharap semua pihak fokus pada pelayanan korban.
Tragedi di Stadion Kanjuruhan membuat M Alfiansyah (11 tahun) kehilangan kedua orang tuanya. Kedua orang tua kandung Alfiansyah, yakni M Yulianton (40) dan Devi Ratna Sari (30), meninggal dunia akibat peristiwa yang terjadi pada Sabtu (1/10) malam.
Alfiansyah yang didampingi pamannya, Doni (43), menceritakan, pada saat peristiwa terjadi, ia bersama kedua orang tuanya berusaha keluar dari dalam stadion. Alfiansyah mengaku sempat terjatuh, tapi ia kemudian berdiri dan bergegas untuk keluar.
"Waktu mau ke bawah saya terjatuh, terus langsung berdiri. Itu masih bersama ayah dan mama. Setelah saya berdiri, saya didorong dari belakang kemudian melihat ayah terjatuh," kenang Alfiansyah, Senin (3/10).
Setelah ayahnya terjatuh itu, ia kemudian berjalan secara perlahan hingga bisa keluar dari Stadion Kanjuruhan. Ia mengaku tidak merasa berdesak-desakan untuk keluar pada saat itu.
"Iya saya keluar sendiri, berjalan. Berjalan aja biasa sampai keluar," ujarnya.
Doni menambahkan, Alfiansyah selama ini dikenal sebagai anak yang pendiam. Ia mengenang kedua almarhum orang tua Alfiansyah sebagai sosok yang sangat baik.
Yulianto, kata Doni, memang penggemar Arema FC. Namun, setelah menikah, tidak lagi pernah menonton pertandingan ke stadion.
Adapun ibunda Alfiansyah, baru pertama kali ke Stadion Kanjuruhan pada malam terjadi kerusuhan. Almarhum ayah Alfiansyah, sempat berkata bahwa ajakan untuk menonton pertandingan di Stadion Kanjuruhan untuk membahagiakan anaknya.
"Istrinya itu baru pertama kali ke stadion dan anaknya juga baru pertama kali. Almarhum sempat mengatakan, saya ingin membahagiakan anak saya. Ternyata menyenangkan anak yang terakhir kalinya," ujar Doni.
Kericuhan terjadi usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu malam.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti meminta pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab terhadap anak-anak yang mendadak menjadi yatim piatu akibat tragedi Kanjuruhan. Tanggung jawab itu bukan sekadar santunan, melainkan juga rehabilitasi psikis bagi para korban, terutama anak-anak yang saat ini masih dirawat di rumah sakit.
“Begitu pun bagi anak-anak yang orang tuanya meninggal saat tragedi ini butuh dukungan negara. Karena mereka mendadak jadi yatim atau bahkan yatim piatu, tulang punggung keluarganya ikut menjadi korban tewas dalam peristiwa ini,” ujar Retno lewat keterangannya, Senin (3/10).
Retno juga mendesak pemerintah untuk segera melakukan penyelidikan atas tragedi yang mengakibatkan jatuhnya ratusan korban jiwa dan korban luka, termasuk anak-anak, dengan membentuk tim penyelidik independen. Dia juga mendorong kapolri untuk melakukan evaluasi secara tegas.
Kepala Divisi Pengawasan dan Monitoring Evaluasi KPAI Jasra Putra mengatakan, tragedi di Stadion Kanjuruhan akan membawa dampak kejiwaan bagi anak. Apalagi jika disertai peristiwa mereka terpisah dengan orang tua, kehilangan orang tua, atau kehilangan saudaranya.
“Tentunya pascakejadian akan membawa dampak kejiwaan yang berat bagi anak, apalagi bila disertai peristiwa terpisah dengan orang tua, kehilangan orang tua, atau kehilangan saudaranya,” ujar Jasra.
KPAI berharap semua pihak fokus pada pelayanan korban. Itu perlu dilakukan agar mereka segera bisa didampingi dan direspons baik untuk mengurangi hal yang lebih buruk bagi anak.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Tindak yang Bersalah di Kanjuruhan
Komnas HAM menyebut ada indikasi terjadinya pelanggaran HAM saat kerusuhan.
SELENGKAPNYA‘Aparat Harus Patuhi Aturan FIFA’
Peraturan FIFA terkait pelarangan penggunaan gas air mata di dalam stadion harus dipatuhi.
SELENGKAPNYA