
Tuntunan
Memadamkan ‘Api’ Murka Allah
Sedekah semacam ini tak meringankan, apalagi menghapus dosa, bahkan menambah dosa
Suatu ketika, Habib Munzir al-Musawa (1973-2013) bercerita tentang seseorang yang dia sebut bernama Amir. Dia mengeluhkan amal ibadahnya yang sangat kurang. Terlalu disibukkan dengan keduniaan. Juga banyak melakukan dosa.
Kalaupun sudah melakukan kebaikan, hal itu belum mengimbangi, apalagi menutupi dosa yang sudah dilakukan. Amir mengkhawatirkan Allah akan murka kepadanya, mengazabnya, bahkan menceburkannya ke dalam kubangan api neraka selamanya.
Meski khawatir, dia tidak putus asa. Terus melakukan kebaikan sebanyak mungkin. Lelaki itu bekerja dengan sungguh-sungguh. Terkadang dia melakukan hal itu siang dan malam. Setiap ada keuntungan didapat, dia sisihkan untuk sedekah yang tidak biasa. Apa maksudnya?

Ini bukan sedekah untuk dilihat (banyak) orang kemudian mendapatkan popularitas. Justru berbeda. Si Amir menyiapkan busana serbahitam. Dia mengenakan busana itu, kemudian berjalan pada malam hari. Saat berjalan, dia menemukan seorang wanita tunawisma terbaring di perlintasan pejalan kaki.
Amir membungkus uangnya dalam kantong plastik, kemudian melemparkannya ke si wanita tadi. Lalu, Amir melarikan diri. Wanita tadi terbangun dan membuka kantong plastik tadi. Dia terkejut karena mendapatkan uang yang banyak.
Tak berhenti dia bersyukur karena rezeki itu membuatnya mampu memenuhi kebutuhan hidup dan merasakan aneka kenikmatan. Tapi, dia tak mengetahui dan mengenal siapa si pemberi sedekah itu. Tangan kiri tak mengetahui tangan kanan memberi (sedekah).
Inilah contoh sedekah secara rahasia (shadaqah sirr). Tak memedulikan bagaimana respons si wanita, yang utama, si pemberi sedekah sudah mengamalkan sunah Rasulullah yang mulia. Entah berapa banyak yang sudah, apalagi gemar melakukan sedekah semacam ini. Namun, yang sering terlihat adalah individu atau lembaga yang memamerkan sedekahnya.
Diekspos dengan foto dan audio visual, lalu disebarluaskan melalui jaringan internet. Jutaan pengguna internet kemudian mengeklik konten tersebut sehingga mengetahui individu atau lembaga tadi melakukan sedekah.
Di satu sisi, ini adalah upaya memotivasi, mengajak, dan menginspirasi pihak lain untuk melakukan amal sosial. Bisa jadi banyak orang di berbagai tempat terdorong untuk melakukan hal sama sehingga banyak kaum dhuafa tertolong. Tentu, hal semacam ini bernilai positif.
Namun, ada hal lain bahwa konten semacam ini ketika terpublikasi memunculkan pamer (riya), bahkan kesombongan. "Ini lho saya bersedekah sekian rupiah .... Kayak gini bersedekah yang baik itu."
Yakinlah sedekah semacam ini tak akan diterima Allah SWT, menjadi sia-sia, menguap dan menyatu dengan udara. Sedekah semacam ini tidak meringankan, apalagi menghapus dosa, bahkan bisa jadi menambah dosa.
Sementara itu, sedekah yang dilakukan secara diam-diam, justru membiasakan hati untuk mengikhlaskan dan merelakan harta yang sudah susah payah didapatkan, untuk diberikan kepada orang lain. Sedekah semacam inilah yang menyucikan diri (tuthahhirhum wa tuzakkiihim biha QS at-Taubah: 103).

Insya Allah, sebuah amal sosial tersebut akan berbuah tujuh kebaikan, dan dari setiap kebaikan tadi membuahkan seratus kebaikan yang lain. Bahkan, dapat terus menumbuhkan banyak kebaikan setelahnya (QS al-Baqarah: 261).
Tak hanya itu, sedekah semacam inilah yang meredam amarah Allah (HR Thabrani dengan sanad baik). Maka, mari kita sama-sama menggerakkan banyak orang, sebanyak mungkin, untuk bersedekah secara diam-diam. Dengan begitu, Allah tidak menjadi murka, bahkan sebaliknya, malah melimpahkan ridha-Nya kepada banyak orang.
Shalat yang Begitu Khusyuk
Benarkah informasi ihwal kekhusyukan Shilah al-Adawi dalam beribadah?
SELENGKAPNYADavid Iwanto Peroleh Hidayah dari Siaran Dakwah Medsos
Masuk Islam ini membuat saya bersyukur. Allah telah menyelamatkan saya dari kekafiran.
SELENGKAPNYAKeberkahan Bagi Mukmin
Seorang hamba Allah yang diberkahi berarti mendapatkan naungan kasih dan sayang dari-Nya.
SELENGKAPNYA