Masjid Sultan Ismail Petra di Rantau Panjang, Pasir Mas, negara bagian Kelantan, Malaysia. | DOK WIKIPEDIA

Arsitektur

Masjid Sultan Ismail Petra, Nuansa Beijing di Kelantan

Bangunan legasi sultan Kelantan ini menyerupai masjid tertua di ibu kota Negeri Tirai Bambu.

OLEH HASANUL RIZQA

 

Sejarah mencatat, ada berbagai bangsa yang berperan penting dalam masuknya Islam ke Asia tenggara. Di antara mereka, bukan hanya orang-orang Arab atau Persia, melainkan juga Cina. Negeri Tiongkok mengenal risalah Nabi Muhammad SAW sebelum penduduk Nusantara menerima dakwah yang pertama.

Seperti dinukil dari buku Jejak Islam di Nusantara (IPB Press, 2019), konon Islam mula-mula diperkenalkan di Cina pada awal abad ketujuh. Seorang kerabat Rasulullah SAW, Sa’ad bin Abi Waqqash, disebut sebagai pionir syiar tauhid di negeri tersebut. Dengan perkataan lain, proses dakwah berlangsung ketika Nabi SAW atau para sahabat masih hidup.

Pada era Dinasti Tang (705-907 M), imigran Arab disenangi pihak kerajaan karena keterampilan perniagaan dan administrasi yang mereka miliki. Privilise itu menimbulkan kecemburuan sosial yang pada gilirannya menyulut beberapa kerusuhan, semisal An Shi pada 763 M atau gerakan Huang Cho pada 884 M.

photo
Bagian dalam kompleks Masjid Sultan Ismail Petra. Nuansa khas arsitektur Tiongkok tampak antara lain dari bentuk atapnya. - (DOK MOSQPEDIA)

Sasaran amuk massa adalah orang-orang Arab. Menghindari kaos, mereka memilih hijrah ke luar. Termasuk dalam daerah-daerah tujuannya adalah kota-kota dagang di Asia tenggara. Bagaimanapun, sesudah abad kesembilan Islam masih terus hidup di tengah masyarakat Tiongkok. Bahkan, nama-nama besar dalam sejarah Cina adalah Muslimin, semisal Laksamana Ma He alias Cheng Ho.

Seperti halnya Indonesia, Malaysia mendapatkan pengaruh budaya dari Negeri Tirai Bambu. Salah satu bagian dari negeri jiran yang menerima syiar Islam dari Cina adalah Kelantan Darul Naim. Negara bagian ini berbatasan dengan Laut Cina Selatan di sisi utara.

Kesultanan Kelantan berupaya merawat ingatan sejarah tentang jasa-jasa bangsa Cina dalam menyebarkan Islam. Di antara ikhtiar yang telah diwujudkannya adalah membangun masjid negara dengan warna akulturasi budaya Tionghoa. Inilah yang ditunjukkan Masjid Sultan Ismail Petra.

photo
Bagian menara Masjid Sultan Ismail Petra. - (DOK MOSQPEDIA)

Tempat ibadah itu berlokasi di Rantau Panjang, Pasir Mas, Kelantan. Pembangunan kompleks masjid tersebut bermula pada 12 September 2005. Otoritas setempat mengeluarkan dana hingga 8,8 juta ringgit Malaysia atau sekitar Rp 26 miliar untuk menyelesaikan proyek ini. Akhirnya, pada Agustus 2009 Masjid Jubli Perak Sultan Ismail Petra dibuka untuk umum.

Penamaan masjid itu diambil dari nama Sultan Ismail Petra bin Sultan Yahya Petra. Ia merupakan raja Kelantan yang memerintah antara tahun 1979 dan 2010. Pada 28 September 2019, penerus takhta ke-28 di kesultanan tersebut meninggal dunia.

Masjid Sultan Ismail Petra berdiri di atas lahan seluas 3,7 hektare. Daya tampungnya mencapai seribu orang jamaah. Desain arsitekturnya begitu gamblang menampilkan corak budaya Tionghoa. Tidak mengherankan bila orang-orang menyebutnya sebagai Masjid Beijing.

photo
Masjid yang berdiri sejak Agustus 2009 ini disebut juga sebagai Masjid Beijing. Sebab, penampilannya menyerupai Masjid Niujie, masjid tertua di Beijing, RRC. - (DOK KELANTAN TOURISM)

Sebutan itu bukan tanpa alasan. Sejak awal, pembangunnya mencontoh pada Masjid Niujie, masjid tertua di Beijing. Menurut catatan sejarah, tempat ibadah Islam di ibu kota Republik Rakyat Cina (RRC) itu dibangun pada 996 M atau era Dinasti Liao. Dengan perkataan lain, usianya sudah lebih dari seribu tahun.

Warna budaya Tiongkok terpancar dari Masjid Sultan Ismail Petra, umpamanya, melalui bagian atap. Keseluruhan bangunan di kompleks tempat ibadah itu menyuguhkan beberapa jenis atap khas Cina, semisal ngang shan, hsuan shan, dan tsuan tsien.

Masing-masing menampilkan bentuk dasar limas, atap landai yang berujung lengkung, serta menara bertingkat—mirip pagoda. Di masjid ini, seluruh atapnya hijau. Bagian-bagian lain, seperti tembok atau menara masjid, dilapisi warna putih atau krem.

photo
Walau tampaknya didominasi unsur budaya Tiongkok, Masjid Sultan Ismail Petra tetap menggunakan elemen budaya Melayu. Itu seperti terlihat pada bagian tiang dan langit-langit ruangan shalatnya. - (DOK WIKIPEDIA)

Elemen strukturalnya juga mengikuti kaidah khas arsitektur Tiongkok. Tiang-tiang penyangga atap memiliki titik temu yakni tou kung. Kalau biasanya bangunan tradisional Cina mempunyai tiang-tiang kayu, maka tiang masjid ini umumnya adalah beton.

Walaupun didominasi kekhasan Tionghoa, unsur budaya Melayu tidaklah absen begitu saja. Bagian interior Masjid Sultan Ismail Petra menyajikan corak khas lokal. Sebut saja tampilan pada tiang-tiang penyangga atap, langit-langit, atau pilihan warna kuning yang berpadu dengan putih di permukaan tembok dan tiang.

photo
Bagian mimbar dan mihrab Masjid Sultan Ismail Petra, Kelantan. - (DOK MOSQPEDIA)

Keunikan masjid ini mengundang daya tarik wisatawan. Para pelancong baik dari dalam maupun luar negeri Malaysia umumnya menyambangi Masjid Sultan Ismail Petra saat berkunjung ke Kelantan. Bangunan ini menjadi salah satu destinasi wisata islami yang sayang apabila terlewatkan.

Pengunjung dari kalangan non-Muslim tetap diperbolehkan memasuki bagian halaman masjid ini, tentunya dengan menegakkan aturan kesopanan dalam sikap dan pakaian.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Muhammad Natsir: Pahlawan dan Pendidik Teladan

Tidak banyak orang mengenal Muhammad Natsir sebagai guru dan pendidik sejati.

SELENGKAPNYA