Kabar Utama
Menag: Perbaiki Pola Asuh Pesantren
Peran orang tua juga sangat penting untuk mencegah kekerasan di lingkungan pesantren.
JAKARTA -- Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas meminta pondok pesantren memperbaiki pola pengasuhan kepada para santri. Kurangnya pola pengasuhan disebut menjadi salah satu penyebab terjadinya kasus kekerasan di lembaga pendidikan berbasis asrama, seperti pesantren.
Yaqut mengatakan, anak-anak yang dititipkan di pondok pesantren sudah semestinya mendapatkan pengasuhan yang baik. “Anak dititipkan bukan untuk hanya dididik saja, tetapi juga titip diasuh karena orang tuanya gak ikut kan. Nah, pola pengasuhan ini yang kami lihat masih kurang," kata Yaqut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (8/9).
Kemenag, kata dia, akan terus melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada lembaga-lembaga pendidikan terkait pentingnya pola pengasuhan, sehingga kasus kekerasan tak terulang. Selain itu, Kemenag pun menyusun peraturan untuk mencegah terjadinya berbagai kasus kekerasan dan pelecehan di lingkungan pondok pesantren.
Kendati demikian, Menag menekankan bahwa pondok pesantren maupun boarding school merupakan lembaga yang sangat independen. Oleh karena itu, Kemenag tidak bisa melakukan intevensi secara langsung.
Terkait adanya dugaan kasus kekerasan di Ponpes Modern Darussalam Gontor, Menag menyebut akan memberikan sanksi jika terbukti secara sistematis dan sengaja membiarkan terjadinya kekerasan. Karena itu, ia menyampaikan perlunya dilakukan penelusuran terkait kasus penganiayaan yang menyebabkan seorang santri meninggal di Ponpes Gontor.
Namun, jika kasus yang terjadi merupakan kasus personal dan tidak terjadi secara sistematis, maka sanksi tak akan diberikan kepada lembaga pendidikan ini. Menurut dia, Kemenag telah menerjunkan tim untuk menyelidiki kasus yang terjadi di Ponpes Gontor. Setelah ada pengakuan dari pihak pondok pesantren, ia menyerahkan kepada aparat hukum untuk menindaklanjutinya.
“Aparatur Kemenag melihat di lapangan, di Pondok Pesantren Gontor seperti apa. Tentu bukan hanya di Gontor 1, tapi kan Gontor punya berbagai cabang. Ini untuk melihat apakah ini sistematis atau memang ini personal, kalau personal kan tidak boleh lembaganya jadi korban,” ujar dia.
Juru Bicara Pondok Modern Gontor Ponorogo Ustadz Noor Syahid sebelumnya mengakui adanya dugaan penganiayaan yang menyebabkan wafatnya almarhum AM pada pertengahan Agustus lalu. Para pelaku yang juga merupakan santri pondok telah dikenakan sanksi berat. Dia menegaskan, Pondok Modern Gontor tidak menoleransi segala aksi kekerasan di dalam lingkungan pesantren.
Masyarakat berharap kasus kekerasan fisik dan seksual tidak terjadi lagi di lingkungan pondok pesantren. Muhammad Yusuf (48 tahun), salah seorang warga Plered, Cirebon, yang juga memondokan anaknya di salah satu pesantren di Cirebon, Jawa Barat, mengaku prihatin dengan sejumlah kasus kekerasan fisik yang terjadi di beberapa pondok pesantren baru-baru ini.
"Ya, prihatin sampai ada santri yang mendapat kekerasan lalu meninggal. Intinya, kita sama-sama harus introspeksi, jangan sampai kejadian lagi," kata Yusuf, Kamis (8/9).
Dia berharap kasus kekerasan yang terjadi menjadi cambuk bagi pondok pesantren untuk melakukan perbaikan dan pengawasan. Kendati demikian, Yusuf menilai sejatinya pesantren merupakan lembaga pendidikan paling aman bagi anak. Sebab, kasus kekerasan fisik maupun kekerasan seksual di kalangan anak dan remaja justru lebih banyak terjadi di luar pesantren.
Menurutnya, banyak pesantren yang sudah puluhan tahun berdiri, namun tidak pernah terjadi kasus kekerasan fisik ataupun kekerasan seksual. Hal ini karena adanya pendidikan dan pengawasan yang baik dari para pengasuh dan pengurus pesantren. Selain itu, sosok pemimpin pesantren memiliki peranan besar dan penting untuk mencegah terjadinya kekerasan fisik dan kekerasan seksual.
Namun demikian, Yusuf mengingatkan, peran orang tua juga sangat penting untuk mencegah kekerasan di lingkungan pesantren. Sebab, tidak menutup kemungkinan kekerasan yang dilakukan siswa atau santri dilatarbelakangi berbagai masalah yang terjadi di keluarga. Ia berharap pemerintah juga dapat turun tangan untuk melakukan pencegahan agar tidak terjadi lagi kekerasan di pesantren.
"Di pesantren itu kan mengajarkan akhlak, menyelesaikan masalah tanpa ada kekerasan. Jadi kita evaluasi saja, dari pesantrennya, orang tuanya. Apakah cara mendidiknya yang keliru, atau memberikan contoh yang keliru kepada santri," katanya.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berharap semua pihak bersikap lebih proporsional atas kejadian di Ponpes Modern Gontor dan tidak digeneralisasi secara berlebihan. Dia mengatakan, Gontor telah berjasa bagi negeri dan lulusan-lulusannya sudah memberikan kontribusi di banyak ranah kebangsaan dan global.
Haedar turut berharap agar publik bersikap lebih bijak. Menurut Haedar, kasus tersebut sebaiknya diserahkan dan dipercayakan secara penuh ke ranah hukum untuk diproses secara transparan dan obyektif.
"Hukum adalah instrumen paling baik dan memiliki tingkat kepastian yang dapat menjadi rujukan semua pihak menyelesaikan kasus seperti itu," kata Haedar. Ia pun percaya Ponpes Modern Gontor akan bersikap terbuka dalam menghadapi kasus yang telah menyita keprihatinan publik Indonesia, dengan sepenuhnya menyerahkan perkara ke proses hukum.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyesalkan terjadinya kasus penganiayaan terhadap santri berusia 17 tahun berinisial AM dan dua orang santri lainnya di Pondok Pesantren Gontor. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar, memastikan pihaknya akan berkoordinasi dengan pemda setempat terkait perkembangan kasus, pendampingan, serta mengawal proses hukum terlapor yang diduga masih sesama santri dan lebih dari satu orang.
"KemenPPPA akan memantau dan melakukan koordinasi dalam memastikan segala bentuk pendampingan yang dibutuhkan oleh para korban serta keluarga korban," kata Nahar dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (8/9).
KemenPPPA memberi perhatian dan mengikuti perkembangan kasus tersebut. "Menteri PPPA secara khusus meminta agar kasus tersebut ditangani sebaik mungkin sehingga para korban dapat segera didampingi pemulihan secara fisik, psikologis, dan juga proses hukumnya," lanjut Nahar.
Berdasarkan koordinasi KemenPPPA, didapatkan informasi bahwa kronologi kejadian bermula dari pelaksanaan kegiatan Perkemahan Kamis Jum’at (Perkaju) Pondok Pesantren Gontor pada 18 -19 Agustus 2022. Usai kegiatan tersebut, ketiga korban yang merupakan panitia kegiatan, mengembalikan semua peralatan perkemahan kepada terlapor yang merupakan koordinator bagian perlengkapan. "Namun, setelah di periksa kembali oleh terlapor, terdapat pasak tenda yang hilang," ucap Nahar.
Korban lantas diberi tugas untuk mencari pasak tersebut hingga ditemukan dan dikembalikan ke bagian perlengkapan pada 22 Agustus 2022. Pagi hari pukul 06.00 WIB di tanggal yang telah ditentukan, ketiga korban menghadap terlapor dan menyampaikan bahwa pasak yang hilang tak kunjung ditemukan.
"Menanggapi laporan tersebut, salah satu terlapor memberikan hukuman berupa pukulan menggunakan tongkat pramuka kepada dua orang korban di bagian paha. Kemudian, datang terlapor lainnya menendang dada korban AM hingga jatuh terjungkal kemudian kejang," ungkap Nahar.
Selanjutnya, AM segera dilarikan ke Rumah Sakit Yasyfin Gontor dan dinyatakan sudah meninggal pada pukul 06.30 WIB. Pihak rumah sakit memberikan keterangan antara lain bahwa AM mengalami kelelahan usai kegiatan perkaju. "Terkait proses hukum pun tengah ditangani oleh Polres Ponorogo. Kami berharap, kasus ini terus diusut hingga menemukan titik terang dan para korban, terutama korban AM, mendapatkan hak dan keadilan," kata Nahar. n wahyu suryana/rizky suryarandika ed: satria kartika yudha
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.