Asma Nadia | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Amal Tersembunyi

Bagaimana dengan kita? Adakah amalan tersembunyi yang cukup hanya diri dan Allah yang tahu?

Oleh ASMA NADIA

OLEH ASMA NADIA

Berapa banyak amal tersembunyi yang kamu miliki? Amal yang hanya dirimu dan Allah atau segelintir orang saja yang tahu?

Dikisahkan Abu Bakar, sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah, berkunjung ke rumah anaknya, Aisyah, setelah sang Nabi wafat. Rindu mungkin salah satu yang menggerakkannya untuk bertanya,

“Anakku, adakah sunnah Rasul yang belum aku kerjakan?”

Pertanyaan menarik, sekaligus menjadi cermin betapa rendah hati sahabat yang dijuluki ash-Shiddiq ini. Padahal sebagai sahabat terdekat bisa saja ia merasa telah mengetahui dan menjalankan seluruh jejak rasulullah SAW.

 
Jawaban ini terasa menyentak. Ternyata ada perbuatan Nabi SAW yang luput dari pandangan Abu Bakar.
 
 

Kekhawatiran ada amalan yang terluput dia cermati, juga menunjukkan betapa meski sudah dijamin akan masuk surga, ia benar-benar berharap kelak akan bersama kekasih Allah itu.

Mendengar pertanyaan ayahnya, sang anak yang tidak lain adalah istri Rasulullah, menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunah hampir tidak ada satu sunah pun yang belum ayah lakukan, kecuali satu  saja.”

Jawaban ini terasa menyentak. Ternyata ada perbuatan Nabi SAW yang luput dari pandangan Abu Bakar.

Aisyah pun melanjutkan penjelasan.

“Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana.” 

 
Sungguh luar biasa, sang Nabi. Hingga akhir hidupnya, berkhidmat, melayani orang yang selalu menghinanya. 
 
 

Abu Bakar dengan mudah bisa menduga siapa yang dimaksud Aisyah. Seorang peminta-minta --bukan Muslim-- yang sering berada di sudut pasar. Setiap hari dia selalu mengatakan hal buruk tentang Rasulullah SAW.

“Wahai saudaraku, jangan kau dekati Muhammad. Dia itu gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir! Jika kalian mendekatinya, kalian akan dipengaruhi olehnya.”

Mengetahui hal itu saja sudah membuat Abu Bakar terkesima.

Sungguh luar biasa, sang Nabi. Hingga akhir hidupnya, berkhidmat, melayani orang yang selalu menghinanya. Tapi jika Nabi saja melakukannya, maka tak ada alasan Abu Bakar berkeberatan.

Keesokan harinya sahabat yang dikenal paling dermawan itu pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan. Ia hanya meniru jejak Rasulullah SAW tanpa merasa perlu menjelaskan, toh si pengemis yang tunanetra, tidak akan tahu bedanya. 

 
Namun ternyata Rasulullah tidak hanya memberi makanan, tetapi juga menyuapi. 
 
 

Namun ternyata Rasulullah tidak hanya memberi makanan, tetapi juga menyuapi. Ketika Abu Bakar mencoba melakukannya, sang pengemis yang tak bisa melihat, langsung merasakan tangan yang menyuapinya berbeda. Dia pun menyadari bahwa yang saat ini berada di depannya bukanlah laki-laki yang biasa mengantarkan makanan ke mulutnya dengan lembut dan cara paling sempurna, sebagaimana penuturannya,

“Apabila dia datang kepadaku, tangan ini tidak perlu repot memegang dan mulut ini tidak sulit mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut.”

Dan Rasulullah sama sekali tidak menjelaskan identitasnya. Bahwa dia Muhammad SAW yang teramat sering dihina sang pengemis. Meski perbuatan baiknya selalu dibalas buruk, saat menyuapi harus menelan hinaan bertubi-tubi, Rasul tidak berhenti.

Abu Bakar seketika tidak dapat menahan air matanya. Sambil menangis, dia memutuskan berterus terang.

“Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Dia adalah Muhammad Rasulullah SAW.”

Mendengar penuturan tersebut, sang pengemis disergap malu, dan spontan tersedu. 

 
Banyak hikmah bisa dipetik, salah satunya adalah bagaimana Rasulullah mampu menyembunyikan amalnya.
 
 

“Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, dia tidak pernah memarahiku sedikit pun. Dia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, dia begitu mulia.” Pengemis Yahudi buta itu akhirnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar RA.

Banyak hikmah bisa dipetik, salah satunya adalah bagaimana Rasulullah mampu menyembunyikan amalnya, hingga kecuali Aisyah RA, sahabat yang begitu dekat pun seperti Abu Bakar tidak mengetahui.

Dan bukan mustahil, masih banyak amal Rasulullah SAW yang mungkin bahkan Aisyah pun terluput. 

Amalan tersembunyi ini menjadi salah satu sunnah. Salah satu yang Rasulullah SAW contohkan. Padahal luas kebaikan dan amalan ibadah beliau sungguh tak terkira. Jika mau menunjukkannya terang-terangan pun wajar, sebab ia adalah uswatun hasanah, contoh terbaik umat.

Bagaimana dengan kita? Adakah amalan tersembunyi yang cukup hanya diri dan Allah yang tahu?

 
Bagaimana dengan kita? Adakah amalan tersembunyi yang cukup hanya diri dan Allah yang tahu?
 
 

Ketika Hilman Hariwijaya wafat, saya sebagai sahabat, terperangah mengetahui ia memiliki kontribusi besar dalam pembangunan masjid. Pun bahwa ia mempunyai banyak anak asuh yang di antaranya bersekolah di luar negeri.

Kami bicara banyak hal, niat baik, cita-cita, rencana kerja sama, terkadang curhat dan bergurau, tapi tidak sekalipun Hilman pernah menyinggung proyek kebaikan yang di antaranya telah dilakukan belasan tahun. 

Ketika Ivo Nilakreshna --diva legendaris Indonesia berpulang-- barulah keluarga tercengang dengan shalat Tahajud rutin dan Dhuha dengan rakaat maksimal yang telah lama dilakukannya. 

Ketika Emmeril Khan Mumtadz pergi, publik terhenyak mengetahui luas jejak kebaikan dan amal yang sering dilakukan putra orang nomor satu di Jawa Barat itu. Tak ada sesumbar atau almarhum merasa perlu menggembar-gemborkannya. Luas amal kebaikan yang tak pernah ia bicarakan itu mungkin yang mengantarnya pada kemuliaan sedemikian rupa tak hanya menjelang, bahkan setelah tutup usia.

Orang-orang baik yang pergi dan menimbulkan liang kehilangan teramat dahsyat pasti memiliki berlimpah kebagusan amal yang dijaga begitu hati-hati dan sebagiannya tak pernah mewarnai ranah pembicaraan semasa hidup.

Kepergian mereka yang memiliki harta karun tersembunyi --untuk dibawa-- membuat saya bertanya-tanya. Saat tiba giliran kita, amal apa yang bisa kita andalkan?

Adakah kebaikan tersembunyi yang kita tinggalkan dalam kenangan? Atau aib dan keburukan yang selama ini telah susah payah kita sembunyikan, kemudian justru ditemukan dan menjadi pembicaraan banyak orang?

Ya Rabbana. 

Setiap kita akan pergi sebab kematian adalah kepastian. Jika amal masih satu-dua, pastikan yang sedikit itu dilandasi keikhlasan. Jika belum banyak, maka segera bangun keresahan. Barangkali membuat program serius untuk menambah catatan kebaikan; baik terang-terangan --ada kalanya diperlukan juga-- atau dengan amalan yang disembunyikan. Yang terakhir lebih baik karena terasa lebih aman. Sebab tak tersisa celah riya di sana.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Salam untuk Rasulullah 

Sejumlah riwayat menyebutkan, barang siapa rajin berziarah ke makam Muhammad SAW pasti akan mendapat syafaatnya.

SELENGKAPNYA

Jamaah Diimbau tak Bawa Atribut ke Tanah Suci

Atribut yang dimaksud seperti poster, spanduk, maupun bendera.

SELENGKAPNYA

Jokowi Penentu Pemimpin 2024

Jokowi menginginkan kontinuitas program yang tak bergantung pada figur semata.

SELENGKAPNYA