Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Khazanah

Hukum Waris dan Prinsip Keadilan

Apa pun perubahan zaman, ketentuan hukum waris ini tetap berlaku sepanjang masa.

DIASUH OLEH USTAZ DR AMIR FAISHOL FATH; Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional, CEO Fath Institute

Surah an-Nisa merekam secara khusus ayat-ayat mengenai hukum waris. Dari ayat 7-14, pembahasan tentang waris sangat detail. Allah langsung yang menjelaskannya untuk menunjukkan pentingnya ketentuan tersebut.

Bisa dipastikan ketentuan ini bukan hanya sangat tepat, tetapi juga sangat adil. Berbeda dengan kondisi pada zaman jahiliyah, yang pada waktu itu aturan waris murni buatan manusia. Maka, ketika itu kaum wanita bukan hanya tidak mendapatkan hak warisnya, melainkan mereka sendiri dianggap sebagai bagian dari warisan.

Apa pun perubahan zaman, ketentuan hukum waris ini tetap berlaku sepanjang masa. Allah pemilik mutlak alam semesta, Dialah yang paling berhak menentukan aturan dalam menggunakan harta-Nya. Manusia sekaya apa pun, tetap tidak boleh seenak nafsunya mengelola harta tanpa mengikuti aturan-Nya.

Sebagian orang ada yang menganggap harta waris itu miliknya secara mutlak lalu ia membaginya sama rata antarahli warisnya. Padahal, pembagian sama rata belum tentu adil.

 
Sebagian orang ada yang menganggap harta waris itu miliknya secara mutlak lalu ia membaginya sama rata antarahli warisnya.
 
 

Ambil saja contoh jika Anda mempunyai sejumlah anak, satunya masih TK, satunya lagi di SMP, lainnya di perguruan tinggi. Apakah adil jika Anda memberikan pakaian yang sama ukurannya dan biaya hidup yang sama. Tentu tidak demikian.

Dalam ketentuan surah an-Nisa ayat 11, disebutkan kaidah bahwa hak laki-laki dua kali lipat dari pada perempuan: “Lidz dzakari mitslu hazhzhil untsyain”. Sebagian orang mengatakan ayat ini tidak adil.

Padahal, adil di dalam Islam harus berdasarkan kewajiban dan tanggung jawab. Islam menentukan kaum laki-laki sebagai penanggung jawab atas perempuan: “Ar rijaalu qawwamuuna ‘alan nisaa”. Sementara kaum perempuan tidak pernah mendapatkan kewajiban dan tanggung jawab apapun atas nafkahnya. Baik sebagai anak, sebagai saudari kandung maupun istri.

Dari penjelasan ini jelas bahwa kaidah tersebut adalah benar. Artinya, ketentuan bahwa hak laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan tidak bisa diotak-atik dengan alasan perubahan sosial. Seperti munculnya fenomena di mana kaum wanita banyak yang bekerja. Sebab ketentuan Allah pasti paling adil.

Apalagi, pada ayat-ayat tersebut ada beberapa pesan yang menunjukkan harus diikuti, seperti kata yuushikumullahu (ini Allah langsung yang mewasiatkannya), fariidhatan minallahi (ini ketetapan fardhu yang wajib diikuti dari Allah), washiyyatan minallahi (ini wasiat langsung dari Allah) (QS an-Nisa: 12), tilka hududullahi (inilah batasan yang tidak boleh dilanggar dari Allah) (QS an-Nisa: 13).

Ditambah lagi dengan penegasan bahwa ilmu Allah sangat bijak: “Innallaha kaana ‘aliiman hakiima”. (QS an-Nisa: 11). Lebih kuat lagi adanya balasan surga bagi yang patuh: “Wa man yuthi’illaha wa rasuulahu yudkhilhu jannaatin”. (QS an-Nisa: 13).

Juga, ancaman neraka bagi yang tidak mau patuh atas aturan tersebut: “Wa may ya’shillaha wa rasuulahu wa yata’adda hududahuu yudkhilhu naara”. (QS an-Nisa: 14).

Anak-Anak Turut Jadi Korban 

Menurut H, ada sejumlah anak-anak yang ikut menyelamatkan diri di warungnya.

SELENGKAPNYA

Lakukan Evaluasi Menyeluruh

Komas HAM menyatakan tragedi di Stadion Kanjuruhan sebagai tragedi kemanusian.

SELENGKAPNYA