Kabar Utama
Jangan Berhenti Berbagi Kebaikan
Diperlukan pengorbanan untuk membantu sesama di tengah situasi pandemi yang belum berakhir.
JAKARTA -- Umat Islam diharapkan dapat menjadikan Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriyah sebagai momentum untuk terus melakukan kebaikan, berbagi, dan memperkuat semangat gotong royong. Rasa kepedulian terhadap sesama perlu terus dijaga di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang belum usai dan berbagai tantangan akibat kondisi global.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, hari raya Idul Adha dimaknai sebagai sebuah ketauhidan dan aktivitas menebarkan kebaikan sebanyak-banyaknya kepada masyarakat lainnya. "Selain berkurban, hari raya Idul Adha memiliki makna yang lebih penting untuk saling berbagi dan memberikan rasa kebahagiaan kepada sesama," kata Presiden seusai melaksanakan shalat Ied, di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (10/7).
Presiden juga mendoakan jamaah haji Indonesia yang menjalankan ibadah di Tanah Suci, termasuk Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin dan Ibu Wury Estu Handayani. Kiai Ma'ruf dan Wury menunaikan ibadah haji tahun ini karena mendapatkan undangan khusus dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 belum berakhir. Masyarakat diharapkan tetap mengenakan masker saat beraktivitas di dalam dan luar ruangan.
Shalat Idul Adha di Istiqlal dimulai pukul 07.00 WIB dengan dipimpin oleh Salim Ghazali sebagai imam dan Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Pusat Mohammad Nuh sebagai khatib yang membawakan khotbah dengan tema "Semangat Gotong Royong Perkuat Sendi Kebhinekaan".
M Nuh dalam khutbahnya menyampaikan, saat melaksanakan ibadah haji, setiap jamaah melakukan pergerakan sehingga terjadi pergumulan dan interaksi fisik antarjamaah. Seseorang akan mengalami benturan untuk saling membantu atau memilih berjalan masing-masing dalam berhaji. "Semangat saling membantu dan egosentris seringkali berbenturan dalam proses ibadah haji. Dan itulah realitas dalam kehidupan, antara ingin membantu dan kepentingan diri sendiri," kata M Nuh.
Ia mengatakan, filosofi kompetisi atau Musabaqoh sangat berbeda dengan kolaborasi atau Muawanah. Dalam kompetisi, kemenangan diraih hanya dengan jalan mengalahkan yang lain. Namun dalam kolaborasi, setiap orang dapat menjadi pemenang tanpa harus saling mengalahkan, melainkan mencapai kesuksesan dan kemenangan secara bersama-sama. "Untuk mencapai kemenangan, semangat kekitaan atau kolaborasi perlu dikedepankan dibanding ego masing-masing."
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, berhaji maupun kurban adalah simbolisasi dari keikhlasan manusia sebagai hamba di hadapan Allah SWT. Kurban juga menjadi lambang kebesaran jiwa umat Islam kepada bangsa dan negara.
“Semoga saudara-saudara kita yang mampu bisa melaksanakan kurban sebagai simbolisasi jiwa besar yang kita butuhkan bagi negeri dan bangsa kita ini,” kata Menag di Arab Saudi, Sabtu (9/7).
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir mengajak kaum Muslimin menghidupkan kembali jiwa dan semangat berbagi. Sebab, inti ibadah kurban adalah ruh untuk rendah hati mendermakan sebagian nikmat yang dimiliki, baik berupa ilmu, tenaga, akal pikiran sampai harta.
Bagi umat yang memiliki kelebihan harta, ia mengingatkan agar senantiasa berbagi kepada mereka yang kekurangan. Jangan sampai kekayaan yang didapat malah membuat menjadi senjang dengan sesama rakyat dan anak bangsa. Karenanya, mereka yang memiliki akses dan kekuatan ekonomi diharapkan memiliki semangat berbagi. "Untuk membagi kue yang dimilikinya untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Haedar, Sabtu (9/7).
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam kesempatan terpisah menambahkan, hikmah ibadah kurban adalah bagaimana manusia harus berjuang dan berkurban untuk mencapai keluhuran harkat dan martabat dalam kehidupan di dunia dan akhirat.
Manusia harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satu caranya dengan menjalin keakraban dan solidaritas dengan sesama umat manusia. "Dalam situasi pandemi Covid-19 yang belum berakhir, diperlukan kedermawanan dan pengorbanan untuk membantu sesama, menyelesaikan berbagai masalah kehidupan yang sekarang masih sangat mengemuka," kata dia dalam pesannya kepada Repulika, Ahad (10/7).
Hal serupa disampaikan Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis). PP Persis mengajak umat Islam dan bangsa Indonesia menjadikan momentum Idul Adha untuk memperkuat ukhuwah dan solidaritas nasional. Hal itu salah satunya bisa dilakukan dengan saling menghormati dan dewasa dalam menyikapi perbedaan.
Wakil Ketua Umum PP Persis Ustaz Jeje Zaenudin menyampaikan, hikmah terbesar dari Hari Raya Idul Adha ini adalah kerelaan untuk mengalahkan egoisme diri sendiri dan mengorbankannya demi meraih keridhaan Allah SWT. Jika anak adalah simbol kecintaan dan kekayaan termahal bagi sebuah keluarga rela dikorbankan oleh Nabi Ibrahim, dan nyawa diserahkan oleh Nabi Ismail, maka itulah simbol pengorbanan tertinggi untuk meraih kejayaan sejati di dunia dan akhirat.
"Demikian juga untuk kejayaan pribadi, keluarga, maupun bangsa dan negara. Dengan Idul Kurban, umat Islam senantiasa diingatkan untuk selalu siap berkorban apapun demi agama, umat dan bangsanya," kata Ustaz Jeje.
Serentak
Sementara, warga Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) melaksanakan shalat Idul Adha 1443 hijriyah secara bersamaan di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau pada Ahad (10/7). Pelaksanaan secara serentak oleh organisasi massa Islam sudah biasa dilakukan di Natuna, walaupun sebenarnya ada perbedaan dalam penentuan 10 dzulhijah.
Pada tahun ini, PP Muhammadiyah menetapkan 10 Dzulhijah 1443 Hijriyah atau Hari Idul Adha jatuh pada Sabtu (9/7). Sementara, pemerintah dan NU menetapkan Hari Raya Idul Adha jatuh pada Ahad (10/7).
Ketua I Pengurus Muhammadiyah Kabupaten Natuna, Nasoha mengatakan, pihaknya secara organisatoris tetap patuh pada arahan organisasi yang menetapkan 10 Dzulhijah jatuh pada 9 Juli. "Namun mengingat masyarakat kita di Natuna terbiasa dan mengikuti arahan pemerintah, jadi kita laksanakan pada hari ini," kata Nasoha di Ranai, Natuna, Provinsi Kepri, Ahad (10/7).
Ia mengatakan, telah menjadi kebiasaan warga setempat, Muhammadiyah, maupun organisasi lain ketika merayakan hari besar Islam dilakukan secara bersamaan. "Kita terbatas, karena itu tidak melaksanakan sendiri, hari ini bersama -sama warga lainnya merayakan dan melaksanakan shalat Idul Adha," kata Nasoha.
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Natuna, Budi Dermawan mengatakan tidak ada perbedaan antara warga Muhammadiyah dan NU dalam melaksanakan shalat Idul Adha di Natuna. "Yang saya tahu tidak ada perbedaan, saya juga tidak mendapatkan laporan ada yang melaksanakan shalat Idul Adha pada Sabtu kemarin," kata dia.
Menurutnya, berbagai organisasi islam di Natuna tidak pernah menunjukkan adanya perbedaan dalam hal perayaan hari besar islam.
"Semua organisasi Islam di Natuna ada, sampai hari ini saya tidak mendapatkan informasi ada yang melaksanakan Idul Adha pada 9 Juli atau Sabtu kemarin di Natuna. Kabupaten Natuna serentak hari ini, tidak hanya Muhammadiyah saja, NU saja, Al Washliyah saja, namun semuanya sama," kata dia.
Ia juga menyampaikan bahwa pelaksanaan shalat Idul Adha dilaksanakan serentak dan terpusat di Masjid Agung Natuna tanpa membedakan Muhammadiyah maupun NU. "Untuk tahun ini pelaksanaan ditingkat kabupaten, kita pusatkan di Masjid Agung Natuna bersama bapak bupati beserta forkompimda (forum Komunikasi Pimpinan Daerah)," kata Budi Dermawan.
Pelaksanaan shalat Idul Adha di berbagai daerah pada Ahad berlangsung lancar. Jamaah pun memadati lokasi pelaksanaan shalat Ied. Di Kota Ambon, misalnya, ribuan warga Muslim tetap melaksanakan shalat Idul Adha, meskipun hujan deras mewarnai perayaan Hari Raya Idul Adha.
Di Masjid Raya Al-Fatah, sebagian umat Islam shalat di pelataran parkir yang basah, dengan beralaskan koran bekas. Ada juga yang melaksanakan shalat di emperan toko di seberang masjid.
“Alhamdulillah, kita tetap melanjutkan shalat meskipun diguyur hujan. Bagaimana pun juga, ini adalah bentuk dari ketaatan kita kepada Allah SWT. //Masa// karena hujan harus membatalkan shalat, apalagi ini setahun sekali,” kata Muhammad Rusli, salah satu warga di Masjid Al-Fatah, di Ambon, Ahad.
Menurutnya, baju yang basah, dan rasa dingin bisa diatasi, tetapi shalat yang hanya setahun satu kali, belum tentu bisa digantikan di tahun depan lagi. “Kita tidak tahu ke depan umur panjang atau tidak, yang terpenting sekarang tetap shalat, laksanakan kewajiban sesuai perintah-Nya,” ujarnya.
Idris, warga yang melaksanakan shalat di emperan toko, mengatakan tidak kebagian tempat di dalam masjid, bukan berarti tidak melanjutkan niat untuk shalat. “Di mana saja kita bisa shalat. Asalkan tidak di tempat bernajis. Dengan niat yang baik dan tulus, Allah pasti terima shalat hambanya,” ucapnya.
Hal itu, kata dia, sudah biasa terjadi di Kota Ambon, bahkan mungkin di kota-kota lainnya. “Di luar Ambon juga pasti begini. Sampai ada yang membawa tikar. Itu artinya, kita semua tidak mau ketinggalan shalat di hari raya,” ucap Idris.
Shalat Idul Adha berjalan lancar. Sejumlah polisi juga mengatur sejumlah titik yang rawan macet di untuk menjaga kenyamanan masyarakat Muslim yang sedang melaksanakan ibadah Idul Adha.
Di Kota Sorong, Papua Barat, ribuan umat Islam mengikuti shalat Idul Adha di halaman Kantor Wali Kota. Shalat Idul Adha yang dipimpin oleh Imam Ustad Lukman dan Khatib Ustad Muhammad Muhyidin berjalan dengan tertib, lancar dan penuh hikmat.
Dalam kutbahnya, Khotib Ustad Muhammad Muhyidin mengatakan bahwa makna Idul Adha adalah pengorbanan. Namun bukan hanya berkurban hewan saja, tetapi pengorbanan secara lahir batin. "Artinya bahwa tidak hanya harta kita saja yang kita korbankan di dunia tetapi juga batin kita korbankan kepada Allah SWT sang pencipta," ujarnya.
Ia berpesan kepada umat Islam di Kota Sorong agar senantiasa saling berbagi kepada sesama umat dan terus menjaga persatuan. "Marilah kita saling berbagi kepada sesama semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan memberikan berkah yang melimpah dalam kehidupan kita sehari-hari," katanya. Antara ed: satria kartika yudha
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.