Tajuk
Ke Mana Lagi Rohingya Berharap?
Dalam kasus kemanusiaan Rohingya, butuh aksi tegas untuk mengakhirinya.
Tanggal 25 Agustus 2022, dunia mengingat kembali operasi militer Myanmar di Negara Bagian Rakhine. Operasi lima tahun lalu tersebut berujung eksodus sekitar 740 ribu Muslim Rohingya menuju Bangladesh dan terdampar di kamp-kamp pengungsian.
Mereka menyelamatkan diri dari aksi militer Myanmar. PBB menilai kekerasan militer Myanmar itu sebagai genosida. Selain berakhir di kamp, ada pula yang bertaruh nyawa menerjang lautan untuk mencapai negara tujuan yang dinilai lebih baik.
Ada yang menemui kematian di lautan, ada pula yang sampai tujuan, tetapi harus dihalau kembali ke laut. Hingga kini, nasib Rohingya belum berubah. Kamp termasuk di Cox’s Bazar, Bangladesh, masih menjadi tempat tinggal mereka.
Keinginan kembali ke kampung halaman di Rakhine, masih belum mewujud. Sebab, tak ada jaminan keamanan dan pengakuan kewarganegaraan dari Myanmar. Jaminan ini, idaman para pengungsi Rohingya sebelum kembali ke Rakhine.
Keinginan kembali ke kampung halaman di Rakhine, masih belum mewujud. Sebab, tak ada jaminan keamanan dan pengakuan kewarganegaraan dari Myanmar.
Sebab, dua hal itu yang membuat mereka aman menjalani kembali kehidupan di sana seperti warga lainnya. Dan tampaknya, hingga lima tahun ini, Myanmar belum juga merepatriasi Rohingya dari kamp pengungsian di Bangladesh disertai dua jaminan yang diharapkan.
"’Sudah cukup. Kami ingin segera pulang ke Myanmar," ujar seorang pengungsi Rohingya, Azra Khatun, kepada Aljazirah. Kerinduan Khatun pulang ke Myanmar beralasan. Ia ingin anak-anaknya memperoleh pendidikan dan kehidupan normal.
Saat ini, pagar kawat berduri didirikan di sekitar kamp-kamp pengungsian, Bangladesh, untuk membatasi gerak mereka. Mereka juga masih menghadapi larangan akses ke pendidikan, pekerjaan, dan bepergian.
Perlu kerja lebih keras dunia mengubah kondisi pengungsi Rohingya di Bangladesh. Paling tidak, sudah sekitar 1,1 juta pengungsi Rohingya di sana. Gerak dunia yang lebih serius, bisa membuat kehidupan pilu di kamp berakhir dan mereka pulang ke Rakhine.
Saat ini, pagar kawat berduri didirikan di sekitar kamp-kamp pengungsian, Bangladesh, untuk membatasi gerak mereka. Mereka juga masih menghadapi larangan akses ke pendidikan, pekerjaan, dan bepergian.
Dalam perspektif kemanusiaan, paling tidak PBB sudah bertindak dengan memberikan bantuan kepada pengungsi. Dibantu pula oleh lembaga-lembaga kemanusiaan di seluruh dunia, termasuk dari Indonesia.
Namun, perlu tindakan lebih jauh PBB pada sisi politik. Yakni, menekan Myanmar agar mau merepatriasi Rohingya. Mereka juga mesti menjamin keamanan kehidupan Rohingya setelah pulang dan mengakui status kewarganegaraan Rohingya.
Dewan Keamanan (DK) PBB, biasanya bertindak cepat bila ada kondisi darurat. Namun, rumitnya DK sarat negara besar dengan kepentingan masing-masing.
Jika salah satu negara anggota DK memiliki kepentingan ekonomi, politik, ataupun lainnya di negara bermasalah, mereka akan melindunginya. Caranya, dengan menggunakan hak veto. Jadi, sanksi atau tindakan keras lainnya luruh dengan sendirinya.
Padahal, dalam kasus kemanusiaan Rohingya, butuh aksi tegas untuk mengakhirinya. Dalam konteks ini, ASEAN mestinya semakin tergerak mengatasi persoalan Rohingya. Myanmar bagian dari keluarga ASEAN yang berarti Rohingya masalah ASEAN juga.
Padahal, dalam kasus kemanusiaan Rohingya, butuh aksi tegas untuk mengakhirinya. Dalam konteks ini, ASEAN mestinya semakin tergerak mengatasi persoalan Rohingya.
ASEAN dapat menempuh cara persuasif ataupun lebih tegas agar Myanmar segera menuntaskan masalah Rohingya ini. Upaya penyelesaian yang sudah ditempuh harus berlanjut dan masalah Rohingya ini butuh ketahanan dalam upayanya.
Menlu Retno Marsudi dalam pernyataan bersama setelah pertemuan dengan Menlu Bangladesh AK Abdul Momen, 18 Juli 2022, mengakui persoalan Rohingya ini sudah lama tertunda dan masih membutuhkan perhatian penuh.
Maka itu, semoga komitmen ini menyulut semangat anggota ASEAN kembali merancang langkah efektif agar Myanmar segera menuntaskan isu pengungsi Muslim Rohingya ini. Cukuplah lima tahun tak ada kata tuntas. Jika lebih lama lagi, ke mana lagi Rohingya berharap?
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Menanti Buah Hati dengan Promil
Promil tepat diterapkan untuk semua pasangan baik yang baru maupun sudah lama menikah.
SELENGKAPNYA