Menteri Agraria Tata Ruang / Kepala Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto (tengah) bersama Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran (kiri) memberikan keterangan saat rilis kasus mafia tanah di Mapolda Metro Jaya, Senin (18/7/2022). | Prayogi/Republika.

Tajuk

Mendorong Warga Melawan Mafia Tanah

Beberapa bulan lalu, Republika secara khusus menelusuri soal dugaan pungli pengurusan sertifikat tanah ini. Dari tahapan pengurusan sertifikat saja, sudah terbuka lubang untuk pungli.

Menteri Agraria dan Tata Ruang yang baru, Hadi Tjahjanto, akhirnya bertindak tegas. Kemarin, bersama Polda Metro Jaya, eks panglima TNI ini mengumumkan pengungkapan kasus mafia tanah dengan menangkap 30 orang.

Belasan di antaranya adalah pegawai di Kantor Badan Pertanahan Nasional, termasuk kepala kantor, dua orang aparatur sipil negara, termasuk pengurus rukun warga di tingkat bawah.

Presiden Joko Widodo tampaknya memiliki misi yang berbeda bagi Hadi. Fokus pada penegakan hukum memberantas mafia tanah. Sementara pendahulu Hadi, Sofyan Djalil, sebelumnya lebih terlihat disibukkan oleh acara seremoni bagi-bagi sertifikat tanah ke warga kecil.

Kedua tugas ini tentu sama-sama penting. Sertifikat tanah adalah dokumen yang pengurusannya amat dinanti oleh warga di daerah. Administrasi agraria negara ini belum rapi, pada saat yang sama ada mafia tanah yang bisa seenaknya mengubah-ubah dokumen negara.

Inilah yang kemudian dijadikan fokus oleh menteri baru. "Apabila terjadi pelanggaran, saya tidak segan-segan mencopot, proses hukum, dan pecat," kata Hadi, Senin. Dan inilah yang ia perlihatkan dalam tiga pekan terakhir.

Membiarkan aparat masuk mencomot oknum pegawai dan pejabat BPN yang ketahuan menjadi kaki tangan mafia tanah. Kita apresiasi langkah tegas menteri ATR/kepala BPN. Kita berharap pengungkapan kasus demi kasus mafia tanah ini tidak hanya meledak di awal-awal saja.

Kita ingin melihat keseriusan Menteri Hadi untuk mengawal program reformasi agraria. Publik menunggu pengungkapan kasus lainnya di luar Jawa, ini harus menjadi prioritas.

 
Presiden Joko Widodo tampaknya memiliki misi yang berbeda bagi Hadi. Fokus pada penegakan hukum memberantas mafia tanah. 
 
 

Ada berbagai modus mafia tanah. Yang kemarin diungkap oleh Polda Metro Jaya dan Kementerian ATR/BPN mencakup modus mengubah dokumen resmi. Temasuk juga meminta uang suap atau pelicin atas sejumlah program pengurusan dokumen tanah pemerintah yang harusnya gratis. Yang terakhir ini, dari penelusuran Republika, malah melibatkan pengurus rukun warga di tingkat yang paling bawah.

Oleh polisi, para tersangka itu dikenakan berlapis-lapis pasal, seperti Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP terhadap tindak pidana awal, yaitu Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 264 KUHP dan/atau Pasal 266 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 3,4,5 UU RI Nomor 8 Tahun 2010, dan/atau Pasal 170 KUHP dan/atau Pasal 167 ayat 1 KUHP.

Pasal 55 KUHP terkait dengan menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan. Pasal 56 KUHP terkait dengan mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan atau memberi kesempatan saran atau keterangan untuk melakukan kejahatan. P

asal 263 dan 266 KUHP terkait dengan membuat surat palsu atau memalsukan surat, serta menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik. Pasal 372 KUHP terkait dengan sengaja memiliki dengan melawan hak suatu benda yang sama sekali atau sebagiannya milik orang lain. Di dalamnya juga termasuk pasal-pasal pencucian uang.

Beberapa bulan lalu, Republika secara khusus menelusuri soal dugaan pungli pengurusan sertifikat tanah ini. Dari tahapan pengurusan sertifikat saja, sudah terbuka lubang untuk pungli. Pengurusan dua sertifikat, yakni Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) dan PTSL (proses pendaftaran tanah untuk pertama kali) yang harusnya gratis, tapi bisa menjadi 'ladang bisnis' bernilai jutaan rupiah.

 
Beberapa bulan lalu, Republika secara khusus menelusuri soal dugaan pungli pengurusan sertifikat tanah ini. Dari tahapan pengurusan sertifikat saja, sudah terbuka lubang untuk pungli. 
 
 

Persoalannya harus diakui ada pada kesadaran warga untuk menjalani prosedur pengurusan. Warga yang masih merasa repot mengurus Prona dan PTSL akhirnya menitipkan pada pengurus warganya masing-masing.

Yang kemudian secara berjenjang 'kongkalikong' dengan aparat kelurahan, kecamatan, dan kantor BPN setempat. Menitipkan itu ada 'biayanya'. Inilah yang dianggap sebagian warga 'wajar' karena tidak mau repot.

Kerja keras memberantas pungli suap dan korupsi adalah kerja semua pihak. Bukan hanya tim sapu bersih pungli milik Polda Metro Jaya atau pegawai pemerintah daerah serta tim dari Kementerian ATR/BPN, melainkan juga masyarakat. Terutamanya malah di warga.

Publik seharusnya tidak 'mewajarkan' tindakan-tindakan yang mengundang pungli, dengan dalih bantuan dan uang kutipan. Ikuti prosesnya sesuai aturan. Bila ada yang melenceng atau berbau permainan uang, bisa dilaporkan. Tapi memang, laporan ini pun tak semudah membalik telapak tangan. Butuh bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Terkadang di dalam tahapan ini, masyarakat justru mendapat teror.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Komunikasi Demokrat, Nasdem, dan PKS Makin Intensif

PPP menilai, pertemuan PAN-PDIP pekan lalu bukan agenda koalisi.

SELENGKAPNYA

PBB Prihatin Situasi di Haiti

Sebanyak 188 orang di Port-au-Prince Haiti tewas karena kekerasan antarkelompok kriminal.

SELENGKAPNYA

Bawaslu dan Polri Perkuat Sentra Gakkumdu Pemilu

Kerja sama juga akan dilakukan dalam hal pengawasan netralitas Polri.

SELENGKAPNYA