
Kabar Utama
Kendalikan Harga Beras
Bulog menyatakan bakal mengeluarkan stok beras secara besar-besaran.
TANGERANG SELATAN -- Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengakui adanya kenaikan harga beras di tengah masyarakat. Pemerintah daerah diminta ikut melakukan langkah pengendalian harga. Sebab, kenaikan harga beras akan berbahaya bagi laju inflasi nasional yang sedang dijaga oleh pemerintah.
Zulkifli mengatakan, kenaikan harga beras yang tidak terkendali dapat berkontribusi pada pergerakan inflasi yang cukup besar, hingga 3,3 persen. Karena itu, pengendalian harga beras agar tetap stabil menjadi prioritas pemerintah.
"Saya bersyukur harga telur dan ayam stabil, bawang stabil, tapi memang beras naik sedikit. Tapi walau hanya naik Rp 100, itu berbahaya," kata Zulkifli saat ditemui di Tangerang Selatan, Selasa (13/9).
Zulkifli mengaku sudah berkoordinasi dengan Bulog untuk secepatnya melakukan operasi pasar beras. Ia pun mengingatkan para kepala daerah, dari tingkat gubernur hingga bupati/wali kota, dapat mengambil langkah ketika harga pangan pokok setempat naik hingga 5 persen.
Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menanggung ongkos logistik dari wilayah sentra produksi ke wilayah tujuan. Anggaran dapat diambil dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang dimiliki masing-masing pemerintah daerah.
"Jadi kalau harganya naik sedikit, pemerintah ada dana cadangan dua persen bisa dipakai untuk membantu ongkos," kata dia.
Solusi itu, kata Zulkifli, salah satunya sudah digunakan untuk menangani tingginya harga telur baru-baru ini. Harga telur di konsumen yang melonjak hingga Rp 32 ribu dapat ditekan menjadi Rp 28 ribu dengan bantuan biaya logistik oleh pemerintah daerah.
Mengutip panel harga Badan Pangan Nasional per 13 September 2022, rata-rata harga beras medium mencapai Rp 10.930 per kg. Harga tersebut naik dari pekan lalu yang masih di kisaran Rp 10.890 per kg. Tren harga beras medium sudah jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 9.450 per kg - Rp 10.250 per kg.
Perum Bulog menyatakan bakal menggelontorkan pasokan cadangan beras merespons harga beras yang mulai merangkak naik sejak bulan lalu. "Kita akan keluarkan pasokan besar-besaran," kata Sekretaris Perusahaan Bulog Awaluddin Iqbal kepada Republika.

Ia mengatakan, volume cadangan beras pemerintah (CBP) yang berada di gudang hampir mencapai satu juta ton. Pasokan itu dinilai sangat mencukupi untuk kebutuhan stabilisasi harga beras di pasar. Adapun berdasarkan data Bulog, realisasi operasi pasar beras sejak 1 Januari hingga 6 September 2022 telah mencapai sekitar 500 ribu ton. "Target kita tahun ini lebih dari 1 juta ton, jadi masih sangat besar beras yang harus kita salurkan," kata dia.
Awaluddin menambahkan, operasi pasar beras dilakukan sepanjang tahun untuk mengantisipasi setiap potensi kenaikan harga beras yang dapat terjadi. Langkah itu dinilai efektif untuk mengamankan harga beras sepanjang tahun.
Dalam mengeluarkan stok beras, Bulog menggunakan prinsip first in first out atau FIFO. Pasokan beras yang masuk pertama kali, harus dikeluarkan terlebih dahulu. Namun, ia mengatakan operasi pasar beras juga menggunakan beras baru karena adanya permintaan pasar.
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai Indonesia harus menunjukkan komitmen dan keseriusannya dalam menaati perjanjian dagang internasional. Hal itu bisa dilakukan melalui penghapusan hambatan non tarif dan juga menghilangkan restriksi (pembatasan) pada perdagangan, termasuk pada beras.
Peneliti CIPS Azizah Fauzi mengatakan, salah satu komoditas pangan yang terkena dampak penerapan hambatan non tarif adalah beras. Hambatan tersebut pada akhirnya berkontribusi pada kenaikan harga beras. Indeks Bulanan Rumah Tangga (Bu RT) dari CIPS menunjukkan, terdapat kenaikan harga beras secara umum sebesar 4,14 persen pada Agustus 2022 yang sebesar Rp 12.800 per kilogram, jika dibandingkan dengan Agustus 2021 yang sebesar Rp 12.291 per kilogram.
Saat ini, menurut Azizah, produktivitas beras dalam negeri tidak cukup tinggi untuk menjaga kestabilan harga beras. Produktivitas beras musiman telah berfluktuasi sejak 2013, mencapai rata-rata hanya 5,19 ton hektare per tahun.
"Belum efisiensinya proses produksi beras membuat ongkos produksi beras di dalam negeri menjadi lebih mahal. Hal ini masih ditambah dengan panjangnya rantai pasok dan belum memadainya infrastruktur dalam menjangkau jarak kepulauan Indonesia yang luas," kata dia, kemarin.
Di saat yang bersamaan, impor beras perlu melewati proses impor panjang. Pemerintah telah menunjuk Bulog sebagai importir tunggal beras kualitas medium. Kewenangan ini menjadikan mereka memiliki hak monopoli atas komoditas tersebut. Walaupun demikian, Bulog tetap tidak memiliki keleluasaan dalam mengimpor karena semenjak adanya Badan Pangan Nasional (Bapanas), penetapan ekspor dan impor pangan harus ditetapkan oleh Bapanas.
CIPS mencatat Indonesia merupakan salah satu konsumen beras terbesar di dunia dengan konsumsi beras nasional per kapita pada 2017 sebesar 97,6 kilogram. Tingkat konsumsi diperkirakan meningkat 1,5 persen per tahun menjadi 99,08 kilogram per kapita pada tahun 2025.
“Memastikan ketersediaan dan keterjangkauan beras sangat penting untuk memenuhi kebutuhan populasi yang terus bertambah, terutama di saat masyarakat tengah dihadapkan pada berbagai kenaikan harga,” ujar dia.
Dapat Insentif
Pemerintah akan memberikan insentif kepada daerah yang bisa menekan angka inflasinya imbas dari penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM). Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, insentif yang akan diberikan kepada daerah tersebut sebesar Rp 10 miliar.
Namun, ada syarat yang harus dipenuhi pemerintah daerah untuk mendapatkan insentif tersebut. Yakni, daerah harus mampu masuk ke dalam 10 daerah dengan angka inflasi terendah. “Kita mungkin akan melihat, kemungkinan memberikan sekitar Rp 10 miliar bagi masing-masing daerah yang mampu bisa menurunkan (inflasi) top 10 paling rendah, top 10 di provinsi kabupaten dan kota,” kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (13/9).
Menkeu menjelaskan, perhitungan pengendalian inflasi daerah akan menggunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) serta mempertimbangkan kemampuan daerah dalam menstabilkan harga. “Kita akan sortir dari seluruh daerah, kan BPS setiap bulan mengeluarkan inflasi di daerah masing-masing. Nah nanti kita akan berikan insentif untuk pemda yang bisa mengendalikan atau yang inflasinya lebih rendah dari level nasional,” jelas dia.
Insentif tersebut akan diberikan melalui skema Dana Insentif Daerah (DID). Menkeu menekankan, peran para pemimpin daerah dalam mengendalikan inflasi imbas dari kenaikan harga BBM sangat penting. Para pemimpin daerah diminta agar mendeteksi potensi kenaikan harga, terutama yang berasal dari komoditas pangan dan juga transportasi.
Daerah juga diminta untuk menggunakan dua persen dari dana transfer umum serta memanfaatkan dana tak terduga untuk meredam potensi kenaikan harga di berbagai wilayahnya. Menkeu menyebut, hingga saat ini masih ada sekitar Rp 9,5 triliun dana tidak terduga dan sekitar Rp 2,7 triliun dana transfer umum yang bisa digunakan daerah.
“Itu bisa digunakan untuk berbagai hal, dari mulai membantu transportasi di daerah masing-masing untuk bisa lebih bisa meredam kenaikan akibat kenaikan harga BBM atau juga bisa memberikan langsung intervensi dari distribusi,” kata Sri.
Pemerintah pun akan terus memantau kinerja pemerintah daerah dalam menggunakan APBD-nya. Pemda diharapkan dapat segera menggunakan dana tersebut secara cepat, tepat, dan juga akuntabel untuk membantu meringankan beban masyarakat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah masih memonitor peningkatan inflasi yang terjadi di berbagai daerah imbas dari kenaikan harga BBM. Rencananya, pemerintah akan kembali menggelar rapat koordinasi pemerintah pusat dan daerah terkait pengendalian inflasi pada hari ini, Rabu (14/9).
Dalam rapat tersebut, pemerintah akan mengungkap faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kenaikan inflasi di berbagai daerah. Dengan demikian, pemerintah bisa mengendalikan kenaikan inflasi baik di sektor pangan maupun transportasi.
“Kita akan beberkan apa saja faktor-faktor inflasi di masing-masing daerah. Sehingga kita bisa jaga, dua yang bisa kita jaga. Inflasi bahan makanan dan inflasi dari transportasi,” kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pemerintah daerah untuk membantu masyarakat yang terdampak kenaikan harga BBM melalui pemberian subsidi. Jokowi mengatakan, daerah dapat menggunakan dua persen dari dana transfer umum untuk memberikan subsidi kepada masyarakat terdampak, seperti nelayan maupun angkutan umum.
Hal ini disampaikan Jokowi saat rapat terbatas pembahasan pengendalian inflasi dengan seluruh kepala daerah secara hybrid di Istana Negara, Jakarta, Senin (12/9). “Dua persen dari dana transfer umum artinya dana alokasi umum DAU kemudian dana bagi hasil DBH, ini 2 persen bisa digunakan untuk subsidi dalam rangka menyelesaikan akibat dari penyesuaian harga BBM, 2 persen, bentuknya bisa bansos, terutama pada rakyat yang sangat membutuhkan,” ujar Jokowi.
Jokowi menyebut, pemerintah telah menyusun Peraturan Menteri Keuangan dan juga mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri sebagai landasan pelaksanaannya. Melalui upaya ini, Jokowi pun berharap inflasi dapat dikendalikan di bawah lima persen.
Selain menggunakan 2 persen dari dana transfer umum, daerah juga bisa menggunakan anggaran belanja tidak terduga untuk pemberian subsidi inflasi. Jokowi mengatakan, anggaran belanja tak terduga ini bisa dimanfaatkan untuk menutup biaya transportasi komoditas pangan yang mengalami kenaikan.
Mendag: Harga Pangan Masih Stabil
BI memperkirakan inflasi pada September 2022 akan mencapai 0,77 persen.
SELENGKAPNYACadangan Pangan Nasional Diperkuat
Kementerian BUMN telah menyiapkan inisiatif strategis Bulog dan ID Food yang mengacu kepada lima prioritas
SELENGKAPNYABUMN Pangan Operasi Pasar
Operasi pasar terus dilakukan guna mengantisipasi setiap potensi kenaikan harga.
SELENGKAPNYA